9.

1K 163 14
                                    

"Kakakku akan mengantarmu." Saat ini Sakura berada di UKS. Sudah saatnya pulang dan ia berniat mengantar Sasuke pulang dengan kakaknya. Ia sudah mengatakan pada kakaknya bahwa Sasuke sakit dan dengan senang hati Sasori bersedia mengantarnya pulang.

"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri." Sasuke turun dari ranjang UKS. Meraih tasnya yang dibawa Sakura dan berniat pulang.

"Tapi kau masih sakit, Sasuke. Anggap saja sebagai rasa terimakasihku padamu, karena kemarin kau mengantarku." Sakura mengikuti Sasuke di belakangnya. Ia ingin membantu Sasuke berjalan namun ia terlalu malu.

"Tidak perlu. Terimakasih," ucap Sasuke tanpa menoleh pada Sakura.

"Kalau begitu aku akan mengantarmu dengan berjalan kaki. Aku takut terjadi sesuatu padamu, badanmu masih panas." Dengan berani Sakura meraih tangan Sasuke membuat Sasuke menoleh dan tatapan  keduanya bertemu.

Sasuke dapat melihat kesungguhan Sakura dan entah kenapa ia merasa tak tega.

"Sasuke?" Sasori menghampiri keduanya.

"Kakak?" Dilepasnya tangannya dari tangan Sasuke dan menunduk.

"Bagaimana keadaanmu? Sakura bilang kau sakit, apa demam karena kemarin kehujanan?" tanya Sasori dengan khawatir. Ia memperhatikan Sasuke dan dapat melihat sedikit luka lebam terlihat samar di rahang Sasuke.

"Sudah lebih baik," jawab Sasuke singkat.

"Mari, kakak akan mengantarmu." Merangkul Sasuke agar berjalan mengikutinya menuju mobil yang terparkir di luar halaman sekolah.

"Terimakasih, tapi aku bisa pulang sendiri." Sasuke berhenti melangkah.

"Tidak apa, Sasuke. Kemarin kau telah mengantar adikku, sekarang biar aku mengantarmu. Sakura pasti khawatir jika kau pingsan di jalan." Sasori melirik Sakura dibelakangnya dan sukses membuat wajah Sakura merah. "Bukan begitu, Sakura?"

Sakura hanya menunduk kemudian memalingkan muka. Ia tahu, kakaknya tengah menggodanya.

Sasuke menoleh pada Sakura dan akhirnya ia mengangguk setuju. Ini aneh sekali, sejak kapan ia merasa iba hingga menuruti keinginan Sakura? Akhirnya mereka berjalan bersama menuju mobil Sasori.

Dari kejauhan, Akame menatap ketiganya dengan menahan emosi, terlebih pada Sasuke juga Sakura. Apa kedua mata Sasuke buta? Semakin hari ia melihat mereka semakin dekat. Bagaimana bisa Sasuke lebih memilih gadis buruk rupa dibandingkan dirinya? Ia jauh lebih cantik dan sempurna. Dan jika Sasuke bersedia menerima tawarannya, mereka akan menjadi pasangan paling sempurna. Tapi kenapa Sasuke justru memilih gadis buruk rupa?

"Hei, Akame, apa yang kau lihat?" Temannya menepuk bahunya dan melihat arah pandang Akane pada Sasuke dan Sakura yang telah menaiki mobil.

"Tidak ada," jawab Akame kemudian kembali melangkahkan kaki melewati koridor sekolah.

"Itu si buruk rupa dan si buntung ya? Kulihat mereka berjalan bersama seorang pria tampan, apa itu kakak si buruk rupa itu?" Teman Akame mengikuti langkah Akame dan bertanya. "Kakaknya bisa setampan itu, tapi adiknya buruk rupa, kasihan sekali." Mengedikkan bahu dengan menggeleng kecil.

"Mana ku tahu! Aku bukan ibunya," ucap Akame ketus.

"Kau kenapa? Apa kau marah?" tanya teman Akame penuh curiga. Selama ini ia sudah curiga pada Akame. Ia sering melihat Akame diam-diam memperhatikan Sasuke dari jauh. Ia sempat berpikir, apa Akame menyukai Sasuke? Tapi rasanya tidak mungkin.

"Aku ingin pulang." Akame mempercepat langkah. Hatinya masih terasa panas dan ia amat kesal melihat kebersamaan Sasuke dan Sakura yang kian dekat. Ia akan memikirkan cara agar Sasuke menerima tawarannya dan menjauhi Sakura. Sasuke adalah aset berharga, ia adalah yang pertama menemukannya. Hanya butuh sedikit polesan agar Sasuke terlihat sempurna. Tak akan ia biarkan orang lain mendapat emas yang ia idam-idamkan.

***

"Terimakasih," ucap Sasuke dengan setengah membungkuk kemudian keluar mobil.

"Hati-hati, Sasuke." Sakura masih menatap prihatin pada Sasuke yang mulai berjalan menjauh.

"Apa apartemennya masih jauh?" tanya Sasori pada Sakura yang duduk di jok belakang.

Sakura hanya mengangguk tanpa melepas pandangan pada Sasuke yang telah menghilang di ujung jalan.

"Apa adik kakak tengah jatuh cinta?" tanya Sasori dengan mulai melajukan mobilnya.

"A-- apa maksud Kakak?" Sakura menutup wajahnya. Mendengar godaan kakaknya membuatnya merasa malu hingga telinganya terasa panas.

Sasori hanya tertawa kecil melihat adiknya dari pantulan kaca spion dalam mobil. Siapa tahu, suatu saat ia akan menjadi besan temannya sendiri.

Sementara di tempat Sasuke, ia begitu terkejut mendapati seseorang berdiri di depan pintu apartemennya. Seorang pria paruh baya berdiri tegak dan menatap Sasuke tanpa ekspresi saat menginjakkan kaki di depan apartemennya.

"Untuk apa kau kesini?" kata Sasuke dengan suara dingin. Ia hanya melirik orang itu dan membuka pintu apartemennya.

"Sejak dulu kau memang tak berubah, tak punya sopan santun pada orang yang lebih tua," kata pria itu.

"Aku tidak ingin melakukan hal yang sia-sia." Sasuke melangkahkan kaki masuk ke dalam apartemennya. Pria itu mengikutinya dan menatap ke penjuru ruangan apartemen Sasuke yang kecil namun tetap tertata rapi dan bersih.

"Apa kakakmu yang membelikan gubuk reyot ini?" kata pria itu. Langkahnya terhenti di depan kursi tamu yang terlihat jelek dan rapuh di matanya.

"Aku membeli dengan uangku sendiri. Sebaiknya kau pergi sebelum gubuk reyot ini jatuh menimpamu.

"Kau semakin pandai bicara sekarang." Pria itu memejamkan mata sejenak, kemudian melihat Sasuke berjalan ke arah dapur saat ia membuka mata. Ia kembali memperhatikan setiap sudut ruangan dan mendesah berat.

"Jika sudah selesai, pergilah," kata Sasuke saat ia kembali dengan segelas ocha hangat.

"Pulanglah," ucap pria itu sesaat setelah Sasuke meletakkan ocha hangat di atas meja.

"Cih, sejak kapan kau menarik kata-katamu?" cibir Sasuke dengan menatap ayahnya seakan menghina.

"Itu sudah sangat lama, apa kau akan membawanya sampai mati?" Fugaku, nama pria itu, menggeram marah melihat ekspresi wajah anak bngsunya.

"Aku tidak akan menarik kata-kataku. Aku akan pulang saat ucapanku terwujud," ucap Sasuke datar tanpa ekspresi. "Agar bisa membungkam mulutmu," katanya kembali.

"Itu terlalu lama, aku butuh Itachi untuk mengurus perusahaan sekarang. Dan ia tidak ingin membantuku jika kau tidak kembali ke rumah." Fugaku kembali memejamkan mata dengan bersedekap dada. Ia mengingat ancaman Itachi yang tidak akan pernah mau berurusan dengan perusahaannya jika Sasuke tidak kembali ke rumah.

"Ck ...." Sasuke berdecak dan tersenyum miring. Dugaannya benar, ayahnya memintanya karena kakaknya, bukan karena dirinya. "Itu urusanmu." Kemudian melenggang berjalan menuju kamarnya. "Aku buta, jadi tidak bisa menunjukkanmu pintu keluar," kata Sasuke sebelum ia menutup pintu kamar.

"Kau!" Fugaku kian menggeram marah. Kemudian mencoba menenangkan diri dengan menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Ia meninggalkan segepok uang dalam amplop di atas meja kemudian keluar dari apartemen Sasuke.

Sementara Sasuke memegangi dadanya yang terasa sesak. Bahkan sakitnya seakan begitu menusuk. Hingga tanpa bisa ia kendalikan, airmata mulai membasahi pipi.

"Ibu ...." lirihnya.


.



.


.



.



.

TBC....

UglyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang