Lilac sempat terdiam di tempat. Suara itu terdengar begitu memilukan. Hingga, sesaat mengumpulkan keberanian, wanita itu baru mulai merangkak dan memasuki lorong basah yang jelas terpampang di depannya.
Kini, di sepanjang perjalanan menyusuri lorong dengan pencahayaan lampu redup pada beberapa bagian dindingnya, Lilac dapat mendengar decitan gerombolan tikus yang seakan bersahut-sahutan menyampaikan kedatangan seorang asing.
Ia tak pernah menduga ada tempat semacam ini, di kota yang begitu megah, bahkan di dalam kastel tempatnya tinggal. Tempat ini begitu kotor, pengap dan berbau busuk.
Apa yang sesungguhnya tersembunyi di dalam sini?Beberapa saat bersusah payah menyeret kedua tungkai pada lorong berliku itu, Lilac akhirnya mencapai sebuah pintu jeruji besi berkarat. Bau busuk layaknya kotoran semakin menohok indra penciumannya, nyaris membuatnya muntah.
Di dalam jeruji besi itu tak terlihat apa pun. Hanya ada kegelapan yang tak tertembus.
Apakah ini hanya jalan buntu? Atau ini adalah jalan rahasia menuju tempat tertentu?Lilac memasukkan tangannya ke dalam saku gaunnya, tempat kantong kecil terselip, sebagai wadah menyimpan sesuatu. Dari dalam sana, ia menarik kunci yang didapatnya dari sebuah kotak yang tersembunyi di bawah ranjang Tae.
Entah mengapa, ia merasa yakin, bahwa kunci ini berhubungan erat dengan tempat tak terduga yang ditemukannya ini. Tetapi, ia tak menemukan di mana kunci itu diperlukan. Tak ada gembok ataupun lubang kunci yang tertangkap penglihatannya.
Lilac mencoba lebih mendekat ke arah jeruji besi itu.
“Iiiiiii! Aaaaa!”
Ia tersentak, kunci ditangannya terjatuh. Baru saja sebuah pekikan menggema dari dalam sana.
“Apakah ada seseorang di sana?” Tanyanya bergetar.
Tak ada jawaban.
Wanita itu susah payah menelan ludahnya. Tangannya sedikit bergetar, ketika kembali memungut kunci yang sempat terlepas dari genggamannya. Bersamaan dengan itu, netranya menangkap sebuah gembok yang nyaris tak terlihat oleh lapisan lumut. Benda itu menjaga pintu jeruji itu tetap terkunci di bagian paling bawah, hingga sulit ditemukan.
Dengan perlahan, ia akhirnya memutuskan untuk membuka gembok tersebut.Sesaat setelah gembok itu berhasil dibuka, suara pekikan melengking kembali menggema dari sana, diikuti sebuah mangkuk kecil berisi sisa tepung jagung terlempar, beradu dengan besi pintu.
Namun, bukan itu yang membuat Lilac tak mampu bergerak dari tempatnya berada. Tepat di depannya, dibalik kegelapan jeruji besi itu, sesosok makhluk muncul.
Jemari kurus keringnya menggenggam salah satu batang jeruji. Tubuhnya bungkuk dan kulitnya melepuh. Bibir pucatnya terlihat mengering, dengan sisa kulit mati yang belum sepenuhnya terkelupas.Itu bukanlah makhluk aneh. Itu manusia.
Lilac merasa kesulitan menarik napas, dadanya serasa luar biasa sesak. Ia bahkan tak mampu bersuara, tatkala tersadar semburat wajah di depannya mengingatkannya pada seseorang.
Wajahnya seperti Tae.
•¤•
Pria itu perlahan menurunkan kedua kakinya dari ranjang milik Lilac.Tenggorokannya mendadak serasa mengering, seakan ia tak menenggak air selama berhari-hari. Perasaannya juga terasa tak nyaman, seperti ada sesuatu yang terjadi tanpa sepengetahuannya.
Suasana kota juga terasa berbeda. Di mana suara semarak festival yang selalu bergema pada atmosfer kota? Di mana suara musik bersahut-sahutan itu? Ke mana aroma manis dari musim semi?
Tae kini benar-benar beranjak dari ranjang. Ia menyambar sebotol anggur dari atas meja. Langkah sempoyongannya lalu bergerak menuju balkon, sebelum botol anggur itu terlepas dari genggaman tangannya hingga pecahan kecil diikuti cairan ungu kehitaman menggores permukaan lantai.
Kedua netra Tae melebar. Di depannya tak ada lagi pemandangan kota indah miliknya. Di depannya hanya tersisa tanah lapang berdebu, sisa wahana permainan berkarat, fondasi-fondasi bangunan runtuh, dan aroma busuk yang menyebar. [¤]
KAMU SEDANG MEMBACA
Uhtceare || ✔
Fanfiction[Short Story] Bagaimanakah cara untuk menjelaskan kehidupan di kota ini? Lalu ... ketika kujelaskan, akankah kau memilih pijakanmu tanpa kebingungan? Akankah kau tetap tinggal atau pergi? "Semua akan baik-baik saja, selama aku tetap berada di kota i...