Setelah belasan tahun sudah aku lahir dan dibesarkan di kota Surabaya, Dengan berberat hati aku mrngikuti kedua orangtuaku menuju dunia baru. Ya beginilah nasib anak seorang Letnan TNI AU, Kami sekeluarga harus siap bila suatu saat di pindah tugaskan di kota lain.
Bandung menjadi Kota tujuan kami, Ayahku ditugaskan disana sebagai instruktur Pesawat F16 di lanud Husein sastranegara Bandung. Sulit rasanya meninggalkan kota kelahiranku yang banyak tersimpan momory indah didalamnya. Sahabat-sahabatku tak luput kutinggalkan, hanya rasa rindu akan kenagan bermain dan bercengkerama bersama yang akan menjadi sejarah.
Persepsiku akan kompleks militer yang kaku benar adanya, setibanya di Bandung kami memasuki kompleks rumah dinas TNI dengan bangunan kuno di setiap sudutnya.
" HAh bener kan apa yang aku duga, tempat macam apaan ini, udah kuno, sepi, gak ada anak mudanya lagi. Menderita sudah hidupku disini " Benaku.
Sesaat menelusuri jalanan kompleks, akhirnya kami tiba di rumah baru kami, rumah gaya belanda dengan halaman yang lumayan luas membuat rasa kesalku sedikit terobati.
" Untung aja halamanya luas, bisa aku jadiin lapangan basket ini " Benakku sambil melirik kesekitaran halaman depan rumah kami.
" Timo, Gimana rumah baru kita, bagus to " ucap Ayahku.
" Baru dari mana yah, ini kan rumah tua, mana nyeremin lagi rumahnya " Kataku.
" O walah... Kamu belum tau aja dalemnya kayak gimana wong kata orang rumah belanda itu bagus dan pastinya nyaman banget " Kata Ayahku
" Wah, Masa sih Yah " Aku tak percaya dengan perkataan ayahku.
" Iya, masuk ae kalau gak percaya omongan ayah "
Benar saja, aku begitu kagum melihat arsitektur bangunan yang begitu klasik dan memiliki ruangan yang luas, sebagai orang yang claustrophobic aku benci dengan ruangan yang sempit, aku lebih suka Ruangan yang terbuka dan banyak disinari cahaya matahari.
" Wah tenan Yah bagus banget, Timo suka, timo ambil kamar ini ya Ayah " Kataku sambil menujuk kamar di depan ruang tamu.
" Iya Boleh "
Setelah seharian memberekan perabotan rumah, bunda mengajakku untuk mampir ke tetangga sebelah, yang katanya teman se angkatan Ayah di akmil sana. Rumah tetanggaku ini lebih besar dibandingkan rumah kami, aku sangat menyukai lingkungannya yang terwat dan asri ditumbuhi tanaman hias yang indah. Namun disisi lain aku iri melihat isi garasi keluarga itu yang terdapat dua mobil mewah dan tiga buah moge yang dapat dipastikan mahal.
" Wah kayaknya orang sombong nih mereka " Benakku.
Namun persepsiku itu runtuh ketika kami disambut dengan baik oleh Si empunya rumah, Keluarga yang terdiri dari dua orang dewasa berumur sekitar 30an tahun dan seorang cowok yang nampaknya seumur dengan diriku. Mereka sangat ramah pada kami ya dikarenakan kedua orangtua kami sudah saling mengenal.
Aku sempat salah fokus melihat cowok itu menjulurkan tangan untuk bersalaman, aku heran dengan sikap dia yang kaku, dingin dan tak banyak bicara. Namun aku berusaha mengenalkan diri dengan harapan kami bisa berteman baik.
" Hallo Aku Thymoty dirgantara " kataku
" Aku Adhyatama Arsyanendra " Dia menjawab dengan datar dan hanya tersirat senyuman minimalis.
" anak ini sakit kayaknya, kok dingin banget kayak zombie " benakku lagi.
" Nak Ajak temannya kebelakang ya, Mami sama Papi mau ngobrol dulu, oh Iya Nak Timo mau di pesenin minum apa, nanti Bi Ijah anter ke sana " ujar Maminya anak itu.
" Samain aja sama ayah bunda"
" Oke, Baik-baik sama Tama ya"
Akhirnya Tama mengajakku ke halaman belakang rumahnya, aku begitu terpukau melihat pekarangan belakang rumahnya yang begitu luas dan asri layaknya taman di daerah Batu Malang. Ketika memandangi sekeliling taman, mataku tertuju pada sebuah tiang batu yang banyak tersimpan sesaji dan dupa di sekelilingnya.
" Maaf Adhyatama, itu apa ya"
" Oh itu tempat sembahyang kami, ada dua sih, satu disitu dan satu lagi di dalam. Kami orang hindu "
" Oh kalian Hindu To, berarti kalian dari bali dong, jadi pengen ke bali lagi nih "
" kamu suka pergi ke Bali Thymoty, wah gimana kalau kita ada waktu luang kita ke Bali bareng, pasti seru tuh " ujar Tama dengan penuh suka cita, baru kali ini aku melihat senyum lebarnya setelah sekian lama dia pendam
" wah senyum kamu bagus banget, klo aku cewek pasti udah mencair deh "
" Waduh, kamu bisa aja "
" oh iya itu anjing kamu, bagus tenan anjing kamu ini " Kataku sambil menunjuk seekor anjing yang sedang terikat di tiang lampu taman
" iya, itu anjing kesayanganku, namanya Jaddu " Tama menghampri anjing itu dan melepaskan talinya.
Kami pun bermain bersama anjing itu dan saling bertukar cerita satu sama lain. Ternyata Tama itu orang yang enak di ajak bicara, tapi harus berusaha untuk memulai percakapan untuk memancing dia mau bicara.
Pertemuan pertama kami begitu berkesan, walau baru satu hari aku sudah klop dengan kepribadian dirinya yang humbel dan ramah. Ditambah lagi hanya dia satu-saatnya teman yang ada di kompleks ini. Aku semakin yakin tentang pepatah yang berbunyi ;
" don't Judge A book by its cover "
Sosok tama yang terlihat seperti Es Balok yanh datar dan dingin tidak seperti yang aku sangkakan
...
To be continued
YOU ARE READING
Ruang Rahasia
Horreurberawal dari terganggunya PRT keluarga Purnayasa oleh sosok tak kasat mata, kami yakin ada yang tidak beres dengan ruangan paling pojok istana Purnayasa itu.