Mission 1

85 10 2
                                    

part 1 has been published! karena ini masih awal cerita, sekali lagi maaf kalau bahasanya aneh. happy reading lovely readers:) hope y'all like it!

********

Lexa Eileen

"Buset. Gue telat lagi!"

Oke, aku mengakui ini salahku. Aku keterusan nonton film–bukan drakor—sampai larut malam, dan alhasil terlambat bangun. Hei, tapi aku punya alasan lain. Bus datang terlambat, jalanan macet karena ada perbaikan jalan. Lalu ada nenek-nenek sedang berusaha menyebrang jalanan. Gila saja kalau tidak kubantu.

Sebenarnya gerbang sekolah belum benar-benar ditutup saat aku datang. Masalahnya, nih guru 1 mana pernah mau lihat muridnya senang sedikit. Yep, Bapak Jonathan Supaipan. Oke, aku tau apa yang kalian pikirkan, kalian bukan orang pertama. Waktu pertama kali aku mendengar nama panggilannya, first impressionku sungguh perfect. Nama yang keren, masih muda, tampan, baik hati. Guru idaman lah pokoknya. Tapi sumpah, gara-gara mendengar nama belakangnya, first impressionku yang seindah surga langsung berubah menjadi neraka. Ditambah, pertemuanku yang kedua dengannya, membuat aku dan guru ini jadi musuh bebuyutan hingga saat ini.

Waktu itu, pelajaran sedang berlangsung. Ekonomi kalau tidak salah ingat. Aku sedang berada di kantin. Membolos. Bukannya aku tidak suka ekonomi. Tapi gurunya benar-benar boring. Apesnya, aku kepergok nyuri bakwan dari Bu kantin oleh si Bapak ini. Waktu itu aku masih kelas 10, bisa dikatakan tidak tahu banyak tentang sekolah ini, terutama Pak Jo. Saat itu aku mengerti, kenapa bisa ada pepatah "don't judge a book by its cover". Dari luar Pak Jo bak seorang guru idaman. Gagah, muda, dan tampan. Namun, hal yang tidak kuduga, dia guru BP sekaligus PJOK, galaknya minta ampun. Tapi segalak-galaknya Pak Jo, dia tetap guru kesayanganku. Jangan bilang-bilang ya!

"Lex, kenapa telat lagi?" semprot Pak Jo. Tuhkan datang-datang udah kena semprot saja.

"Pak, sudah berapa kali saya bilang. Manggilnya yang lengkap dong. Lexa jangan Lex. Ntar dikira saya cowok lagi." Protesku. "Lagian harusnya baru 2 menit lagi saya dihitung telat, Pak."

"Halah gausah ngelak kamu. Alasannya apa lagi? Ikut saya ke ruang BK sekarang. Kamu ini, kerjaannya nyusahin saya tiap hari saja." omel Pak Jo.

Aku sih, menurut saja—dengan sedikit cibiran tentunya—. Meskipun didahului dengan omelan bacotnya, Pak Jo sebenarnya sedang menyelamatkanku. Pelajaran pertamaku hari ini Ekonomi, dan si Jo tau kalau aku dan guru Ekonomi itu bermusuhan. Daripada kelas jadi riwuh gara-gara perdebatanku dengan si guru Ekonomi –yang ujung-ujungnya juga bakalan masuk BK—makanya si Jo membawaku ke sana. Sebenarnya bukan menyelamatkanku, tapi menyelamatkan teman-teman kelasku. Sudahlah, anggap saja dia menyelamatkanku. Aku sedang membagus-baguskan dirinya saat ini.

Si Jo membawaku ke ruang BK. Pada saat inilah, aku menyadari hariku benar-benar buruk. Ada Conan Harrison. Yap, Conan Harrison yang itu. Pewaris tunggal Harrison Group yang digadung-gadung akan menjadi salah satu murid terbaik Stanford University—kabarnya dia sudah pasti akan diterima jika mendaftarkan diri sekarang juga—. Aku tidak tahu apakah orang tuanya penggemar Detektif Conan atau tidak, tapi memang sifatnya seperti Conan a.k.a Sinichi Kudo. Musuh besar Reina Dawson si peringkat 1 merangkup Ketos, dalam hal akademik. Sekaligus, orang yang kukagumi selama 3 tahun ini.

"Woi Alexa! Telat lagi lo?" Oke, aku lupa kalau ada orang ini. Ada Conan, ada dia. Alan Grey. Hubungan kami rumit, kalian bisa menyebutnya sahabatku, bisa juga musuhku. Partner in crime-ku namun jika disuruh menjatuhkanku, dia akan jadi orang pertama yang bersedia melakukannya.

"Kenapa sih orang-orang susah bener nyebut nama gue. Yang satu Cuma 'Lex' doang, yang satu terlalu lengkap jadinya 'Alexa'." Sindirku pada 2 orang cowok yang—aku bersumpah—merupakan lelaki paling menyebalkan yang pernah kutemui. "Gak usah sok teladan lo. Lo telat juga kan? Ngaku aja!"

"Gue kalau telat Cuma sekali-kali kali. Gak kayak lo." Balas Alan. Sudah kubilang kan kalau dia akan menjadi orang pertama yang bersedia menjelek-jelekkanku.

"Lagian lo kalau telat ngapain bawa-bawa Conan, sih? Bikin rusak nama anak siswa teladan aja."

"Lo sama Reina apa kabar?" Tanya Alan.

Omong-omong soal Reina...

"Lex, Reina bilang ke saya kalau saya melihat kamu telat lagi, sehabis dari ruang BK dia meminta untuk menemuimu." Ucap si Jo. Tuhkan.

"Terus? Bapak jawab apa?" tanyaku ragu-ragu.

"Unfortunately, yes. Masa saya menolak Reina, Lex?" jawab si Jo tanpa rasa bersalah sama sekali meskipun ada embel-embel 'unfortunately'nya.

"Pak, harusnya ditolak saja dong. Bapak tidak tahu saya menghindari Reina habis-habisan akhir-akhir ini?" welasku.

"Kalau kamu mau menghindari Reina, seharusnya jangan bikin masalah dong." Shoot, I hate him more. Habis, kata-katanya benar, sih.

"Si Alan sama Conan nggak ikut, Pak?" Kan mereka telat juga ucapku

"Lah, lo kok bawa-bawa gue sama Conan sih?" protes Alan tidak terima.

"Mereka bukan urusan kamu, Lex." Jawab si Jo. Sial, harusnya dia membantuku dong.

"Yasudah, saya ke Rei dulu ya, Pak. Si Alan sama Conan jangan lupa dihukum! Atau nanti Bapak saya laporin ke Rei karena adanya nepotisme dalam hukum-menghukum!" ujarku sambil berlari.

*******

jangan lupa buat like sama vote semua ^3

aku bakalan berterima kasih banget nih kalo kalian mau kasi kritik dan saran. jadi jangan lupa buat meninggalkan komentar di setiap part ya:) karena itu bakalan berguna banget buat aku.

nantikan chapter selanjutnyaaa :"

Arcane||TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang