Raka POV
Seorang laki-laki muda yang tengah mengenakan hem berwarna putih tengah memimpin jalanya rapat. Ia tengah menjelaskan sesuatu melalui slide presentasi yang Ia tayangkan melalui layar proyektor dengan serius. Di ruang itu ada juga beberapa peserta rapat, laki-laki dan perempuan yang juga memakai pakaian formal. Mereka tampak fokus mendengarkan setiap penjelasan atasanya.
"Baik, meeting kali ini sampai disini dulu, terimakasih atas kerja kerasnya. Sejauh ini respon konsumen terhadap produk kita sangat baik. Tapi kalian tahu pesaing bisnis ini semakin lama juga semakin banyak, jadi saya harap kita bisa memberikan pelayanan yang terbaik untuk para konsumen. Satu lagi, kita harus selalu belajar untuk meningkatkan kinerja dan kulitas diri. Itu yang kita butuhkan agar usaha ini terus berkembang."
"Baik Pak," sahut mereka serempak.
"Oh iya saya juga ingin memberikan informasi penting. Saya akan membuka cabang bisnis di luar kota terpatnya di Kota Bandung."
Ucapan laki-laki itupun disambut tepuk tangan peserta rapat. "Wah,selamat Pak."
"Semoga berhasil Pak."
"Iya, terimakasih. Berhubung saya harus melatih para trainee dan mengurus bisnis di sana, sementara saya akan mengembankan tugas untuk mengelola bisnis ini kepada ,manager saya Rival."
Ucapan laki-laki itupun lagi-lagi disambut meriah oleh peserta rapat. Kali ini semua mata tertuju kepada Rival.
"Apa?" Rival nampak mengernyit kaget." Oh, baik akan saya laksanakan Pak," sahutnya kikuk.
"Baik, meeting kali ini saya tutup. Terimakasih, selamat menjalankan aktivitas kembali."
"Terimakasih Pak." Para peserta meeting beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan ruangan. Hanya Rival yang masih duduk terbengong menatap pemimpin rapat.
"Raka Gibran Wardana, lo serius dengan ucapan barusan?"
"Iya seperti itulah."
"Kenapa tiba-tiba?" Terus lo yakin mau menyerahkan tanggung jawab ini ke gue."
"Nggak tiba-tiba, gue udah buat planning dari dulu. Gue yakin, lo bukan hanya manager tapi juga sahabat dekat gue yang telah membantu bisnis ini dari nol. Jadi, gue percaya sama lo."
"Baiklah, tapi lo tahu kan gue juga ngurus bisnis gue sendiri juga."
"Udahlah aman.Gue juga akan sering kesini."
"Tapi gue salut sama lo Ka. Perjuangan lo nggak main-main. Masih muda, bisnis sukses memiliki puluhan karyawandan apa lagi ya."
"Gue juga salut sama lo. Apa jadinya gue tanpa bantuan lo dulu man haha."
"Gue kira dulu lo tetep bakal jadi sadboy bro. Lo udah move on? Lo belum move on kan?"
"Gila apasih yang lo bicarakan. Udah gue mau cabut." Raka menggelengkan kepala dan berjalan keluar ruangan.
"Eh tunggu dong Ka. Lo nggak tahu dimana dia sekarang?"
****
Raka memandangi foto-foto yang ada di kamarnya. Ia memandang cukup lama foto itu kemudian memasukkan ke dalam koper besarnya. Tanganya kemudian beralih mengambil sebuah buku catatan lalu memasukkanya juga ke dalam koper. Setelah itu, Ia membawa koper itu keluar dan berjalan menuruni tangga.
Di ruang tamu sudah ada Citra yang juga sibuk dengan koper besarnya. Sedang disampingnya ada seorang wanita tua tengah mencium pipi Caca. "Kamu disana jangan nakal ya gadis cantik," ucapnya lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boy I Met In My Dream
RomanceCinta adalah suatu hal yang tidak bisa dipaksakan. Meskipun terkadang rasa cinta bisa datang seiring berjalanya waktu, jika dilandasi keterpaksanaan tentu tak akan bahagia bukan?. Begitulah prinsip yang diyakini oleh Hanna Pricillia. Sayangnya Ayah...