BAB 2 | ABANG DAN KAKAK

867 51 2
                                    

Selamat Membaca Kisah
Perjalanan Mereka

Now playing : Armada Band - Apa Kabar Sayang

***

BAB 2 | ABANG DAN KAKAK

Semuanya akan menjaga kita walaupun dalam keadaan senang atau susah dan juga bukan dalam keterkaitan darah

***

Bruk!!

Satu suara membuat dirinya bangun. Tidak terasa sudah memasuki sore hari dan kayaknya ia ketiduran gara gara mengingat masa lalu, hingga Gunawan bangun dan langsung mengecek siapa yang telah membangun dirinya. Dan saat ia melihat di balik pintu kamarnya ia melihat sosok kakak nya tengah bersandar sembarang sambil menutup mata.

Gunawan mencoba membantu membawa abang nya itu masuk ke kamar, dengan sisa tenaga yang ada ia mencoba memapah abang nya—Ady menuju kamar, Gunawan mencium bau alkohol dari napasnya. Namun Gunawan mencoba untuk menahan walaupun sepertinya ia tahan akan bau itu.

"Pergi! Dari sini!!" Ady berucap sambil mengigau.

Gunawan tidak menggubris perkataan abangnya. Ia tetap membawa abangnya masuk ke kamarnya, setelah itu ia menidurkan abangnya justru bukannya tertidur pulas malahan abangnya bangun dan melihat sosok Gunawan ada disana.

"DASAR! ANAK PEMBAWA SIAL!! GARA GARA KAMU! AKU KEHILANGAN SEGALANYA! GARA GARA KAMU KITA JADI TERLANTAR SEPERTI INI!! AKU GAK SUDI PUNYA ADIK SEPERTI KAMU!!! LEBIH BAIK KAMU PERGI DARI SINI!!" Bentakan Ady keluar begitu dari mulutnya dan terus memaki Gunawan.

"Enggak bang, itu semua takdir bang. Abang harus ikhlas," ucap Gunawan menenangkan abangnya. "ENGGAK! JANGAN PANGGIL SAYA DENGAN SEBUTAN ABANG! LO BUKAN ADIK GUE, LEBIH BAIK LO PERGI DARI SINI!!" Dengan sempoyongan Ady tetap menarik tangan Gunawan keluar dari rumah ini.

Gunawan mencoba menahan tarikan itu namun apa daya dirinya sudah berusaha menahan kemarahan orang yang tengah mabuk kekuatan 2 kali lipat dari sebelumnya. Akhirnya Gunawan di dorong keluar dari rumah ini, bersama dengan baju dan juga barang barang miliknya.

"Jangan bang, jangan usir Gunawan. Gunawan mau tinggal dimana?" tanya Gunawan memohon. "Bodo amat! Gue gak peduli yang penting sekarang lo pergi dari sini! Pergi! Pergi!!"

Bruk!

Pintu rumah itu kini benar benar tertutup rapat untuk nya. Dan sekarang Gunawan tidak tahu harus kemana. Malam hari ini ia tidak tahu langkah kaki ini akan kemana. Semuanya serba gelap, sunyi dan sepi. Gunawan tidak tahu harus bagaimana lagi.

Sebagai seorang anak yatim-piatu ia memang harus berjuang sendirian, walaupun Ady—abangnya itu memang abang kandungnya tapi tidak sedikitnya kasih sayang yang ia berikan. Apa jangan-jangan memang benar dirinya anak pembawa sial, apa jangan-jangan apa yang dikatakan abangnya itu ada benarnya.

Langkah kaki Gunawan mulai sempoyongan, seperti kehilangan pegangan. Ia mulai meraba tempat di sekitarnya mencoba menahan agar tidak terjatuh. Namun bukannya malah bertahan tapi ia malah semakin terjatuh karena pandangan semakin kabur, hampir saja ia terjatuh dan kehilangan kesadaran. Sosok di belakangnya menahan beban tubuhnya dan mengguncang-guncang tubuh itu agar tetap sadar.

"Gun, sadar gun. Tolong bertahan." Suara itu Gunawan kenal. Suara yang pernah menjadi sahabat kakaknya sebelum menjadi musuh bagi kakaknya.

"Bang..Irsya," ucap nya terbata bata. Sosok itu adalah Irsya, sahabat abangnya Ady. Ia sukses di Jakarta sebagai seorang dokter itu semua berkat kedua orang tuanya.

Lewat dari Irsya lah Gunawan dan Ady bertahan sejauh ini. Namun seiring berjalannya waktu Ady mengambil uang transferan Gunawan yang dikirim Irsya dan membuat Gunawan harus banting tulang untuk menghidupi kehidupan sehari-hari. Dan sekarang mungkin Irsya sudah tahu apa yang terjadi belakangan ini dan ini alasan utamanya untuk menengok Gunawan diam-diam.

Namun Irsya terlambat, Gunawan keburu ke usir dan pingsan di perjalanan.

***

Berbeda di tempat lain. Seorang gadis tengah bersiap dengan seragam sekolah, dan mulai menyapa anggota keluarganya yang lain di meja makan. "Selamat pagi," sapa nya ceria.

"Selamat pagi juga." Semuanya serempak menjawab.

"Bang, ambilin selai nya dong," ucap Rara kepada abangnya yang satu satunya. Saat pemuda itu ingin mengambil selai atas permintaan adiknya satu suara mengehentikan aksinya "Jangan manja kamu, ambil saja sendiri. Kamu juga Ridwan jangan turuti adik pembawa sial ini," ucap pria paruh baya yang kayaknya ayah dari keempat anaknya ini.

Mendengar ucapan ayahnya Rara berhenti dan menatap ayahnya dan ketiga kakaknya secara bergantian. "Kalau begitu Rara berangkat dulu," pamit Rara meninggalkan meja makan sambil berlinangan air mata.

"Rara, Rara tunggu! Kak Selfi ikut," teriak Selfi meninggalkan meja makan sama seperti Rara bahkan sampai lupa untuk memberikan salam

Untung saja Rara belum jauh jadi Selfi bisa menyusulnya untuk berangkat bareng menuju sekolah. Mereka memilih menggunakan angkutan umum untuk ke sekolah, seharusnya bagi keluarga ini mereka itu harus berangkat menggunakan mobil pribadi akan tetapi mereka berdua memilih menggunakan angkot.

"Ra, ucapan ayah jangan di masukkan ke hati ya," ungkap Selfi merasa khawatir. "Enggak papa kok. Lagian telinga ini udah kebal sama begituan," jawab Rara.

Selfi dan Rara bukan saudara kandung. Tetapi saudara bersama Ridwan, sementara Selfi saudara bersama Lesti. Mereka tidak pernah membenci satu sama lain akan tetapi mereka menyayangi satu sama lain.

"Kak, apa benar ayah benci sama Rara gara gara Rara bikin ayah kehilangan mama Yana dan bunda Avi," ucap Rara dengan nada gemetar. "Syuuut! Jangan bicara gitu, Bunda Yana sama mama Avi sudah tenang di surga dan semua ini bukan salah Rara. Jadi Rara gak usah nyalahin diri sendiri," jawab Selfi.

"Tapi kak. Ayah selama ini benci sama Rara, ayah gak sayang sama Rara. Apa ayah mau Rara mati," teriak Rara membuat penumpang lain menatap mereka berdua. Melihat keanehan ini membuat suasana menjadi tidak enak.

Akhirnya mereka berdua kembali diam dan larut dalam pikiran masing-masing. Hingga tidak terasa mereka sampai di sekolah, dan saat mereka turun dari angkot tiba tiba seragamnya ternodai oleh sebuah bercak warna merah yang membuat Selfi kaget. "Rara, seragam kamu. Ada darahnya," pekik Selfi. Rara menatap Selfi dan betapa terkejutnya Selfi darah keluar dari hidung Rara.

"Ra, hidung kamu berdarah." Rara mengecek hidungnya dengan tangan, ia syok hingga menutup mulutnya akan semua ini. Hingga tak lama berselang Rara kehilangan kesadaran dan untung saja di tahan oleh Selfi.

"Ra, Rara bangun," pekik Selfi kaget. Selfi mengguncang tubuh Rara namun tidak ada respon apapun hingga akhirnya air mata Selfi lolos begitu saja.

"Ada apa Sel?" tanya seseorang yang mendekati Selfi yang masih menahan tubuh Rara. "Selfi pingsan Ran," jawab Selfi sesegukan sambil menatap sahabatnya—Randa.

"Kita bawa Rara ke UKS," tawar Randa mengambil alih tubuh Rara menuju ruangan UKS.

Selfi hanya mengikuti mereka dari belakang dan berdoa dalam hati agar adiknya itu tidak terjadi apa-apa.

***

Tbc.

Yeyeyeye akhirnya Lis bisa update lagi. Bagaimana dengan bab ini apakah yang terjadi dengan Rara dan juga Gunawan? Mudah mudahan mereka tidak terjadi apa-apa.

Jangan lupa vote and coment 👧
Tinggalkan Jejak 👣

Lis_author

(TERBIT) DLS [3] Goodbye And Go ✓  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang