Mengingat 21."I loved you yesterday"
"And so today."Ardan → Papa, 10 Oktober.
❀❀❀❀
RUMI
"Saya ke sini bukan untuk beli rumah.."
"Saya ke sini karena saya yang punya rumah ini."
Gue berdeham canggung. Namun di luar ekspektasi, ternyata gue gak punya perasaan takut sama sekali pagi itu.
Harusnya gue langsung kabur aja karena sekarang gue hampir telat ke kantor Pengantara, tapi entah kenapa gue merasa ini lebih penting.
"Jadi boleh saya tau kamu punya kepentingan apa untuk pasang spanduk seperti ini di rumah saya?"
Iya ya, sekilas dia memang mirip banget sama Ardan -tinggi, bentuk wajahnya oval dengan lesung pipi dan garis rahang yang gak terlalu tegas, dan bentuk matanya. Bentuk matanya besar seperti Ardan tapi dalam dan mengintimidasi seperti Dion.
"Ya karena saya gak mau rumah ini dijual.." gue menarik napas panjang karena sepertinya gue butuh lebih banyak tenaga untuk melakukan ini -butuh keberanian soalnya. "Dan yang punya rumah... Memang gak mau jual rumah ini."
"Saya bilang sayang yang punya-"
"Tau gak, Om, pemilik rumah yang sebenernya itu siapa?" potong gue membuat sosok yang masih punya figur kuat meskipun udah dimakan usia itu langsung bungkam. "Orang yang selalu tinggal di rumah ini dalam keadaan apapun. Sekalipun dia sendiri dan gak punya siapa-siapa."
Aneh ya. Gue orang yang paling males cari masalah sama orang. Ngurusin hidup orang lain tuh bukan gue banget.
Tapi gue lupa. Aries gak akan pernah biarinin apa yang dia peduliin disakitin. Aries gak gampang terima keadaan, and when they fight, they fight till it's over, no matter how it ends.
"Dan itu Ardan.."
Saat melihat bapak-bapak, biasanya kalau gak gue hormatin ya gue ajak becanda. Jokes kita biasanya satu selera btw. Atau malah takut dan segan
Tapi pas lihat bapak ini.... Yang gue inget adalah tatapan mata Ardan ketika keluar dari apartemen bokapnya siang itu. Yang gue inget adalah suara hangat Ardan ketika menyanyikan lagu Perfect dari Simple Plan di Bandung.
Itu yang membuat gue bisa berdiri di hadapannya tanpa ada rasa takut sama sekali.
"Ardan yang punya rumah.. Bukan Om."
Dia sepertinya kaget dengan reaksi gue.
Bentar, ini si Om kaget apa nahan marah ya? Gue harus ancang-ancang kabur nih kalo dia ngamuk.
Tapi ternyata, dia hanya menghela napas panjang sebelum melipat tangan di depan dada.
"Sudah makan siang?"
Kali ini gue yang mengheningkan cipta.
"Kalau belum, mungkin kita bisa makan siang sambil ngobrol sebentar.."
"Soal Ardan."
**
ARDAN
"Gue udah jadian sama Rumi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Layak Diingat
General Fiction(SELESAI) Karena ada yang layak diingat, meski banyak yang patah di sebuah rumah. Bagian dari Loversation untuk Ardan.