4

6 1 0
                                        

Sesampainya di rumah kurebahkan tubuhku di kasur kesayanganku. Badanku terasa capek sekali padahal tadi di sekolah tidak ada aktivitas yang menguras tenaga. Setelah cukup beristirahat aku bangkit dari kasurku lalu ganti baju dan keluar kamar untuk nonton TV. Acara kesukaanku telah dimulai, namun pikiranku justru melayang kemana-mana. Iya, lagi-lagi aku memikirkan Reza, teman sekelasku yang menarik perhatianku. Kalau dipikir-pikir Reza memiliki mata dan senyum yang sama indahnya dengan seseorang di masalaluku.

Namanya Nando Prayoga atau yang lebih sering kupanggil Yoga, dia adalah orang pertama yang mengenalkanku pada perasaan yang bernama cinta. Anehnya aku selalu menolak Yoga saat dia menyatakan perasaannya padaku dan mengajakku untuk berpacaran. Meskipun aku suka sama Yoga aku tetap pada pendirianku jika aku tidak mau pacaran di bangku SMP. Yoga mengerti akan hal itu dan berkata akan menungguku sampai aku mau berpacaran sama dia. Waktu berjalan sangat cepat hingga kami naik kelas tiga SMP. Hubunganku dengan Yoga masih berjalan baik-baik saja, masih sering chatingan dan telfonan. Selang beberapa waktu setelah duduk di kelas tiga sikap Yoga berubah drastis padaku, dia mulai jarang kasih kabar bahkan tak lagi telfonan yang sebelumnya menjadi rutinitas malam mingguku. Aku mulai mengenang kejadian yang membuatku sakit saat itu.

Hari itu aku ngumpul bareng ketiga sahabatku dari kelas satu SMP. Tiba-tiba Icha memberitahu kami jika dia sekarang punya pacar. Aku senang sekali kalo Icha punya pacar pasalnya dia orang yang menurutku sulit untuk ditaklukkan. Icha adalah sahabatku yang paling dekat denganku, dia selalu menjadi tempatku curhat tentang Yoga. Icha tak memberitahu kami siapa nama pacarnya. Cerita tentang Icha dan pacarnya berlalu begitu saja, kita saling bercerita satu sama lain hingga jam istirahat selesai dan kembali ke kelas masing-masing. Oh iya aku, Icha, Revi dan Fatma berbeda kelas saat kelas tiga ini, namun kami masih sering ke kantin bersama.

Saat pulang sekolah aku berniat menghampiri sahabatku itu. Ku lihat dari kejauhan mereka sedang ngobrol dan aku berniat untuk memberi kejutan mereka. aku diam-diam mendekati mereka dan langkahku terhenti saat aku mendengar nama Yoga disebut. Jantungku serasa berhenti berdetak saat mendengar Icha bilang kalau Yoga adalah pacarnya dan hubungan mereka sudah berjalan sekitar dua minggu. Aku pura-pura tidak mendengar apapun dan segera bergabung dengan mereka. Topik pembicaraan mereka tiba-tiba berubah, aku berusaha untuk tetap ceria di depan mereka meskipun sebenarnya aku ingin menangis sangat kencang dan ingin minta penjelasan mengapa mereka menutupinya dariku.

Sesampainya di rumah aku langsung masuk kamar dan menangis sejadi-jadinya karena hatiku sangat sakit. Bagaimana tidak, orang yang selama ini tahu bagaimana perasaanku terhadap Yoga, bahkan dia selalu mendukung akan keputusanku itu dan meyakinkanku jika Yoga akan setia menungguku ternyata diam-diam memiliki hubungan juga dengan Yoga. Aku merasa sangat bodoh, pasti dia sangat kasihan padaku saat aku menceritakan bagaimana hubunganku dengan Yoga. Oh Tuhan aku harus bagaimana? Mana mungkin aku menjauh dari sahabatku itu dan mana mungkin pula aku bisa melupakan Yoga. Aku menangis seharian hingga tertidur.

Hari-hari terakhirku di SMP berjalan dengan penuh topeng, aku yang ketika di sekolah menjadi anak yang ceria dan selalu tersenyum dengan setiap orang, namun ketika di kamar sendirian aku menjadi lebih sering sedih dan menangis. Seluruh keluargaku tak tahu akan hal itu sebab aku juga memakai topeng bahagiaku saat aku bersama mereka, aku tidak ingin membuat orang-orang yang ada disekitarku ikut sedih jika aku sedih. Semenjak itu kepalaku sering sakit lagi dan sering keluar masuk rumah sakit. Oh iya, sejak SD aku menderita vertigo dan sering pusing jika terlalu lama berada di bawah terik matahari atau ketika sedang memiliki banyak beban pikiran. Ibuku selalu menyediakan obat pereda rasa sakit untuk jaga-jaga jika pusingku kambuh.

Hari kelulusanku tidak ada yang istimewa meskipun aku mendapat nilai yang cukup memuaskan. Semua teman-temanku memberiku selamat padaku, seperti biasa aku memakai topeng tersenyum dan penuh kebahagiaan padahal aslinya aku ingin cepat-cepat pulang dan menjauh dari rasa sakit setiap kali melihat Yoga dan Icha bersama. Mereka mungkin mengira aku sudah melupakan Yoga karena aku selalu terlihat bahagia-bahagia saja saat kami berempat ngumpul dan ada Yoga yang menemani Icha. Mereka semua tidak pernah tahu apa yang selama ini aku rasakan. Aku tipikal orang yang susah dalam melupakan seseorang apalagi orang yang mengajarkanku rasa cinta itu. Aku sangat lelah.

“Dek!!” Aku terlonjak dari tempat dudukku saat kak Rey mengagetkanku.
“Apasih kak, bikin kaget saja” seruku pada kak Rey.
“Lagian sore-sore ngalamun, kesambet baru tahu rasa lu”
“Siapa yang ngalamun coba” elakku.
“Helleh, itu dari tadi dipanggil ibuk suruh bantuin masak”
“okee” jawabku dan segera bangkit dari dudukku dan menuju ibuku.

Tiba-tiba hatiku merasa sangat sakit sekali setelah mengenang masalaluku yang sampai saat ini belum juga hilang dari ingatanku itu, bahkan aku masih ingat setiap detailnya. Aku memasang wajah ceriaku lagi dan segera membantu ibuku memasak. Setelah beberapa saat kepalaku mulai pusing, ibu menyuruhku untuk segera minum obat dan beristirahat saja. Ku teguk obat pereda rasa sakit itu dan kuistirahatkan tubuhku. Selemah ini aku sekarang. Keluargaku selalu bertanya apakah ada masalah denganku dan aku selalu menjawab mungkin aku sedang kecapekan saja, Ibu mengingatkanku untuk tidak berpikir yang aneh-aneh yang mana itu juga akan berpengaruh pada penyakitku. Aku adalah orang yang tidak suka membagi kesedihanku dengan orang lain, karenanya aku selalu memendam setiap rasa sakit yang aku rasakan dan memakai topeng bahagia. Bahkan aku sekarang tak bisa membedakan mana senyum asli dan palsuku. Aku selalu berharap agar suatu saat nanti aku bisa menemukan seseorang yang bisa membuatku lupa akan rasa sakit di masa lalu, orang yang mau menerimaku dengan segala kekuaranganku.

Hari berjalan dengan sangat cepat, tak terasa aku sudah akrab dengan reza. Tak ada yang memulai perkenalan dulu, semua mengalir begitu saja. Tak jarang aku dan Reza saling berbalas pesan meskipun itu membahas tentang pelajaran. Dia orangnya baik dan enak diajak chatingan. Sepertinya Reza lupa dengan kejadia waktu MOS itu, pasalnya dia tak pernah menyinggung hal itu. Tak apa, setidaknya aku sekarang sudah dekat dengan dia meskipun hanya sekedar teman kelas biasa.

Yang tak satu orangpun tahu, sejak saat itu aku selalu kefikiran Reza. Namanya selalu muncul dalam otakku dan wajahnya selalu menghiasi mimpiku. Perlahan nama Yoga mulai pudar dalam ingatan. Aku tak tahu bagaimana perasaan Reza terhadapku nantinya, namun aku sudah lebih dari cukup bisa jadi temannya. Rasaku semakin hari semakin besar namun aku tak bisa mengungkapkannya, aku cukup sadar aku nggak pantes buat dia yang hampir mendekati sempurna itu, sainganku terlalu banyak. Mungkin takdirku hanya bisa mencintainya dalam diam, sebab dalam diam tak ada penolakan. Aku lebih takut lagi jika Reza tahu isi hatiku dia akan menjauh dariku dan aku tidak mau itu terjadi.

Untuk Reza: Terimakasih sudah datang dalam hidupku dan menjadi pelangi setelah badaiku yang lalu. Hadirmu menenangkanku dan senyummu membuatku melupakan rasa sakitku. Aku mencintaimu dalam diamku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

pelangi setelah badaikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang