7. Permulaan yang menyebalkan

6 0 0
                                    

Langkah kaki teratur bisa terdengar di koridor luar diikuti daun pintu yang terbuka perlahan. Seorang pria dewasa berperawakan tinggi dengan setelan tuxedo-nya berdiri di depan pintu, ia mengedarkan pandangannya sejenak ke seluruh penjuru kelas. Melihat para murid yang menatapnya dengan penasaran dia langsung berjalan ke meja miliknya

Suara beturan antara sepatu dan lantai yang dihasilkan dari setiap langkah kaki yang ia ambil menjadi satu satunya sumber suara di dalam kelas yang sunyi. Sementara seluruh proses disaksikan oleh pandangan serius para murid yang tidak lepas darinya.

Tepat di depan papan tulis, ia mengambil spidol hitam yang dibawanya lalu menuliskan rangkaian kata yang membentuk sebuah nama.

"ALAN FAHREZA." Adalah apa yang tertulis dengan huruf besar di papan tulis hitam tersebut.

"Selamat pagi semuanya. Perkenalkan nama saya Alan Fahreza, yang akan menjadi wali kelas kalian hingga satu tahun kedepan." Ujarnya dengan ramah memecah kesunyian dengan sedikit senyum di wajahnya yang tampan

Pak Alan, salah satu guru tertampan dan paling di minati sesuai dengan voting para murid perempuan. Bahkan rumor mengatakan kalau dia masih mencari pendamping yang sesuai.

"Kalau aku memanggil Al, kira-kira siapa yang akan menoleh ya?" Pikir Dio

"Baiklah sebelum melanjutkan, bapak ingin berkenalan dengan kalian satu persatu. Nama yang bapak panggil silahkan berdiri dan memperkenalkan diri." Pak Alan duduk di mejanya sementara dia membuka map berisi nama para siswa di kelas

"Mmn, absen pertama adalah Alvin-"

Berbeda dengan siswa lain yang memperhatikan dengan serius teman temannya yang sesang mengenalkan diri. Al justru memandang ke luar jendela, seperti dia sama sekali tidak tertarik dengan adegan klise ini. Dapat dilihat betapa dia merasa bosan dengan arah kemajuan ini yang tidak pernah berubah sejak SD, SMP, atau SMA. Namun melihat mayoritas dari teman kelasnya sangat antusias dengan pengenalan diri semacam ini Al hanya bisa menghela nafas.

Tangan kirinya menyangga bawah pipi dan jari tangan kanan mengetuk meja menghasilkan suara seirama yang monoton. Sementara pikirannya berjalan cepat secara acak tentang apapun yang dilihatnya

"Burung pipit, burung gereja, dan burung pleci kenapa memiliki bentuk kecil yang sama ya?" Pikir Al saat melihat sekelompok burung pipit yang hinggap di pohon.

"Mirip— benar juga! kenapa semua hewan memiliki wajah yang mirip?" Seperti telah menemukan hal yang kontroversial dia sedikit menegakkan tubuhnya tanpa sadar

"Seperti buaya, kambing, ikan. . . bukankah mereka terlihat sama saja? Sementara yang membedakan hanya ukuran dan warnanya saja. . ."

"Bagaimana jika ikan bisa terbang dengan siripnya? Bukankah langit ini akan menjadi lebih indah oleh keberadaan mereka." Al membayangkan burung pipit itu menjadi seekor ikan yang bersayap.

"Apakah seekor ikan bisa meihat udara layaknya penghuni darat melihat air?" Pikirnya lagi yang sudah terbenam semakin dalam oleh hayalannya

"Aku jadi ingin terbang..." Ia terus saja melihat sekelompok burung tersebut dengan segala imajinasi di kepalanya. Seperti bisa merasakan tatapan Al, salah satu dari burung itu menoleh ke arahnya dan berkicau.

"Ali Farel. . ." Sebuah suara memanggil.

"Ooh, dia bisa berbicara kepadaku!" Batin Al dipenuhi dengan berbagai macam prasangka

"Hei! Kau bisa mendengar telepati dari-" Khayalannya terputus, dan semua yang dilihatnya menghilang saat seseorang menepuk lengannya

"Al sadarlah, sekarang giliranmu." Ucap Claude mengingatkan dengan suara pelan

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 20, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Flying HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang