1 | pioggia

253 15 12
                                    

Aiza baru menyelesaikan piket kelasnya dan kini dia berjalan menuju pintu keluar sekolah. Sekolah memang sudah terlihat sepi, hanya beberapa siswa dan guru yang masih ada seperti siswa yang ikut ekskul atau guru yang memiliki pekerjaan tambahan.

"AIZA!!"

Mendengar seseorang yang meneriaki namanya di lorong sekolah membuat Aiza menghentikan langkahnya lalu membalikkan badan dan melihat Bokuto yang berlari ke arahnya.

Terlihat ekspresi bingung di wajah Aiza karena seingatnya tidak ada ekskul bola voli hari ini. "Ada apa Koutaro?" tanyanya pelan.

"Mari pulang bersama! Tadi aku menunggumu di depan kelas dan saat aku pergi ke toilet sepertinya Aiza sudah pergi dari sana," jelas Bokuto dengan nada ceria biasanya.

"Tentu, maaf sudah membuat Koutaro menunggu."

Bokuto menggelengkan kepalanya, "tidak perlu minta maaf, Aiza! Seharusnya aku memberitahumu."

"Kenapa Koutaro tidak bilang kalau begitu?" Aiza kembali berjalan dan kali ini Bokuto mengikuti langkahnya dengan berjalan di samping gadis berambut putih itu.

"Kejutan tentunya! Semua orang suka kejutan, Aiza juga suka, iya 'kan?"

Aiza menganggukkan kepalanya pelan; menyetujui perkataan Bokuto. "Tetapi, aku tidak terkejut sama sekali."

Sekilas rambut Bokuto terlihat agak turun begitu juga dengan perasaannya yang sedikit sedih. "Aiza tidak seru. Aku ingin membuatmu tersenyum dengan kejutanku."

Aiza menoleh ke arah Bokuto lalu lalu ujung bibirnya terangkat sedikit, senyum kecil yang mampu melelehkan hati. "Tidak perlu membuat kejutan untuk membuatku tersenyum, Koutaro."

Bokuto yang melihat senyuman Aiza itu menyentuh dada kirinya agar terlihat lebih dramatis. Kenyataannya, dia memang mudah terkena serangan panah hati ketika melihat senyuman Aiza.

"Senyuman Aiza sangat terang."

Kedua pipi Aiza merona malu mendengarnya lalu bibirnya membentuk garis lurus. Memperlihatkan wajahnya yang terlihat dingin itu, namun tidak seperti jiwanya.

Ketika sudah di luar, keduanya secara bersamaan melihat ke atas langit yang terlihat mendung dan bisa ditebak jika hujan akan segera turun. Aiza padahal sudah melihat ramalan cuaca tadi pagi kalau hari ini akan cerah.

"Aku tidak bawa payung hari ini. Bagaimana dengan Aiza?"

Keluar helaan nafas pelan lalu Aiza menggelengkan kepalanya. "Aku juga tidak membawa payung."

"Kalau begitu kita berjalan lebih cepat dan mencari tempat teduh kalau hujannya turun bagaimana?" ajak Bokuto yang kini selendang tasnya dia taruh di depan dahinya.

"Kenapa buru-buru?"

"Bukannya Aiza selalu membantu paman di toko? Aku ingin mencicipi salah satu roti di sana, jadi ayo!" Bokuto menggandeng tangan Aiza dan meremasnya lembut.

Aiza yang ditarik pelan oleh Bokuto itu harus menyesesuaikan langkah kakinya yang tidak selebar milik Bokuto. Aiza merasakan wajahnya menghangat melihat punggung lebar Bokuto yang memimpin jalannya dan tangan mereka yang saling berpegangan takut jika terpisah.

Kedua manik hijau Aiza berkedip cepat ketika merasakan hidungnya terkena tetesan lalu setelahnya dia sadar kalau hujan mulai turun.

"Aiza kita berteduh di sana!"

Bokuto sedikit mempercepat larinya agar keduanya tidak basah dengan air hujan yang secara cepat turun deras. Mereka berteduh di salah satu halte bus yang kosong.

"Kita harus menunggu hujannya reda," gumam Aiza yang masih bisa didengar Bokuto.

Kedua tangan mereka terlepas. Iris emas tajam Bokuto melihat ke jalanan yang terlihat putih saking derasnya hujan. "Iya, apa masih sempat untuk membantu paman di toko nanti?"

Aiza duduk dibangku yang sudah tersedia di sana dan menaruh tasnya di atas pangkuannya. "Masih sempat. Aku berharap hujannya tidak lama," jawab Aiza lalu menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga.

Bokuto ikut duduk di samping Aiza dan tasnya dia taruh di sisinya. Selama beberapa menit mereka tidak berbicara. Suasana tenang ini menimbulkan rasa nyaman bagi keduanya. Suara rintikan hujan itu menjadi obat penenang hati. Ditengah ketenangan itu, hembusan angin yang lumayan kencang itu membuat Aiza sedikit menggigil.

Bokuto yang menyadari Aiza kedinginan. Mencari jaket tim bola volinya yang selalu dia bawa ke sekolah. Tenang saja, dia selalu mencucinya setiap hari.

"Aiza pakai ini." Bokuto menyerahkan jaket timmya ke gadis yang ada di sampingnya itu.

"Tidak perlu, Koutaro. Nanti basah terkena cipratan air hujan," tolak Aiza halus.

Bokuto yang tentunya keras kepala itu meraih tangan Aiza yang lebih kecil darinya lalu memberikan jaketnya. "Aku tidak ingin Aiza terkena sakit, oke? Lagipula aku tidak peduli jika basah yang aku pentingkan itu Aiza," jawab Bokuto dan senyumannya mataharinya itu berhasil menunjukkan rona merah dikedua pipi Aiza.

"Terima kasih, Koutaro. Aku akan mencucinya," ucap Aiza mengalah lalu memakaikan jaket yang pastinya terlihat kebesaran ditubuhnya.

Bokuto terkekeh melihat Aiza yang memakai jaketnya. "Aku akan mencucinya, tidak perlu khawatir!" sikut Bokuto bertumpu pada lututnya dan pandangannya masih tidak terlepas dari Aiza yang kini menatapnya dengan kedua manik hijaunya itu.

"Aiza imut memakai jaketku."

Tidak disangka mendapatkan pujian dari Bokuto, Aiza meluruskan pandangannya untuk menghindari kontak mata dengan Bokuto. Meski wajahnya semakin menghangat akibat dari pujiannya.

"Terima kasih."

Bokuto menegapkan badannya dan hujan yang tadi terlihat deras itu kini sudah mulai reda. Bokuto melihat Aiza yang sudah berdiri dari tempat duduknya.

"Hujannya reda lebih cepat dari yang diperkirakan, ya?"

"Benar, padahal terasa sebentar," ucap Aiza lalu keduanya melanjutkan perjalanan pulang.

Bokuto menaruh kembali tas selendangnya di depan dahi. "Oh! Mungkin saja karena kita bersama-sama tadi."

Aiza menoleh ke samping dimana Bokuto yang memperlihatkan ekspresi senangnya. "Karena kita bersama?"

"Iya! Orang bilang ketika menghabiskan waktu dengan orang yang kau sayangi, waktu yang berputar terasa cepat," jelas Bokuto.

Aiza kembali menatap ke jalanan. "Orang yang disayangi, ya?" gumamnya pelan.

"Hmm! Aiza 'kan orang yang aku sayangi, aku paham sekarang arti dari kalimat itu."

Aiza tersenyum kecil mendengarnya. Apa yang dikatakan Bokuto itu memang benar. Siapa sangka pemuda yang hampir memperlihatkan ciri khas burung hantu ini mampu membuat hatinya terasa senang?

"Kalau begitu, mari buat waktu yang kita habiskan berharga."

――――――――――

Total words : 902
Present to : mbakaiza

𝐆𝐞𝐥𝐚𝐭𝐨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang