Bab 1

192 34 3
                                    

"Bye, Princess."

Klik!

Akhirnya, Naira pun bisa mendesah lega usai panggilan itu berakhir. Ia pun menghempaskan punggung pada sandaran kursi taman, yang sedang diduduki saat ini.

"Kenapa? Anak lo ngerajuk lagi?" tanya Nissa.

Satu-satunya orang yang masih mau berteman dengan Naira, setelah semua identitasnya terbongkar satu tahun ini. Juga, satu-satunya orang yang tahu akan perjanjian konyol yang telah Naira buat dengan seorang pria. Anehnya, bahkan sampai sekarang pun Naira tidak mengetahui wajah, dan namanya.

Ya! Usai berpikir cukup lama, Naira Akhirnya memutuskan bersedia membantu Daddy-nya Princess sebagai Mommy pura-puranya.

"Kenapa harus saya, Pak?" tanya Naira setelah mendapat tawaran dari sang ayah si anak yang tiba-tiba memanggilnya Mommy waktu itu.

"Saya juga tidak tahu. Anak saya yang sembarangan tekan nomor telepon dan nyambungnya ke kamu," balas pria itu sama bingungnya dengan Naira.

"Ck! Saya ini masih muda, Pak. Bahkan lulus kuliah aja belom. Ini baru mau skripsian. Lalu? Bagaimana saya bisa jadi Mommy anak Bapak?" tanya Naira masih butuh keyakinan.

"Itu tidak jadi masalah. Kamu tidak harus bertemu dengan Princess setiap hari. Hanya cukup menerima teleponnya saja, setiap dia menghubungi dan memberikan motivasi, agar dia mau diobati."

Simple, sih! Cuma ....

"Saya masih bingung, Pak. Ini beneran atau cuma prank, sih?" tukas Naira yang masih ragu.

Tentu saja, ini seperti dalam cerita sebuah novel. Ya, kan?

"Saya mohon! Berapa pun yang kamu mau sebagai bayaran, akan saya penuhi."

"Loh kok jadi maksa?"

"Bukan memaksa. Saya hanya ... benar-benar butuh bantuanmu," ucap pria itu lagi dengan nada setengah memohon.

"Tapi, Bapak nge-prank, bukan?" tanya Naira tak serta merta luluh.

"Waktu saya terlalu berharga untuk melakukan hal konyol itu, Women!" bantah ayah si bocah. "Saya sudah bilang. Jika perlu, saya akan membayar kamu untuk jasa kamu itu," tambah pria itu sungguh-sungguh.

"Bapak mau membeli saya?" tanya Naira curiga.

"Memang kamu bisa dibeli?" Pria itu malah bertanya balik.

"Tentu saja tidak. Saya bukan barang, Pak!" protes Naira tiba-tiba kesal.

"Lalu? Kenapa kamu menuduh saya ingin membeli kamu?" tanya Pria itu lagi.

"Tapi, kan, Bapak bilang tadi mau bayar saya?"

"Bayar jasa kamu tepatnya," ralatnya kemudian.

"Kok ngeri ya denger bahasa Bapak? Saya jadi merasa jadi wanita bayaran."

"Memang!"

Eh?

"Kamu, kan, memang akan saya bayar asal mau pura-pura jadi Mommy-nya Princess."

Bener juga, sih?

"Tapi-"

"Please, Women! Saya nggak punya banyak waktu. To the point aja. Kamu bersedia atau tidak menjadi Mommy pura-pura buat anak saya?"

"Lah? Kok Bapak malah jadi ngancem?"

"Saya tidak bermaksud mengancam kamu," kilah si Pria asing itu tak terima. "Saya hanya langsung ke intinya saja. Soalnya saya memang tak punya waktu banyak saat ini. Begitu pun Princess. Setelah ini dia harus menjalani pemeriksaan kesehatan, untuk kesediaan operasi nanti. So, please ... jangan mempersulit saya," jelas pria tersebut dengan sungguh-sungguh.

Kedengarannya, sih. Ini pria serius!

Naira pun terdiam cukup lama setelahnya, coba mencerna, dan memikirkan semuanya secara lebih dalam. Sampai ....

"Women? Please ...."

"Naira! Nama saya Naira, Pak. Jadi please jangan panggil saya dengan sebutan women lagi," tolak Naira mulai risih dengan panggilan si bapak yang pastinya bule itu.

"Oh, Oke! So, gimana, Naira? Do you-"

"Uhm ... memang Bapak mau bayar saya berapa?" Naira mencoba bertanya lagi.

"Kamu maunya berapa?"

Kebiasaan ya? Kalau ditanya, suka tanya balik. Sebel deh!

"Wah, pasti Bapak orang kaya ya?" Naira malah jadi ingin menggoda si pria bule.

"Tidak juga!" bantah pria itu dengan cepat. "Hanya saja ... jika untuk Princess, saya rela melakukan apa pun. Termasuk menjual ginjal saya untuk bisa bayar kamu," terang Ayahnya bocah cilik itu, yang ternyata bernama Princess.

"Wih! Ngeri juga!" ujar Naira tiba-tiba merinding. "Bapak serius?" tanya Naira lagi meminta keyakinan.

"Tentu saja." Pria itu pun memberikan keyakinannya. Membuat Naira semakin galau.

"Wom-uhm, I mean ... Naira. So, bagaimana?" tuntut Ayah Princess lagi.

"Saya ngeri kalau Bapak bawa-bawa jual ginjal." Naira berkata Jujur. Membuat orang yang sedang meneleponnya berdehem canggung.

"Oke, lupakan soal ginjal itu." Pria itu mencoba mengalah. "Kalau begitu, sekali lagi saya tanya. Kamu-"

"Oke, Pak. Saya bersedia!" jawab Naira cepat.

"Hah?! A-apa?" Orang di seberang sana pun, jadi kaget bercampur bingung mendengar jawaban Naira.

"Ck! Saya bilang, saya bersedia, Bapak." Naira mengulangi keputusannya. "Saya mau jadi Mommy pura-pura buat Princess!" tegas Naira.

"Are you sure?"

"Ya!" jawab Naira yakin. "Toh, cuma jadi Mommy di telepon aja, kan? Nggak harus jadi Mommy benerannya?" lanjut Naira meyakinkan perjanjian ini.

"Ya! Ya! Tentu saja," jawab Ayah Princess antusias. "So ... berapa bayaran yang kamu mau, untuk jasa kamu ini?" tanyanya lagi.

"Terserah. Semampu Bapak saja," jawab Naira dengan jujur.

"Maksudnya?"

"Ck, saya nggak bisa patokin harga di sini, Bapak! Karena ini pertama kalinya buat saya jual jasa seperti ini? Udah gitu, saya juga nggak sampai hati nyuruh Bapak jual ginjal seperti yang dikatakan tadi. Soalnya, saya merinding bayanginnya. Jadi, semampu Bapak aja," terang Naira dengan tulus.

"Kamu yakin?"

"Tentu!"

"Oke, deal!"

"Deal."

Itulah sepenggal cerita, tentang percakapan Naira dengan Daddy-nya Princess. Sebelum perjanjian konyol ini dibuat.

Mommy Untuk PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang