Prolog

370 43 6
                                    

“Hallo?”

“Hallo, Mommy ....”

Hah?

“Mommy ke mana aja? Kenapa nggak pulang-pulang? Aku kangen sama Mommy.” Naira tertegun cukup lama. Saat mendengar sebuah suara gadis kecil, di seberang sana dalam bahasa Inggris yang fasih, tapi ....

Apa katanya barusan? Mommy? Siapa yang dia panggil Mommy?

Naira?

Lah, nikah aja Naira belum kok. Bagaimana bisa Naira jadi Mommy?

“Uhm ... maaf ya? Kamu kayanya salah nomor deh? Saya bukan Mommy kamu,” jawab Naira seramah mungkin, dengan bahasa Inggris juga.

“Nggak! Nggak mungkin salah! Ini nomor Mommy aku! Kamu Mommy aku, kan? Mom, pulang dong. Aku kangen.” Namun, gadis itu malah menangis tersedu di sana. Membuat Naira bingung harus melakukan apa sekarang.

“Aduh ... tapi saya beneran bukan Mommy kamu. Maaf ya? Kamu kayaknya beneran salah sambung, Sayang.”

“Nggak! Nggak mungkin! Kamu Mommy aku! Mommy aku!” Naira pun refleks memijat keningnya yang tiba-tiba pusing, karena mendengar kalimat bersikukuh dari gadis yang ... entah siapa namanya.

Ini pasti prank!

“Maaf! Maaf banget, Nak. Cuma saya beneran bukan Mommy kamu. Saya bahkan belum menikah. Jadi bagaimana mungkin saya bisa jadi Mommy kamu?”

“Tapi, Mom—”

“Sekali lagi maaf ya, Nak? Kamu salah sambung. Bye ....”

Tut ... tut ... tut ....

Malas meladeni salah sambung nggak jelas itu, Naira pun langsung memutuskan panggilan itu secara sepihak. Akan tetapi, tak lama kemudian, ponselnya kembali berdering dengan nomor yang sama, seperti tadi.

Inginnya, sih, diabaikan saja atau ditolak. Hanya saja, entah kenapa jari Naira malah mengkhianatinya, dan menggeser tombol hijau di sana.

“Nak, saya sudah bilang, kan? Saya bukan Mommy kamu. Kamu salah sambung. Coba kamu—”

“Saya tahu!”

Eh? Kok, suaranya beda?

Kali ini kok lebih serak dan berat. Mirip suara pria. Lah, kok bisa?

“Saya mohon. Kamu mau berpura-pura jadi Mommy-nya anak saya sebentar saja, karena dia butuh itu sebagai penyemangatnya. Supaya dia mau dioperasi dan menjalani kemo.”

Deg!

“Operasi? Kemo?” beo Naira tanpa sadar.

“Iya.” Namun, pria asing di seberang sana malah mengiyakan ucapan Naira. Membuatnya semakin bingung.

Terus hubungannya sama Naira apa?

Akan tetapi, setelah itu, suasana malah tiba-tiba hening dia antara mereka. Naira kira, panggilannya sudah diputuskan oleh orang di seberang sana. Ternyata, saat Naira melihat layar ponselnya, sambungan telepon itu masih berjalan.

Lalu, kenapa orang itu diam saja?

“Ha-halo, i-ini sebenernya maksudnya apa ya? Uhm ... maksud saya—”

“Anak saya menderita leukimia stadium tiga.”

Eh?

“Dia harus segera dioperasi dan menjalani kemo untuk bisa tetap bertahan. Cuma ... dia tidak mau melakukan itu, sebelum bicara dengan Mommy-nya. Sementara Mommy-nya sendiri ... sekarang sudah—”

“Sudah?” kepo Naira.

“Meninggal sejak melahirkannya.”

Astaga!

“Itulah alasannya. Saya mohon. Kamu mau, kan, pura-pura jadi Mommy-nya untuk sementara aja? Saya janji, ini nggak akan lama.” Pria asing itu melanjutkan ucapannya, yang sukses membuat hati Naira mencelos begitu saja.

Kasihan sekali anak tadi.

“Tapi—”

“Saya bahkan tidak keberatan, jika kamu meminta bayaran untuk semua ini. Asal kamu bisa membujuk anak saya agar mau menjalani operasi dan kemo.” Belum sempat Naira mengajukan penolakannya lagi, pria asing itu sudah memotongnya. Dengan sebuah tawaran yang sukses membuat Naira bungkam seketika.

Bagaimana ini?

Mommy Untuk PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang