[ TELAH TERBIT ]
( a.n ) : Kata gengsi, menjadi sebuah dinding penghalang bagi Nai untuk mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya pada sahabatnya. Ricky.
𐇯 credits : lleuiver.
𖤣 panjang kata : ±500
𖦥 . i : n.riki edition
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kebiasaan banget kalian berdua. Lain kali jangan terlambat lagi!" bentak seorang siswi dengan rambut panjang diikat dan juga mata yang sayup, Yui. Gadis itu menatap keduanya sinis sementara dua teman yang ditegur, Ricky dan Nai, justru memilih pura-pura tak mendengar. Ricky dan Nai sengaja terlambat karena terlalu malas untuk berdiri di barisan terlalu lama. Keduanya berhasil menyelinap tanpa diketahui siapa pun.
Senin pagi ini menjadi hari pertama mereka setelah libur kenaikan kelas yang panjang. Semua siswa-siswi antusias karena kelas mereka akan di tentukan hari ini, meski begitu, banyak dari mereka yang khawatir berpisah dengan teman baiknya. Namun, sepertinya berbeda dengan siswa-siswi yang naik kelas yang sudah terbiasa dengan hal ini karena tahun kemarin mereka juga sudah melaluinya. Di luar kata antusias banyak yang datang terlambat karena tahu saat-saat seperti tak terlalu banyak yang mengawasi.
Ricky menyenggol lengan Nai. "Woy, kita sekelas lagi, enggak, ya?" Ricky bertanya-tanya. Jarinya ia ketukkan di dagu dengan ekspresi yang dibuat-buat seolah berpikir.
Nai mengangkat bahunya. "Gak tahu. Dih, gue pengen sekali aja gak sekelas sama lo!" Nai berucap sembari mengipasi dirinya yang kepanasan selepas berlari bersama Ricky dari arah parkiran.
Ricky menoleh menatap Nai dengan matanya yang memelotot. "Gak bisa, Nai, sumpah gak bisa gue." Ricky panik bahkan sampai tubuhnya tak bisa diam. "Nanti yang rautin pensil gue siapa? Nanti yang kasih contekan gue, siapa?" Ricky tambah panik lagi ketika memikirkan kedepannya tak akan ada yang melakukan hal-hal seperti itu secara percuma seperti Nai.
Nai menggelengkan kepalanya heran. "Sekali-kali lah, Ki! Seumur-umur gue bareng sama lo terus. Lagi pula nih ya, gue gak selamanya sama lo kan?" cibir Nai sembari membuka bungkusan permen lalu memakannya.
Ricky menepuk kepala Nai. "Walau nanti beda kelas tetap jadi sahabat aku, ya?" ucap Ricky lembut bahkan lelaki itu mengusap kepala Nai dengan gemas.
Nai melirik Ricky malas. "Tangannya bisa gak sih, gak gitu?" sungut Nai "Emang ada ya yang bisa buat kita gak sahabatan lagi?" Nai agak mendekat pada Ricky.
"Enggak deh kayaknya," jawab Ricky. Laki-laki itu lalu menunjukkan jari kelingkingnya. "Gak terhitung dari kecil gue sama lo udah beberapa kali buat janji. Gue bukan tipikal orang yang ingkar janji ya," ucap Ricky sembari ingin tertawa sendiri ketika mengingat-ingat janjinya dengan Nai.
Semua murid duduk setelah mendapat instruksi dari kepala sekolah, saat-saat seperti ini tentu tak sedikit yang mengeluh karena panas lah atau lamanya kepala sekolah menjelaskan. Dibuktikan dengan kericuhan yang terjadi siswa-siswi lebih memilih berbincang daripada mendengarkan, mereka hanya cukup menunggu giliran daftar nama kelas mereka yang dibacakan lalu memperhatikan kepala sekolah.
Atensi mata mereka teralihkan ketika mendengar kepala sekolah menyebut kelas 11-4, kelas Nai dan Ricky. Kepala sekolah membacakan daftar nama siswa kelas 11-4 beserta alokasi kelas baru mereka di kelas 12. Siswa kelas 11-4 segera fokus mendengarkan nama mereka dibacakan satu per satu. "Yuiere Ratherin 12-3, Serin Min 12-3, Juan Aditama 12-7," ucap kepala sekolah tak ada selanya ditelinga Ricky dan Nai.“Kebiasaan banget kalian berdua. Lain kali jangan terlambat lagi!" bentak seorang siswi dengan rambut panjang diikat dan juga mata yang sayup, Yui. Gadis itu menatap keduanya sinis sementara dua teman yang ditegur, Ricky dan Nai, justru memilih pura-pura tak mendengar. Ricky dan Nai sengaja terlambat karena terlalu malas untuk berdiri di barisan terlalu lama. Keduanya berhasil menyelinap tanpa diketahui siapa pun.