-
Ricky menalikan tali sepatu futsalnya. Ia sudah mengenakan jersey futsalnya dan membawa apa yang telah Bunda Jena siapkan. Nai ikut menemani Ricky. Gadis itu meminjam pakaian Bunda Jena untuk dipakai karena takut jika seragamnya menjadi kotor karena besok masih akan dipakai.
Seperti biasa, setiap sore pasti calon menantu keluarga Azhar akan berkunjung ke kediaman mereka. Tentu saja kekasih dari Yidan, Yeva Aulani. “Bunda Jena, makasih buat kue jahenya yang kemarin. Bundanya Yeva, suka banget sampai aku gak dikasih. Kuenya juga cantik-cantik." Yeva tersenyum hangat sembari membantu Bunda Jena untuk menata piring-piring yang sudah dicuci ke dalam rak penyimpanan.
Bunda menoleh dengan bingung. “Loh bunda gak ada buat kue jahe tuh? Bunda aja gak ngerti cara buatnya. Kamu dapet dari Yidan?"
Begitu mendengar pengakuan dari bunda, Yeva langsung menunjukkan foto kue jahe yang ia maksud melalui handphone. Melihat itu, bunda langsung mengangguk paham. "Coba tanya ke Abang Yidan, bunda kaya pernah liat yang mirip, Kak. Tapi, bunda gak yakin, sih," ucap bunda seraya menerima piring yang dibawa Yeva untuk disimpan.
Mendengar datang dari bunda membuatnya mengangguk setuju, perempuan itu langsung menuju ke ruang tengah menemui kekasihnya. "Yidan!" panggil Yeva seraya mendekat pada Yidan.
"Apa, sayang?" Yidan menjawab. Ia menatap Yeva dengan lembut.
Sedangkan Ricky dan Nai yang ada di sana menanggapi mereka dengan saling tersenyum mengejek.
Tepat pada wajah Yidan, Yeva menunjukkan jepretan foto kue jahe yang kemarin dibawakan kekasihnya itu. "Ini dapet dari mana? Aku tanya ke bunda ternyata bukan bunda yang buat." Yeva langsung menanyakan kebingungannya. "Bunda aku suka banget, pengen lagi. Terus aku juga belum sempet icip, kata bundaku kue jahenya lucu banget," tambah Yeva dengan antusias.
"Buatan curut belagu, bocah ingusan yang ditemuin di got sama mamanya!" jawab Yidan. Laki-laki itu menunjuk Nai dengan dagunya sembari mengeluarkan panggilan nista untuk Nai.
Merasa kurang suka dengan apa yang diucapkan oleh Yidan, Nai langsung memelototi Yidan. Nai mengepalkan tangannya, siap memukul Yidan kapan saja. Ia mendekat dengan kepala tertunduk, seolah ingin mengeluarkan segala kekuatannya.
Hanya bisa tertawa melihat hal ini, Yeva membiarkan Nai memberi pelajaran pada Yidan. Toh ucapannya juga sudah keterlaluan.
Di sini Yidan sudah siap dengan perisainya yaitu bantal sofa. Ia ketakutan, menantang Nai seakan menantang singa. Yidan jelas menyesal, sebelumnya apa yang dia perkiraan Nai tak akan semarah ini.
Seolah mendukung sebelumnya, Ricky yang melihat Nai berhenti memukuli Yidan langsung kecewa. "Kok udahan? Lagi dong biar si paling turunan anak Ayah Tama kapok!” Merasa belum puas Ricky kembali menyuruh Nai memukul Yidan lagi.
"Udah … udah cukup, kok, Ki. Liat aja Kak Yeva ketawa sampai geleng-geleng kepala begitu. Secara gak langsung kan, Kak Yeva minta gue udahan buat pukul Abang Yidan,” ucap Nai sambil menunjuk pada Yeva yang sebelumnya tertawa. Gadis itu tahu bila Yeva juga tak tega jika Yidan dipukuli seperti itu olehnya.
Melihat ke arah mereka yang sudah siap, Yeva langsung mengambil tasnya. "Ini berangkat, kan? Di grup chat Saga udah koar-koar kaya bocah kelaparan." Yeva menanyakan dengan masih menatap layar handphone-nya.
"Ya udah, ayo! Jangan salahin Ricky, ya, Nai. Kalau ngebut emang keburu, soalnya Saga orangnya gak sabaran." Yidan menjelaskan membuat Nai mengangguk paham.
"Nai, kapan-kapan ajarin aku buat kue, ya. Sama sekalian cara menghiasnya! Kamu tahu, kan. Keluarga Azhar suka kue,” ucap Yeva sembari menyenggol lengan Nai.
Kemudian gadis itu tersenyum pada Yeva. "Boleh, tapi tungguin Nai jadi juara dulu, Kak Yeva. Menurut Nai kalau belum jadi juara belum bisa ngajarin siapa-siapa," ucap Nai sambil terkekeh kecil menertawai dirinya.
Tiba-tiba Yeva teringat akan suatu hal. "Kamu ikut dong, even itu, kakak lupa nama event-nya. Diingat-ingat sehari sebelum turnamen SMA kamu sama SMA sebelah timur, ya?" Yeva berbasa-basi. Gadis itu memang suka bercerita pada Nai yang selalu menangapinya dengan baik. Saat pertama kali bertemu pun Nai sudah membuatnya merasa nyaman.
Ricky dan Yidan mengeluarkan motornya masing-masing dari bagasi, menyalakan mesin kendaraannya. Yidan menengok ke belakang mengisyaratkan agar Yeva segera duduk di jok belakang, berbeda dengan Nai yang langsung naik ke jok belakang motor Ricky saat laki-laki itu menyalakan mesin kendaraannya.
Nai berpegangan pada Ricky erat-erat, takut bila laki-laki itu marah jika ia tak melakukannya.
Langit senja yang berwarna oranye keunguan bercampur dengan sejuknya semilir angin menambah kesan untuk sore ini ditambah dengan wajah manis Nai menjadikan kombinasi yang pas. Sama-sama memberikan kedamaian. "Nai, gue ngebayangin ...,” ucap Ricky yang terdengar digantung.
"Ngebayangin apa? Lo kalo ngomong yang jelas, lah. Tolol," umpat Nai yang merasa penasaran. Gadis itu mengerutkan keningnya bingung.
Ricky maupun Nai sudah terbiasa akan hal ini, berbincang ketika berada di atas sepeda motor. Mereka bisa mendengar dengan jelas satu sama lain. Mereka juga berpikir itu karena ikatan mereka yang kuat sampai membuat mereka mudah untuk saling mendengarkan. Namun, faktanya karena mereka berbicara terlalu kencang sampai Yidan dan Yeva yang ada di depan mereka pun mendengar apa yang mereka bicarakan.
Sudut bibirnya terangkat begitu saja, dengan mata berbinar juga pipi yang merah merona. Ia malu-malu untuk mengatakannya. "Ngebayangin … sore begini sama istri gue nanti. Tapi dipikir-pikir susah juga, ya. Cari istri kaya lo," sambung Ricky salting.
Menghembuskan napasnya panjang. Nai tak suka pada Ricky yang terus berhalusinasi tentang istri padahal impiannya saja belum terwujud. “Fokus ke impian lo dulu, Ki. Mau istri kaya gue ya harus berusaha sampai berhasil karena gue gak suka sama orang yang enggak nepatin janjinya. Lo pernah janji ke diri lo sendiri harus berhasil buat mewujudkan mimpi lo. Tepati janji lo dulu baru cari istri yang kaya gue!" ucap Nai seraya turun dari sepeda motor mengetahui mereka sudah sampai tujuan.
Mendengar ucapan Nai membuat Ricky tersenyum hangat lalu menepuk-nepuk kepala Nai dengan lembut. "Iya deh, kan soang kalo gak dituruti bisa marah sampai nyosor orang," ejek Ricky sambil tertawa membuat Nai yang sebelumnya tersenyum kini cemberut.
Kondisi lapangan futsal terlihat bersih dengan wangi cat yang masih tercium dengan jelas, dapat disimpulkan lapangan ini baru dibuka untuk publik. Lapangan ini juga sepi, mungkin karena hari mulai gelap, sekitar lapangan ini pun hanya permohonan bambu.
Hanya satu orang selain tiga orang yang dikenal Ricky, sepertinya orang ini yang bernama Saga. Laki-laki berlesung pipit yang memiliki tinggi sekitar 185 cm itu memiliki tipe wajah yang manis. Hal yang pertama yang dinilai dari Ricky dan Nai dari Saga, apa benar laki-laki di depan mereka ini mahir dalam futsal?
Tatapan tajam dari Saga membuat Nai tak nyaman, benar-benar definisi don’t judge book form the cover. Buktinya Saga berwajah manis, tapi dari tatapannya saja sudah menjelaskan bahwa Saga orang yang gampang marah.
Tahu Saga yang pada dasarnya tak sabaran membuat Yidan menghampirinya, kemudian laki-laki itu berbincang pada Saga sebentar tentunya meminta maaf atas keterlambatan mereka. Setelah selesai membuat Saga meredakan amarahnya. Lalu laki-laki itu menunjuk ke arah Ricky.
"Woy bocah lemah! Pacaran aja. Katanya mau latihan? Pacarannya nanti lagi." Saga berucap dengan berteriak dengan satu bola yang sudah ia lemparkan pada Ricky.
Sedangkan Nai dan Yeva mematung melihat bola yang mendarat di kepala Ricky cukup kuat, jika itu mereka pasti sudah menangis.
Memelotot heran, Yeva dan Nai merasa tak percaya apa yang barusan Saga lakukan. Saga bukan hanya tidak sabaran, tetapi juga suka mengintimidasi. Kalau yang dilatih bermental setipis lembaran kertas pasti akan membayangkan Saga seperti mimpi buruknya.
Dengan kepala yang pening Ricky langsung berdiri, lalu mengelus-elus kepalanya yang terasa sakit sehabis terkena lemparan bola dari Saga. "Bukan pacar gue, kita just friend, ya. Brother!" Ricky langsung menjelaskan sembari melempar bola ke arah Saga. "Latihan futsal ya latihan futsal, lah. Bang. Bukan mental duluan yang diuji, kenalin Ricky. Daripada adik sih lebih baik gue ngenalin diri sebagai orang yang selalu terbully oleh dia yang jahat ini." Ricky memperkenalkan diri dengan gayanya dan juga fakta yang ada.
Mengangguk paham atas penjelasan Ricky, Saga langsung berjalan ke arah gawang. "Keburu gelap, biar gue liat keahlian tendangan lo dulu, deh," ucap Saga sembari sudah berdiri di depan gawang.
Ricky mengangguk. Ia sudah memposisikan dirinya untuk menendang bola, Ricky mundur sedikit dengan mata yang fokus membaca pergerakan Saga.
Nai suka saat Ricky berlatih futsal, gadis itu dapat melihat keseriusannya ketika berlatih. Hal-hal yang tak bisa Ricky buat bercanda adalah futsal dan siapa orang yang berani menyakitinya.
Melihat adiknya rasanya ingin membuat Yidan menangis, bocah ingusan yang sering main-main itu pada akhirnya bisa serius. Meskipun sepele tapi bagi Yidan ini suatu kebanggaan tersendiri sebagai seorang kakak.
"Lumayan, gak usah langsung putus asa. Abang lo udah bener bawa lo latihan ke siapa," ucap Saga lalu melempar bola ke arah Ricky. "Gue pernah jadi yang terbaik di sekolah gue dulu, semuanya butuh proses. Jangan gampang putus asa, sih. Bisa-bisa buat gagal lo di tengah jalan.“ Saga mengingatkan.
Ricky mengepalkan tangannya. Ada banyak semangat yang terlihat dari lelaki itu.
Melihat semangat Ricky, Saga langsung tersenyum puas. laki-laki itu langsung mengingat dirinya yang dulu. "Gue yakin sih, Ki. Lo udah latihan sama orang lain. Bisa kasih tahu gue lo latihan sama siapa?” Saga bertanya, kecepatan tendangan Ricky tidaklah biasa untuk seorang pemula.
Ricky yang hampir menendang bolanya kini berhenti. Ia menoleh ke arah Yidan, Yeva, dan juga Nai. "Nai, cuma dia," ucap Ricky seraya menunjuk ke arah Nai.
Sudah dapat dipastikan bahwa Nai yang dimaksud Ricky adalah bocah kuntet yang sekarang sedang duduk sembari memegangi botol minumnya. Dari postur tubuh memang kurang meyakinkan, tapi dari gerak-geriknya sudah dapat dibaca Saga. Bocah itu orang yang setia.
Yidan mengangguk membenarkan. "Iya, emang," tambah Yidan yang masih belum dipercayai Saga, apa sih yang gadis mungil dan lemah ini bisa lakukan sehingga Ricky sehebat tadi.
"Iya deh, aku bocah lemah. Kerjaannya cuma nyusun stroberi di atas kue,” ucap Nai yang merasa Saga tak percaya bahwa selama ini Ricky berlatih dengannya. Nai kesal selalu dianggap lemah orang lain.
Yeva menatap ke arah Saga. "Enggak lemah kok. Nai itu kuat sampai kena bola dari Ricky berkali-kali pun dia masih mau latihan sama dia. Walaupun setiap kena Nai pasti marah-marah dan mengumpat," ucap Yeva.
Sementara itu Nai menahan sudut bibirnya untuk tersenyum. Toh Ricky diam saja tak peduli ketika Yeva mengatakannya, maka dari itu Nai juga harus bersikap sama sepertinya. Takut Ricky menganggap dirinya memiliki rasa pada sahabat kecilnya itu.
"Gak usah gengsi lo! Senyum aja pake ditahan. Hidung lo tuh mengembang kaya adonan bolu yang mateng," sindir Yidan sembari memukul pelan kepala Nai, setelahnya Yidan mendapat lirikan sinis dari Nai.
Saga mengerti, sedari tadi Nai menaruh harapan yang besar pada Ricky . Hal itu membuatnya menilai keduanya tak hanya dekat, melainka sangat dekat. Hubungan Ricky dan Nai jelas lebih kuat daripada sepasang kekasih pun. Ayo coba lagi, sebelum gelap." Saga kembali menyuruh Ricky untuk menendang bolanya.
Nai dan Yeva asyik berbicara sejak tadi, sedangkan Yidan sibuk mengawasi Ricky yang berlatih dengan Saga. Pada percobaan ke 15 Ricky berhasil memasukkan bola ke gawang.
Ricky yang senang sampai berteriak diikuti dengan Nai yang berteriak senang. "Gue bisa, Nai. Gue bisa!" ucap Ricky dengan senang. Ricky langsung berlari ke arah Nai lalu memeluknya.
Yeva menggelengkan heran, Yidan hanya menganga dengan tingkah keduanya yang melebihi sahabat.
Saga dia iri, karena belum memiliki orang seperti Nai. "Dasar bocah! Baru juga sekali. Selebrasinya ngalah-ngalahin menang turnamen asli," ucap Saga lalu mendengkus kesal setelah melihat Ricky dan Nai loncat-loncat kegirangan.
Yeva menyenggol lengan Yidan. Saat itu mata mereka terarah pada Saga yang berjalan mendekati mereka "Nai suka sama Ricky, tapi masih ketutup gengsi aja. Terus Ricky juga keliatan sayang banget sama Nai selama ini, mereka beneran sahabat, Dan?" tanya Yeva dengan berbisik. Ia tak yakin bila keduanya adalah sahabat, karena selalu ada untuk satu sama lain.
"Gue sama Azka juga bingung, diem aja dulu, biarin mereka saling sadar. Gak usah ikut campur mereka kan udah gede," jelas Yidan sembari melempar botol minum kepada Saga yang terlihat kehausan.
“Dah, deh. Gue capek, besok gue ajarin teknik dasarnya, gue yakin sih lo udah bisa. Tapi, dilatih lagi supaya lebih jago,” ucap Saga pada Ricky. Ia pamit sembari mengambil jaket hoodie-nya. "Gue duluan ya, Dan. Duluan, ya, Va. Lia udah chat ngajak jalan," pamitnya sekali lagi sembari melambaikan tangan kepada empat orang yang masih di dalam lapangan futsal.
"Yoi! Makasih loh udah mau bantu Ricky, kapan-kapan double date lah. Biar gue yang bayarin karena gaji yang dikasih Ayah Tama unlimited, cuy," pamer Yidan yang mendapat tapukan pelan dari Saga.
Tapukkan Yidan pada Saga membuat Yeva meringis ngeri.
Sementara Ricky dan Nai tak menghiraukan keduanya masih terlalu senang atas gol yang dibuat Ricky.
"Ayo gue anterin pulang duluan aja. Abang Yidan sendiri kan tau jalan pulang," ucap Ricky lalu menuntun Nai untuk ikut dengannya meninggalkan Yidan dan Yeva yang masih berbincang.
Yidan dan Yeva yang berniat untuk berjalan-jalan membiarkan Ricky dan Nai untuk pulang lebih dahulu.
"Nanti mampir ke rumah gue dulu," ucap Nai setelah duduk di jok belakang motor Ricky.
"Okay, lama juga gak ketemu Kak Sean." Ricky mengiyakan permintaan Nai. Ia langsung melajukan motornya dengan kecepatan sedang.
Udara yang dingin membuat Nai memeluk punggung Ricky, ia menyandarkan kepalanya di punggung Ricky sambil memeluknya erat seolah tak ingin kehilangannya.
"Enak banget, gak, Nai? Punya sahabat kaya gue, udah baik terus ganteng juga," ucap Ricky dengan percaya diri.
"Apaan sih, anjir. Lo tengil dan gak terlalu ganteng juga. Gantengan Kak Azka," bohong Nai, Menurutnya Ricky baik dan juga tampan, tapi bukan itu yang membuatnya tak mau kehilangan Ricky justru sikap tengilnya yang membuatnya merasa begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐫𝐞𝐥𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧𝐬𝐰𝐞𝐞𝐭 𐀔 ni-ki. ✓
Hayran Kurgu[ TELAH TERBIT ] ( a.n ) : Kata gengsi, menjadi sebuah dinding penghalang bagi Nai untuk mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya pada sahabatnya. Ricky. 𐇯 credits : lleuiver. 𖤣 panjang kata : ±500 𖦥 . i : n.riki edition