Taman kota cukup sepi, padahal liburan semester sudah dimulai sejak tiga hari yang lalu. Tapi bagus lah kalau begitu, keadaan yang cukup lengang seperti ini benar-benar ideal untuk aku, Dey, dan Eli yang kesini untuk menikmati sore. Kami membuat dua botol besar minuman limun dan beberapa cemilan ringan untuk menemani kami bersantai.
Dey lebih sering memainkan ponselnya akhir-akhir ini. Hal yang normal sebenarnya, melihat dia sedang dekat dengan salah satu kakak kelas belakangan ini, entah sejak kapan.
"Girang banget lu dey gue liat-liat," Cetus Eli sembari mengisi gelas minumannya, Dey tidak merespon.
"Ner-bener emang bocah." Sambungnya.
Aku hanya bisa bergeleng kepala melihat kedua temanku ini, andai saja Eli tetap berada di kelas yang sama denganku dan dey. Class shuffle memang merepotkan, tapi mau bagaimana lagi? Ketentuan sekolah, tidak ada yang bisa kami lakukan juga.
"Jangan ceng-cengin gue doang lah. Noh temen lu noh, Chika. Deket doang jadinya tau kapan," Dey mengambil minuman
"Tau lu Chik, udah deket berapa bulan juga, tanyain kek minta kejelasan. Kalo sekedar deket mah sepatu kanan ama kiri juga deketan," Sahut Eli. Dey tersedak minumannya, lalu tertawa.
"Lagian gue ama Christo juga emang cuma temenan doang El, gada niatan apa-apa." Jawabku.
Mereka saling melirik.
"Heleh," Cetus Dey dan Eli berbarengan.
Kami melanjutkan kegiatan dengan saling bertukar topik santai sambil menghabiskan makanan dan minuman yang kami bawa.
Matahari mulai turun, sepertinya kami menghabiskan cukup banyak waktu disini. Warna langit sedikit demi sedikit berubah gelap, angin sore pun terasa lebih dingin, sepertinya ini sudah waktunya bagi kami untuk pergi. Selesai membuang sampah dari bungkus -bungkus makanan yang kosong, kami melanjutkan perjalanan hari ini dengan memesan taksi online untuk kami menuju ke mall.
Sebenarnya perjalanan tidak memakan waktu lama, hanya sekitar lima sampai sepuluh menit, jalanan yang padatlah yang membuatnya mundur hingga hampir setengah jam lebih sebelum akhirnya kami sampai dan turun di lobby mall. Kami berkeliling sebentar sembari mampir ke beberapa clothing vendor yang ada disana lalu pergi ke TimeZone yang kemudian kembali ke vendor yang sebelumnya kami datangi, dan.... tentu saja, pada akhirnya kami pasti lupa diri dan memasukkan beberapa pasang pakaian ke keranjang belanja.
Eli menghampiri aku dan dey setelah mengisi saldo kartu gamenya. Game pertama yang kami mainkan adalah Dance Dance Revolution, kami bersenang- senang dengan saling beradu score, lalu pindah pada sebuah permainan simulator balapan mobil lengkap dengan pedal gas dan lain-lainnya, ya meskipun tidak ada satupun dari kami yang bisa mengendarai mobil sungguhan tapi ini bisa dibilang cukup menyenangkan. Nampaknya tidak aku, Dey, maupun Eli bisa memenangkan apapun dari claw machine ini, setiap boneka maupun mainan apapun selalu entah meleset, atau lepas di tengah- tengah saat sedang diangkat. Entah berapa permainan lagi yang kami coba mainkan, yang pasti kami sudah memegang dua kantong plastik penuh dengan tiket yang nanti bisa ditukarkan dengan berbagai hadiah yang ada di counter utama.
"Eh eh Chika chika, liat liat," Eli menepuk pundak ku beberapa kali.
"Apa?" Jawabku. Eli menunjuk.
Nampak Christo sedang berjalan sendiri sambil sesekali menengok seperti sedang mencari sesuatu, atau mungkin dia ada janji dengan seseorang? Hmm biarlah.
"Yaudah lanjut jalan aja yuk, dia ada urusan mungkin," Ucapku yang lalu berjalan ke arah counter utama untuk menukarkan tiket yang sudah kami menangkan.
Kami beranjak pergi dengan membawa tiga boneka berbeda untuk masing -masing. Aku dengan boneka dinosaurus, Dey dengan boneka ice cream, dan Eli dengan boneka kodoknya.
**
"Udah cukup ga sih segini Chik?" Tanya Christo yang masih berjongkok setelah mertakan tanah disekitar bunga mataharinya ditanam. Aku memperhatikannya dengan seksama.
"Cukup sih segitu harusnya. Udah ga ada benih lagi kan yang harus ditanem?"
"Udah semua sih seharusnya," Dia membuka kantong plastik tempat ia menaruh benih bunganya untuk memastikan tidak ada lagi yang belum tertanam.
"Udah kok, rehat dulu deh kalo gitu," Christo mengusap peluh di dahi dan lehernya sembari berjalan kedua kursi santai yang ia tempatkan dibawah payung besar agar tidak terlalu panas saat kami duduk, apalagi sekarang masih sekitar pukul dua belas siang.
Kami duduk meluruskan kaki di bawah bayang-bayang teduh payung, aku menuangkan es sirop yang sudah aku buat di rumah tadi ke gelasku dan Christo, lalu menyodorkan padanya. Raut pada mukanya memperlihatkan bahwa dia merasa senang dan bangga, entah kenapa. Mungkin dia puas dengan hasil kerjanya, walaupun hanya se- simpel menanam beberapa benih dan sebatang bunga matahari yang sudah besar, tapi dia nampak senang dengan itu.
"Berapa lama coba biar bisa sepenuh taman kamu," Ia melihat melewati pagar pembatas rumah kami yang langsung mengarah pada kebun bungaku.
"It may take sometimes." Sahutku. Dia mengangguk paham. "Eh Christ Christ, boleh nanya ga?" Aku menyambung ragu. Christo balas mengangguk, ia meletakkan gelasnya di meja.
"Minggu kemarin mau ketemu siapadeh di mall?"
Christo mengangkat satu alisnya.
"Bisa gitu ya ngeliat tapi ga nyapa," Ia berdecak sambil menggeleng pelan.
"Itu aku janjian sama temen aku dari SMA dulu." Jelasnya singkat. Aku mengangguk pelan.
Matahari masih menetap di posisi tertingginya, untungnya masih ada angin yang sesekali berhembus untuk menyejukkan kami berdua selain minuman dingin dan bayang- bayang payung yang dipasang Christo. Kami berbincang kecil, Christo menceritakan soal sekolah lamanya dimana aku bisa menyimpulkan bahwa ia sepertinya cukup populer,baik dikalangan guru maupun siswa, terutama perempuan.
"Eh yang itu kok miring?" Potongnya saat tiba-tiba menunjuk salah satu bunga matahari yang nampak sedikit miring.
"Kurang dalem mungkin ya?"
"Aku benerin bentar deh," Aku bangkit dari duduk lalu menggali tanah sedikit lebih dalam agar tangkainya bisa menahan lebih baik.
Aku berjalan kembali ke kursiku sebelum tanpa sadar menyandung pada tanah padat bekas galian kami barusan.
aku jatuh lumayan keras, mataku masih menutup mencoba menyingkirkan rasa sakit. Tunggu dulu, aku merasakan sesuatu yang berbeda. Ini bukan rasa sakit, tapi juga tak asing. Rasa lembab dan lembut yang bersamaan. Aku membuka mata perlahan, bukan tanah yang pertama kali tertangkap oleh pandanganku. Tapi mata Christo, dengan jarak kurang dari satu jari diantara kami. Bibir kami bertemu dengan tidak sengaja.
EH!
--to be continued
--------------------------------------
Buat yang nunggu lama sori ya, hehe. Since udah masuk kuliah biasa jadinya sibuk banget, but here you are!
Leave a star atau a simple comment, thats a lot for me. Enjoy
-- = short time skip
** = long time skip

KAMU SEDANG MEMBACA
( ON BREAK )
FanfictionAku berharap bisa menjadi bunga matahari, ia tak pernah bersedih akan perpisahan.