Sambat

5 0 0
                                    

Bukan hari ini, mungkin esok atau entah kapan segalanya akan berhenti begitu saja.
Berganti siklus.

Hari berganti tapi kemunduran yang terjadi.
Beberapa manusia merasakan kemajuan, beberapa tetap, tak sedikit yang mengalami kemunduran.

Manusia adalah gudangnya pasang surut.
Jika bukan kita yang membentenginya siapa lagi?
Beberapa ada yang mudah dari awal sampai akhir.
Ada yang awalnya susah baru mudah.
Ada juga awalnya mudah, eh akhirnya malah susah.
Tak sedikit yang awalnya susah semakin lama semakin susah, bagaimana kita mengambil hikmah dari semuanya.

Kadang merasa iri pada mereka yang begitu mudah, apapun segala urusan mereka mudah, serba gampang.
Baju yang kemarin hilang, eh sudah ditawari lagi baju baru yang lebih bagus.

Hmmmpphhh( menghela nafas panjang )
Ingin sekali rasanya melampiaskan, tapi harus dilampiaskan pada siapa ? Pada diri sendiri ?
Yang lalu saja belum total sembuhnya, malah mau ditambah lagi bebannya.

Amal apa yang mereka lakukan sehingga hidup mereka mudah sekal ? Ya, memang sih masih banyak di dunia ini yang penderitaannya masih lebih parah daripada saya.
Tapi hey tunggu dulu, manusia itu berbeda lho boleh dong mengeluh untuk mempertajam sisi manusia pada diri sendiri.

Disini saya bukan manusia spesial seperti Kanjeng Nabi SAW, saya manusia biasa boleh dong sambat, boleh dong cangkeman.
Jika tidak sambat, bagaimana cara jomblo kontemporer seperti saya ini bertahan hidup?
Ini adalah apresiasi saya untuk kehidupan, selain syukur.

Pahit getir menjadi manzil sudah sering saya alami, apakah saya akan menyalahkan? Oh tentu tidak dong.

Menurut pandangan saya, ini adalah proses(sangat klise). Disini saya menggaris bawahi bahwasanya sambat adalah ungkapan cinta pada sang pencipta, karena hakikatnya kita ini lemah tanpa daya apapun.
Manusia tak benar-benar kuat maka dari itu tuhan menciptakan doa.
Manusia tak benar-benar sendiri maka dari itu tuhan menciptakan seseorang untuk menemanimu di sepanjang usia, entah itu tetangga, kekasih, guru, dsb.
Bersyukurlah karena masih bisa sambat, karena manusia itu sempurna dengan ketidak sempurnaannya.

Tulisan ini dibuat dengan gejala rindu ringan, seperti menatap lampu seperti sorot matanya, mendengar daun bergesek seperti lembut suaranya.
Ini juga apresiasi pada cangkir kopi ke 5 saya, Sampoerna batang terakhir dan kantuk yang mulai menjajah.
Tulisan ini sebelum di kirim sudah melalui tahap panjang kontemplasi di alam bawah sadar.

Tulisan Sebelum TidurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang