2

57 11 3
                                    

"Ternyata kamu pendek juga ya" Ejek Jia

"Ya, begitu deh" Balas Sajin.

Memang tubuh Sajin sebenarnya cukup pendek. Tinggi seratus lima puluh sentimeter. Matanya coklat pekat dan sedikit lebar.

Acara di aula utama hanya menonton video berdurasi pendek yang isinya amanat atau saran dari para alumni kampus. Mereka semua benar-benar hanya memberikan saran tau sekadar menyelamati bagi para mahasiswa yang diterima tahun ini.

Didalam sana juga pembagian almamater khusus kampus. Yaitu almamater berwarna hijau toska terang dengan lambang burung di bagian saku kiri. Walau lebih mirip jaket.

Selepas dari situ, mahasiswa tahun pertama diarahkan menuju ke aula kedua. Disana lah acara kedua open house dimulai.

Jarak dari aula satu dan kedua itu cukup dekat. Hanya perlu memutar ke belakang dari aula pertama.

"OKE, SUDAH SEMUANYA DISINI!!? KITA MULAI ACARA KEDUA YAITU GAME. KALIAN MUNGKIN BISAN DENGAN GAME INI, TAPI SUNGGUH INI ADALAH GAME YANG MENYENANGKAN"

"MAHASISWA TAHUN PERTAMA AKAN BEREBUT TANDA TANGAN DARI SENIOR. INGAT, HANYA SENIOR YANG MENGENAKAN JAKET HIJAU DENGAN KALUNG EMAS YANG MELINGKAR DI LEHER"

"PEMAIN DENGAN TANDA TANGAN PALING BANYAK AKAN MENDAPATKAN HADIAH MISTERI. NAMUN, ADA SATU TANDA TANGAN YANG AKAN LANGSUNG MEMBUAT KALIAN MENANG SAAT ITU JUGA. SEBUAH TANDA TANGAN YANG PALING BERHARGA DAN PALING BERNILAI TINGGI. SIAPAPUN YANG MENDAPATKAN TANDA TANGAN ITU, MAKA SUDAH PASTI DIA YANG MENANG"

Selepas memberikan aturan, lalu semuanya pada keluar mencari senior yang dimaksud. Mereka bertanya-tanya tanda tangan siapa yang paling berharga dan kepada siapa memintanya?

Sajin sedari tadi melamun dan tak mendengarkan hal itu. Sehingga yang berambisi hanya Jia seorang.

Awalnya Sajin hendak ikutan, namun karena sedang badmood, ia mengurungkan niatnya. Sudah menjadi kebiasaan ketika fia sehabis bermimpi, pasti badmood.

Jam di ponselnya sudah menunjukan angka sembilan. Sajin merasa kegiatan ospek ini tidak terlalu menyenangkan. Alhasil ia hanya berjalan-jalan tak tahu arah dan tujuan.

Kampus ini cukup besar dan mewah. Gedungnya lebar dan bertingkat lebih dari lima lantai. Lebih mirip hotel daripada kampus.

Sajin hanya memegang pulpen dan buku catatan kecil ditangannya. Tas sengaja di tinggal di aula kedua. Ia berjalan menuju sebuah kolam ikan.

Disitu banyak sekali ikan Koi warna warni, ikan mas dan banyak lagi. Airnya cukup bersih dan terawat. Tidak ada lumut atau kotoran. Ia duduk di bangku yang di sediakan.

Sajin menatap sekeliling. Banyak mahasiswa angkatannya yang sedang mengerumuni senior berjaket hijau. Ada yang sedang push-up, ada yang berlari dan lain-lain. Itu jugalah alasan kenapa Sajin tak mau ikutan. Mereka harus menuruti apa perintah senior, baru mendapatkan tanda tangannya. Sajin kurang suka dengan hal itu.

Game tanda tangan ini akan selesai tepat jam dua belas siang. Sedangkan Sajin hanya duduk didepan air kolam sembari merenungkan mimpi-mimpinya.

Malas juga baginya untuk mengantre meminta tanda tangan. Hanya membuang buang waktu. Ia dulu tak mau melakukannya.

Pokoknya, semua sikap Sajin saat ini terbentuk dari mimpinya yang aneh. Sampai sekarang juga, ia masih tak tahu kenapa dia bermimpi.

Ia mengeluarkan ponselnya dan membuka internet. Di histori yang ia cari, sudah banyak pertanyaan 'Mengapa mimpi bisa terjadi?' dan semua hal yang berkaitan tentang mimpi.

Sejak dulu, ia sudah mencari tahu di internet. Namun tetap tidak mendapatkan jawaban yang tepat dan memuaskan.

Baru saja Sajin beranjak, tak sengaja seorang perempuan yang berlari menabraknya dan terjatuh. Buku catatan yang ia pegang lepas dan pulpennya menggelinding entah kemana.

The DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang