8 - SAD MARCH

873 93 7
                                    

29 Februari – 11:14

Mew, masa perawatanku diperpanjang sampai seminggu lagi! (emot nangis)

Mew membaca pesan Gulf di tengah – tengah jam mengajar dan itu membuatnya memberikan tugas rumah kepada ketua kelas yang harus dikumpulkan minggu depan. Lalu pria tinggi itu menyuruh semua Mahasiswanya pulang agar dia bisa berlari ke rumah sakit.

"Gulf, kau baik – baik saja?" Gulf terkejut mendapati Mew membuka pintu kamar rawatnya dengan nafas yang terengah – engah. Pria tinggi itu kemudian menghampiri Gulf untuk melihatnya dengan jelas, "kau baik – baik saja kan? Apa yang sakit? Katakan kepadaku"

Tapi Gulf malah menutup mulutnya dan tertawa, "aku baik – baik saja kok. Aku belum akan mati" ucapnya, tapi Mew kemudian memeluknya dengan erat.

"jangan berbicara seperti itu. Kau tahu, aku sangat takut" Mew hampir saja menangis, Gulf dengan perlahan meraih lengan kemeja Mew dan memintanya untuk tenang, "aku takut kau tiba – tiba.. tiba – tiba..."

Gulf meminta pria tinggi itu untuk duduk dan melepaskan pelukannya, melihat ke arahnya kalau perlu Gulf akan menangkup wajah Mew yang lebar dengan kedua tangannya yang kecil, "kematianku sudah ditentukan Mew. Setidaknya, aku bisa pamitan ketika itu akan terjadi" Mew akhirnya meneteskan air mata karena sudah tidak tahan dan mengajak Gulf untuk keluar kamar setelah meminta izin dari perawat.

"kau akan membawaku ke mana?" Gulf bertanya sambil menikmati lebarnya punggung Mew dari belakang. Di gendong belakang seperti ini belum pernah dia rasakan, selama ini hanya dia yang melakukan itu kalau mahasiswanya ada yang terluka.

"aku ingin kau melihat langit dan hamparan rumput yang luas" Mew berbicara dengan nada bergetar, masih terasa jelas rasa takut itu di depan matanya. Gulf yang merasakan itu hanya bisa mengelus leher Gulf dengan lembut.

"memangnya ada?" Mew kemudian berhenti tepat di halaman belakang rumah sakit dan merasa takjub. Pria itu tidak pernah tahu bahwa rumah sakit yang selama ini mengobati penyakitnya punya tempat seindah ini, "aku pikir rumah sakit ini adalah rumah sakit yang kuno" lalu Gulf turun dari gendongan Mew dan duduk di hamparan rumput.

Rambutnya yang halus beterbangan tertiup angin bersama dengan serbuk – serbuk yang Gulf tidak tahu itu apa, "itu bunga dandelion" Mew mencabut satu bunga dandelion yang berada di dekatnya dan memberikan bunga itu kepada Gulf.

"dandelion?" Mew menunjukkan bagaimana cara bunga dandelion itu hidup dengan cara menghembusnya dan serbuk – serbuk bunga itu beterbangan mengikuti arah angin.

"mereka akan mengikuti kemana pun angin pergi, itu lah kenapa dandelion ada di mana – mana" Gulf mengikuti serbuk dandelion itu sehingga matanya menatap ke arah langit yang cerah. Entah kenapa itu sangat menyilaukan untuk Gulf, jadi Mew menghalanginya dengan tangan agar Gulf tidak merasa terlalu silau.

"cincin itu sangat manis jika dilihat seperti ini" Gulf malah terus mendongakkan kepalanya dan melihat cincin Mew sambil tersenyum.

"kau tahu, di kehidupan selanjutnya aku ingin menjadi angin" Mew menutup matanya dan merasakan angin yang menyapa, "aku ingin mengikuti semua langkahmu, menyejukkanmu ketika kau berkeringat, dan menghiburmu dengan membuat semua tanaman yang ada menari"

Gulf tertawa, "jika kau jadi angin, lalu aku harus jadi apa?" kemudian pria kecil itu menggelengkan kepalanya karena merasa bahwa pertanyaannya barusan terdengar saat bodoh.

"kau bisa menjadi bunga dandelion yang akan terbang jika angin menyentuhnya" Mew menopang dagunya dengan tangan dan terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu, "dengan begitu, kau bisa bersamaku" lalu pria tinggi itu menoleh ke arah Gulf yang sedang menatapnya dengan serius.

"itu bagus. Jadi hidup atau mati, aku akan tetap menemanimu sepanjang waktu" Mew diam – diam meraih tangan Gulf dan menggenggamnya, mencoba memberikan kehangatan di saat – saat terakhir mereka.

"aku mencintaimu" kemudian Mew menyentuh cincin yang berada di jari manis Gulf dengan telunjuknya,

"aku juga mencintaimu" dan meminta pria kecil itu untuk menjaga cincin itu selamanya.

.

.

8 Maret – 13:11

Aku pulang! Tunggu aku di Cafe dessert setelah jam mengajar.

Mew tersenyum, setelah sudah lama tidak berjumpa karena sibuknya mengajar pesan dari Gulf benar – benar menjadi penyemangat. Mew mengajar dengan sebaik mungkin dan serius, agar Gulf tidak terlalu lama menunggunya. Jadi setelah satu jam lebih mengajar, Mew berlari ke arah mobil untuk menemui Gulf di Cafe.

Sesampainya di Cafe, Mew tidak mendapati Gulf ada di sana. Pria itu berpikir mungkin Gulf sedang mengurus urusan yang lain jadi dia hanya menunggu dan terus menunggu sampai akhirnya malam tiba. Mew melihat kembali pesan yang Gulf kirim dan tidak ada tanda – tanda apapun selain dia yang menyuruhmu Mew untuk menunggu. Lalu Mew pulang dengan perasaan kecewa, Gulf bahkan tidak mengangkat telponnya.

Setelah selesai mandi dan memasak, Mew kemudian mengecek kembali ponselnya dan tidak mendapati satu pesan dari Gulf. Pria itu juga sudah berkali – kali menelpon tapi tidak ada yang diangkat, jadi Mew duduk di ruang televisi sambil memakan makan malamnya.

Berita selanjutnya.

Siang tadi, di tengah kota Bangkok terjadi kasus perampokan yang menewaskan seorang pria yang sedang berjalan di sana. Menurut keterangan polisi, pria tersebut menjadi korban perampokan dan ditusuk tepat di dadanya. Kematiannya sudah dipastikan siang itu juga, korban berinisial GK.

Prang!

Mew menatap televisi yang sedang menyala dengan wajah terkejutnya. Pecahan piring yang berserakan di lantai diabaikannya begitu saja dan Mew sekali lagi menghubungi Gulf yang masih saja tidak ada jawaban. Jadi Mew berdiri dan tanpa sadar menginjak pecahan piring itu lalu berlari ke kamar untuk mengambil jaket dan kunci mobilnya.

Rumah Gulf! Rumah Gulf!

Mew pikir dia harus ke rumah Gulf untuk memastikan semuanya. Dengan kecepatan tinggi, Mew mengendarai mobilnya dan sampai di rumah Gulf yang terlihat ramai. Mew yang turun dari mobil dengan wajah terkejutnya menjadi pusat perhatian orang – orang. No yang juga berada di sana menghampiri Mew lalu meminta agar pria itu sadar. No juga terkejut melihat sendal Mew yang penuh dengan darah tapi pria itu tidak mengeluh sakit sedikitpun, "Mew, sadarlah!" No masih terus membuat Mew tersadar dan akhirnya menampar wajah pria itu.

"No... Gulf.. tidak mungkin" Mew meraih kedua bahu No dan meminta penjelasan, tapi pria tinggi itu malah jatuh terduduk tepat di depan karangan bunga yang melingkari bingkai foto Gulf, "kenapa dia di sini? Gulf bilang aku harus menunggunya di Cafe"

"Mew, sadarlah" No yang sudah tidak tahan lagi akhirnya menangis, "kau harus menerima kenyataan" dan membantu Mew untuk berdiri.

Mew yang tidak terima malah mencengkeram kerah leher kemeja No, "aku sudah menerima kenyataaan selama ini kalau Ibu dan Ayahku meninggal. Aku tidak bisa menerima kenyataan lagi kalau Gulf juga meninggal" kemudian Mew menyandarkan kepalanya di dada No dan menangis.

"aku tidak bisa menerimanya, No. Tidak akan"

Sekali lagi, kenapa Dewa tidak bisa membiarkan mereka bahagia?

.

Bersambung... 

BECOMING THE WIND - MEW GULF ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang