Live, Love, Laugh

1.2K 73 9
                                    

Live'

Perempatan jalan besar lalu lalang di jantung negara eropa terkenal dengan bahasa internasionalnya–Inggris. Makhluk hidup sempurna bernafas dan bergerak tak mengenal akan waktu sepanjang hari menyibukan diri guna menghabiskan hari. Sebelah timur beberapa gerombolan tertawa lepas di ujung salah satu bangunan. Sedangkan di ujung barat, bait lirik dinyanyikan bersama alat petik bernama gitar meramaikan tengah malam kawasan tersebut.

Hal tak berbeda dengan aktivitas lembaran kertas yang tergores dengan ujung pena seirama bersama jemari kokoh bergerak. Begitu berulang dengan mata memicing tajam setiap perkata dalam lembaran dihadapannya. Sangat teliti, seakan kata-kata yang tersusun rapih berderet bak prajurit harus diperhatikan detail tanpa sekecil pun terlewati.

Tak

Benturan pena pada meja kaca mahal dengan disusul helaan nafas kasar menandakan ada seseorang hidup di suatu ruangan. Sudah terhitung sembilan belas jam, sosok itu bergelut dengan lembaran kertas demi kertas.

Jarum jam pendek mengarah pada angka dua. Tubuhnya kembali disandarkan ke kursi besarnya entah sudah keberapa kali. Kepalanya mengadah menatap langit-langit ruangan miliknya dengan tatapan sayu.

Lagi dan lagi, sosok itu melakukan ritual lembur kesekian kali. Memejam mata sejenak meresapi setiap bunyi yang tertangkap dalam pendengarannya.

Sejenak sosok itu merasa beberapa menit tertidur. Lelaki yang masih terlihat gagah dalam larut malam–pagi dini hari, menyugar rambut dengan jemarinya. Memutar kursi dan beranjak dari kursi kebesarannya.

Meninggalkan ratusan lembar di atas meja begitu saja. Biarkan saat matahari terbit asistennya yang akan membenahkan dan mengantarkan berkas penting sesuai jadwal ke pethousenya.

Love',

Wanita bermata hazel memasuki ruangan, "Kau harus beristirahat jangan memfosir tubuhmu" meletakkan secangkir coklat hangat di atas sisi meja. Menatap intens sosok yang telah mulai menemani dirinya hingga maut. Wanita itu menghela nafas setelah beberapa menit menatap sosok pria itu, sebelum dirinya beranjak dari sana.

Sejam berlalu, aroma yang sedari tadi menemani dengan nyaman kini telah hilang. Ia melirik ke sebuah cangkir yang sedari tadi ia abaikan. Ia merasa bersalah, mengabaikan kembali ucapan wanita yang kini menemani hidupnya hingga maut memisahkan. Mengulurkan tangan kanan kokohnya pada secangkir coklat itu. Menyesap rasanya meskipun kehangatan telah hilang. Berjanji dalam dirinya, ia tidak akan mengulanginya lagi.

Menaruh cangkir yang telah bersih dari isinya. Menata berkas-berkas menjadi rapih. Ia harus bergegas meninggalkan sejenak pekerjaannya. Melirik jam yang tergantung pas pada tempatnya. Berdiri dari kursi kerjanya dan keluar dari ruangan kerjanya sebelum ia tergoda untuk kembali menyelesaikan pekerjaannya.

Ia melihat wanitanya telah tertidur miring membelakangi pintu kamar mereka. Rasa bersalah kembali menghampirinya. Ia perlahan masuk kedalam selimut mereka. Tangannya perlahan mendekap mencari kehangatan pada tubuh istrinya. Mencium pucuk kepala wanitanya untuk pengantar tidur dirinya.

Pria itu langsung tertidur pulas tanpa mengetahui bahwa wanitanya masih tetap terjaga. Perlahan tanpa mengusik pria itu, wanita tersebut membalikkan badan dibalik pelukan pria nya. Butuh waktu lama tanpa menganggunya akhirnya wanita itu dapat membalikkan badan. Ia tersenyum.

Leher, dada, dan bahu kokoh itu bergerak seirama oleh tarikan nafas. Mendengak sedikit untuk melihat wajah teman hidupnya tetapi ia mendapati rahang tegas yang tersunguhi. Mengangkat pelan tangan kirinya, mengusap pelan pahatan Merlin yang tercipta untuknya.

"Istirahatlah. Aku mencintaimu," sapuan lirih pelan namun terdengar jelas. Bagaikan mantra untuk keduanya dalam tidur mereka.

Laugh',

Some With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang