1. Malam Setelah Pernikahan

44 1 0
                                    

"Saya terima nikah dan kawinnya Diva Arathea binti alm. Minarno dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang sebesar tiga juta rupiah dibayar tunai!"

"Bagaimana para saksi? Sah?"

"SAH!"

Suara kelegaan memenuhi Masjid Agung Al-Ikhlas dengan beberapa saksi pada proses akad pagi ini. Suasana haru seketika menyelimuti ketika pengantin wanita dituntun untuk mendekati lelaki yang duduk bersila di depan penghulu. Tampak lelaki tersebut menunggu dengan tenang dan sabar.

Setetes air mata jatuh dari pelupuk mata pengantin wanita. Tepat pada pagi ini statusnya tak lagi sama, tanggung jawabnya sudah berbeda. Seluruh hidupnya, akan ia abdikan untuk suaminya. Merawat, melayani dan patuh pada suami adalah prioritasnya karena mulai saat ini, ia bukanlah seorang wanita single yang bebas.

Namun, ia adalah wanita yang sudah bersuami.

Pengantin wanita duduk bersebelahan dengan pengantin pria. Jantungnya bertalu-talu terasa sesak di dadanya. Tanpa suara, pengantin pria mengambil jemarinya yang dingin, dipakaikan nya cincin emas putih sederhana yang berkilau indah.

Pengantin pria tak berkomentar apapun. Ia tahu bila gadis di sampingnya sangat gugup, terbukti dari tangannya yang dingin.

"Ayo Nak, pakaikan suami mu cincinnya." Tuntun seorang wanita paruh baya di samping pengantin wanita.

Pengantin wanita tersebut mengangguk, lalu diambilnya cincin emas putih yang berukuran besar pada jemari suaminya.

"Cium tangan suami mu, Nak."

Pengantin wanita mencium tangan suaminya, ketika ia hendak melepaskan tangan sang suami. Sang suami justru menahan belakang kepalanya, lantas memegang ubun-ubunnya dan berucap,

"Allahumma inni as'aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa 'alaih. Wa a'udzubika min syarrihaa wa syarrimaa jabaltaha 'alaih."

Setetes air mata lagi-lagi jatuh dari matanya, ia begitu terharu mendengar doa dari suami sahnya. Semoga pernikahannya senantiasa di berkahi kelimpahan rejeki dan kebahagiaan.

Sang pengantin pria mencium dahi istrinya lembut, setelahnya ia memberi jarak. Dan kembali menghadap penghulu. Begitu pula, si pengantin wanita. Ia berusaha menormalkan detak jantungnya yang bertalu-talu.

"Bunda." Panggil sesosok gadis kecil bergaun brukat panjang berwarna pink dengan bando senada.

Gadis kecil langsung memeluk tubuh pengantin wanita dengan erat, "Alara seneng, akhirnya Bunda bisa jadi Bundanya Alara."

Semua tamu undangan terharu dan tersenyum senang, begitu pula pengantin wanita yang balas memeluk tubuh Alara tak kalah erat.

"Bunda juga senang bisa jadi Bundanya Alara."

Namun, ada satu sosok yang memandang keduanya dengan tatapan datar. Menatap tak suka adegan pelukan yang dilihatnya. Berpaling, ia mengalihkan pandangan ke depan.

***

Melanjutkan acara resepsi di sebuah gedung hotel yang telah mereka sewa. Tak begitu meriah, hanya keluarga, kolega dan teman dekat yang di undang. Sejak sore, para tamu undangan terus saja berdatangan. Silih berganti memberi selamat kepada pasangan pengantin yang berdiri di atas pelaminan di temani gadis kecil yang tersenyum bahagia.

"Alara laper, sayang?" Tanya Diva, pengantin wanita.

Bocah berusia enam tahun itu menggeleng, "Alara tidak lapar Bunda, Alara lagi bahagia."

Keluarga Sempurna untuk Anak Tunadaksa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang