EPILOG

106 12 0
                                    

Aku penasaran bagaimana rasanya kehilangan hati nurani. Tak lagi bisa merasakan iba karna hati seolah-olah telah dikutuk jadi sekeras batu. Apakah manusia-manusia tanpa nurani itu bisa dikatakan mahkluk hidup? Karna bagiku mereka tak bisa melihat, tak bisa mendengar, tak bisa bicara dan tak bisa lagi merasakan apa yang terjadi. Mungkin kita perlu mengkaji apakah manusia tanpa hati nurani masih bisa dikatakan sebagai golongan makhluk hidup, karna aku merasa manusia jenis ini tak lagi hidup dalam dimensi yang sama.

Aku penasaran seberapa banyak harta yang harus dimiliki seseorang untuk bisa jadi manusia dengan gelar kaya raya hingga ia bisa hidup tenang tanpa ketakutan. Apakah harus dengan memiliki banyak rumah mewah. Atau harus bergelimangan spotlight kamera, mobil dengan berbagai merek dan warna, ditambah pakaian merek ternama impor kualitas nomer satu seluruh dunia? Atau mungkin harus punya banyak aset sana sini yang mampu menjamin anak cucu mereka sampai tujuh turun tak akan jatuh miskin atau melarat? Jika hidup hanya untuk menperjuangkan kemapan dan kekayaan, mungkin pada hakikatnya kita mati kelak tak akan dikubur dengan tanah, tapi mungkin dengan uang. Sehingga membuat kita bekerja mati-matian untuk dapat uang, karna kita tidak bisa mati kalau tidak memiliki uang. Karna uang dan kekayaan itulah yang kelak menjadi liang lahat kita, bukan begitu? kecuali kau percaya pada konsep bahwa manusia itu immortal.

Aku penasaran bagaimana rasanya menggenggam kekuasaan? Mampu memberikan perintah pada bawahan yang harus bergulat dengan perang batin mereka sendiri atas kebenaran. Tak pernah takut berbuat salah karna punya kuasa untuk memutar balikkan fakta atau bisa jadi melempar isu untuk adu domba. Apakah kekuasaan semenggiurkan itu? Membuat orang lupa bahwa kekuasaanya dibangun dari keringat, darah dan kematian orang-orangnya yang tak berdaya. Mungkin menjadi seseorang yang bisa memiliki kekuasaan itu menyenangkan. Karna kau bisa makan steak mewah di hotel berbintang tanpa perlu menghabiskannya untuk meminta yang baru. Kau bisa menerobos jalan tanpa takut terhalang kemacetan. Kau bisa dapat fasilitas kesehatan nomor satu sesuai yang dibutuhkan tanpa antri-antrian. Mungkin begitulah rasanya pegang kekuasaan, nikmat. Tapi aku juga penasaran, apakah dengan memiliki kekuasaan bisa membuat seseorang mampu merubah takdir kematiannya lebih cepat atau lebih lambat? Mungkin jika memiliki kekuasaan bisa membuat seseorang mengetahui kapan dia akan mati, itu pasti akan semakin menggoda dan manusia-manusia akan berlomba untuk menjadi penguasa.

Ah, ibu pertiwiku yang masih sakit dari tahun lalu dan sekarang kelihatannya makin sakit. Aku tetap menyayangimu. Menyanjungmu sebagai tanah airku ditengah kekacauan yang terjadi. Aku muak dengan manusia-manusia yang bermain-main untuk memporak-porandamu dalam bingkai pencitraan tak berkesudahan baik secara terang-terangan atau yang diam-diam menjebak dari belakang. Semoga kau lekas sembuh ibu pertiwi, dan yang jahat padamu... ah ingin rasanya mendoakan yang jahat-jahat tapi tak jadilah.... berdoanya begini saja, semoga mereka mendapatkan balasan dari apa yang telah mereka kerjakan. Bukan begitu? Kalau kau baik kau tak perlu khawatir, kalau kau jahat bukan urusanku

Jakarta

Minggu, 11 Oktober 2020

Minggu, 11 Oktober 2020

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Thank you for reading... :)

Kamis, Bulan OktoberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang