Gemericik hujan masih terdengar tak kunjung pergi. Hembusan angin sejuk menyelimuti kota. Tak seperti pagi yang biasa menyapa, dedaunan pohon nampak basah oleh yang bisa dikatakan lebih dari sekedar embun. Awan berteman mendung dan gemuruh. Semua hal tersebut tak menghalagi seorang gadis imut bersurai panjang dengan warna coklat gelap untuk mengawali harinya bersekolah.
Pagi ini aku terbangunkan oleh suara riuh hujan yang dapat terbilang seperti badai. Aah aku tidak suka ini. Merupakan waktu sensitifku untuk mempertanyakan semuanya. Semua yang tak kunjung aku temui jawabannya.
Apa yang aku dapatkan dari semua ini? Orang tua yang terbilang berkelas 'atas' tak dapat menjamin semuanya. Bahkan apa itu kalangan atas? Bagiku 'atas atau utama' apapun itu bukanlah penentu derajat hidup manusia. Orang berpikir aku adalah golongan 'atas' yang akan mendapatkan semuanya termasuk jaminan kehidupan yang bahagia. Itu salah. Sangatlah tidak benar. Seorang gadis ini justru merupakan seseorang yang tak dapat melakukan apapun dengan benar dan bahkan pelajaran sekolah pun susah untuk dicerna. Teringat perkataan Ibu yang menceritakan bagaimana seorang bayi perempuan mungil yang terlahir prematur itu didiagnosis dengan keterlambatan fungsi otak, tak bisa membuatku mengelak garis kehidupan selain tersenyum bangga. Mungkin memang benar seseorang tak dapat terlahir sempurna, namun aku tak akan lelah untuk membuat hidupku sempurna bagaimanapun caranya termasuk apapun resikonya.
Pertanyaan besarku itu yang membuatku tak akan pernah malas untuk menginjakkan kaki di sekolah. Aku harus bisa menjadi gadis normal dan berpendidikan demi memberi keseimbangan pada keluargaku terutama Ayah dan Ibu, dan juga diriku sendiri.
***
Bel pertanda pelajaran pertama sekolah telah dibunyikan. Gadis berumur 15 tahun itu telah bersiap 15 menit sebelumnya dan duduk rapi- siap untuk menerima materi. Namun kata damai ataupun tenang seolah tak ada dalam kamus kehidupannya. "Yeonayyaaa!!!" teriak satu bocah kurus yang tak seimbang dengan wajah tampannya itu berlari dengan nafasnya yang terengah-engah memasuki kelas sambil membawa dua botol susu stroberi kesukaan sahabatnya.
"ini.. Maaf terlambat aku kira hujannya akan reda, tapi ternyata tidak. Jadi aku berlari sambil menerpa hujan dan membawakan susu stoberi ini untukmu. Aku bagaikan seorang pahlawan, bukan?" menampilkan senyum kotak yang tak berdosa dengan seragam basahnya.
Terkejut sembari menerima satu botol susu stroberi, "Tae kau bodoh atau bagaimana? Menerjang hujan seperti itu! Cepat keringkan rambutmu!" Gerutu Yeona pada sahabat bodohnya. "Kan kalau aku sakit, kau bisa menemani di UKS" Timpal Kim Taehyung sambil memainkan kedua alisnya. "ah sudahlah kau membuatku pusing. Cepat kembali ke bangkumu!"
Ingatkan Yeona bahwa dia tidak dapat bersahabat dengan hari rabu, tentunya karena pelajaran matematika selama dua jam penuh yang terasa seperti siksaan bagi gadis bersurai panjang tersebut. Bukannya tidak suka, hanya saja diagnosa dokter sewaktu ia bayi masih berlaku baginya hingga saat ini. Menjadikan Yeona sulit menerima pelajaran apapun di sekolah. Jika teman sekelasnya telah mencapai halaman 120, maka Yeona masih dengan konsentrasi penuhnya berkutik di halaman 100 untuk mengulangi dan mencernya materi pelajaran setiap harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EROS
RomanceDisaat Min Yoongi berusaha keras membuka hati dan mengubah jalan pikiran gadisnya, Hwang Yeona telah sampai di dua persimpangan. Lelah dan ingin pergi.