Wanita itu bukan gadis desa...
...
Mari menatap Yua.
"Turunin harga diri kamu sedikit kalau kamu mau hidup enak di kota." tutur temannya.
Mari tertegun, setelah itu pikirannya kosong sembari memerhatikan kartu nama yang berada di tangannya.
"Mari, kamu tahu, sejak kamu hubungin aku dan mutusin buat datang ke kota ini, aku ngga bisa bantu apa-apa. Aku tau tujuan kamu, aku tau alasan kamu pindah, tapi...,"
"Kalau yang kamu maksud bantuan yang kayak gini, aku ngga mau nerima." interupsi Mari. "Kamu juga pasti ngerti untuk alasan apa. Aku ngga mau lagi kerja ngga bener kayak dulu." tolak Mari mentah mentah.
Yua berdecak kesal, sorot matanya langsung berubah nyalang. "Kerja ngga bener?" ulangnya membeo. "Mari, Mari, yang kamu cap kerjaan ngga bener itu pernah kamu nikmatin juga. Jangan sok suci." cerca Yua.
Tentu saja gadis itu berani. Bagi Yua, Mari tak ada bedanya dengan dirinya. Semua sifat yang dimiliki Yua seolah tak ada ubahnya ketika Mari berdiri di depan cermin.
Sepersekian detik kemudian Mari berdiri dari tempat duduknya hingga kaki kursi besinya berderit nyaring. "Aku bakal balikin uang kamu secepetnya."
Yua tertawa sumbang. "Oh, ya? Kira-kira kapan, ya lunasnya?" nadanya seolah menghina.
Yua pikir lontarannya sepadan dengan ucapan Mari yang menghina secara tak langsung jika pekerjaannya adalah pekerjaan kotor. Tak sadar jika pekerjaan kotor yang Yua lakoni sekarang juga pernah Mari jalani dulu.
Dari raut wajah Mari, terhambar begitu jelas bagaimana rasa sesal dan kekesalan dengan masa lalunya sendiri—yang jujur saja semua itu tidak ada hubungannya dengan dirinya, pun Yua tak mau ikut campur.
Dengan angkuhnya Yua mengambil kartu nama itu lagi dari atas meja. Si munafik yang pernah menghamburkan uang haramnya di pusat perbelanjaan itu saat ini nampak lucu di mata Yua.
Alih-alih ingin meninggalkan Yua terlebih dahulu, Yua justru bangkit menghadap Mari persis di depan wanita itu sembari menunjukkan kartu nama yang Mari tolak baru saja.
Yua tersenyum remeh sekaligus menertawakan Mari. "Cuma orang bodoh yang ngga tertarik sama uang." Yua mengantongi benda kecil itu lantaran Mari tak mau menggantikannya. "But that's your choise, Mari. Good luck." Yua melangkahkan heelsnya semakin menjauh.
————
Semangkuk mi instan habis dilahapnya sendiri. Bahkan rasanya masih kurang, mengingat seharian ia bekerja, mengerahkan tenaga dan hanya mendapatkan seporsi makan siang di kantor tidak cukup membuatnya kenyang.Mari ingin sekali makan lebih banyak tapi kondisi finansialnya tidak memungkinkan.
Mari melangkah menuju wastafel, membawa peralatan makan kotornya dan langsung membasuhnya bersih tanpa menunggu besok.
Tidak ada cara lain selain minum sampai kenyang, tidak peduli tengah malam nanti ia harus terbangun untuk buang air kecil. Yang penting sekarang ia bisa tidur nyenyak tanpa merasa kurang lagi.
Tempat tidurnya sangat nyaman untuk merebahkan tubuhnya. Tertidur lelap sampai waktu istirahatnya terasa terlalu cepat hanya untuk membuat sekelebat mimpi masuk ke dalam alam bawah sadarnya.
Dipagi harinya ia terbangun tepat waktu untuk berangkat bekerja.
Kembali ke rutinitas awal, bertemu dengan beberapa atasan yang menyebalkan dan beberapa lainnya yang tidak Mari sukai hanya dengan melihat dari wajahnya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFFAIRS FAULT || JJK
FanfikceSejak awal pertemuan, harusnya Im Mari sadar ia harus memperkokoh benteng pembatas antara dirinya dengan Jungkook saat pria itu mulai main mata dengannya. Urusan hati dan cinta memang selalu rumit bagi seorang wanita dan harusnya ia bisa...