《《《PRESENT》》》
Berkas cahaya mengintip malu-malu dari celah gorden kamar. Mengendap masuk menyinari sekian persen sudut-sudut kamar yang remang-remang itu. Biarpun begitu pemilik kamar telah lama terjaga, sejak matahari masih malas-malasnya naik bekerja. Luhan dan Chanyeol, duduk bersandarkan kepala ranjang, sebagian badan tertutup tebal selimut putih dengan ukiran keemasan pohon sakura, menghalau dingin yang ingin ikut bergabung. Tangan kiri keduanya bertautan di atas paha Chanyeol, Luhan sendiri menyandarkan kepalanya ke bahu Chanyeol.
Pagi itu sebelum jarum menunjukkan waktu mempersiapkan segala keperluan Chanyeol berangkat kerja, Luhan mengajak suaminya lebih dulu menghayati keadaan. Berkata ingin menanyakan sesuatu tetapi setelah dua menit berselang Luhan hanya menarik dan menghela napas. Belum ada kata-kata terangkai dari belah bibir Luhan, dan dengan setia Chanyeol menunggu suara Luhan mengisi kekosongan.
"Wanita yang kemarin." Mulainya, menegakkan terlebih dulu posisi duduk, menonton tautan tangan mereka. "Apa kau masih menyukainya? Maksudku, sulit untuk melupakan seseorang yang kita cintai semudah itu. Dari banyak kasus, rasa cinta itu masih tetap bertahan. Apa benar juga begitu yang Chanyeollie rasakan?" Luhan melirik pelan, mempertemukan tatapan mereka.
Satu tangan Chanyeol terarah menyentuh dagu lancip Luhan. Meraba perpotongan garis rahang itu sampai ke telinga.
"Apa kau bisa percaya kalau aku mengatakan tidak lagi mencintainya?" pertanyaan balik mengundang otak Luhan berpikir.
"Kenapa aku ragu untuk percaya. Sementara hari itu kau pernah menolak pernikahan kita Chanyeol, bukankah itu bukti terlalu kuat cintamu padanya." Luhan melepas tautan tangan mereka. "Chanyeol, jujur aku takut," lirihnya menyampaikan bagaimana ketakutan terhadap pemikiran yang bisa saja menjadi benar. Bukan tidak mungkin saat-saat ini sebenarnya diam-diam ia tengah dihancurkan rasa cinta berat sebelah.
"Luhan dengarkan aku." Pergerakan tangan Chanyeol yang ingin menyentuh Luhan terhenti. Luhan menangkap tangan Chanyeol di udara, begitu pula tangan pria itu yang bertengger manis di pipinya ia pegang dan menjauhkannya dari wajah. "Luhan aku... aku.... "
"Cukup katakan mencintaiku saja." Potong Luhan cepat. "Hanya katakan itu, agar aku bisa tenang. Agar aku bisa tidur nyenyak, dan aku bisa tetap bertahan mempercayai bahwa kita akan baik-baik saja dari hari kemarin sampai seterusnya."
Ada bulir air mata yang kemudian menyambut kalimatnya. Luhan separah itu menyimpan ketakutan, bukan omong kosong ketika ia menyampaikan bahwa resah dan gelisah merayap sampai menganggu cara menjalani kebiasaan hari-harinya. Pada keadaan rasa sedang segenting itu harusnya Chanyeol cepat menenangkan. Mengatakan apa yang ingin didengarkan. Katakan bahwa ia mencintai, membalas permintaan Luhan dengan kalimat sederhana bukti pengakuan. Karena lagu-lagu kepedihan sudah berkali-kali menyenandungkan betapa mengerikannya dibiarkan mengawang-awang.
Lidah Chanyeol kaku untuk tanggap cepat mengatakan itu. Bibirnya bergerak ragu, pelan-pelan memulai huruf awal terus menjadi kalimat.
"Yah. Aku mencintaimu. Belum sebesar itu tetapi, bisakah kau membantuku untuk belajar mencintaimu?" ujar Chanyeol. Bersambut anggukan mantap dari Luhan.
"Aku akan membuktikan, hanya aku yang pantas Chanyeol cintai."
☆☆☆☆☆
Terjadi lagi. Penyakit biadab itu muncul dipermukaan lagi, bertubi dan menyakitkan, seperti membalaskan dendam sempat hibernasi dalam waktu cukup lama. Baekhyun mendekap tubuh bergetarnya di sebelah nakas, keringat dingin deras membasahi dahi turun keleher dan gagal terserap sepenuhnya kaos baju tipis. Meringis pun merintih ia lakukan. Demi apapun sakit itu tak pernah mau membuatnya terbiasa biarpun berulang kali sudah datangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Day Are A Struggle [CHANBAEK] [REMAKE]
FanficAkibat 'kebodohan' di masa lalu Baekhyun diasingkan dari hangatnya dekapan keluarga. Hidupnya berputar hanya tentang menebus dosa, dosa yang ia torehkan kepada kembarnya. Miliknya pergi, bahkan cintanya ia biarkan pergi demi penebusan dosa. Baekhyun...