Kotak Musik

42 11 6
                                    

Menjelang petang rintik masih setia mengguyur, mengungkung daratan dengan awan hitam. Hembus angin dingin membelai lembut kulit wajah Hae.

Kelopak berbingkai lentik bulu mata itu terpejam diatas lipatan lengan. Dibiarkan jendela terbuka agar rintik di luar mengenainya juga, Hae suka suara hujan.

Riuh, tapi serempak.

Derit pintu memaksa lehernya menoleh ke muasal suara. Mendapati Namjoon datang membawa sesuatu berselimut kain berwarna merah pekat.

Namjoon ikut duduk di ruang kosong tersisa, sepenuhnya mendapat perhatian Hae hingga gadis itu duduk menghadap padanya.

"Apa itu?" gerak mata Namjoon meminta Hae untuk menjawab sendiri pertanyaannya.

Bungkusan sudah berpindah pangkuan. Sesekali Hae melihat Namjoon takut-takut pemuda itu mengerjainya. Hae bergeming setelah kain pembungkus meluruh.

"Tidak suka?" tanya Namjoon was-was karena Hae tak kunjung bersuara.

"Kau bercanda? Ini sangat indah, Joon, " pekik Hae seraya memeluk pemuda dalam balutan kemeja putih gading yang bagian lengan dilipat rapi hingga siku.

Namjoon nyaris terjerembab mendapat serangan tanpa aba-aba. Alunan musik sayup terdengar setelah Namjoon memutar kunci kecil sebagai tuasnya.

Satu kaki jenjang Namjoon bertekuk dengan satu tangan menengadah. Dalam sekejap pun Hae berada dalam dekapan, mengikuti susunan suara yang amat serasi dengan rintik di luar jendela.

"Hae.."

Lihatlah. Panggilan Namjoon seolah memiliki kekuatan magis untuk Hae tak dapat mengelak, tatap teduh yang terkadang berubah dominan menjadi satu bagian paling Hae suka selain lesung manis yang Namjoon punya.

"Bagaimana jika aku menghilang?" kaki Hae yang semula mengikuti pola tuntunan Namjoon berhenti, menuntut penjelasan dari kalimat ambigu Namjoon, tidak jelas dan abu, "Maaf membuatmu tidak nyaman."

Rengkuhan makin tak memberi jarak antar keduanya. Namjoon berusaha mengembalikan rasa nyaman untuk sang puan.

Kecupan ringan di kening luruh sampai pada dua kelopak. Ibu jari Namjoon mengusap bilah ranum sewarna buah persik guna meminta izin pada sang empu sebelum dibubuhkan kecupan sedikit lama.

Ada kecamuk dan banyak tanya yang ingin Hae tuntutkan pada Namjoon, namun pemilik surai arang itu selalu berhasil mengendalikan buasnya ombak sebelum mengajar karang.

Hae larut dalam euforia yang Namjoon cipta.

"Joon,"

"Ya?"

"Jangan pernah hilang." terdengar jelas sirat kesungguhan dalam kalimat sederhana Hae.

"Aku tidak janji." telak jawaban Namjoon mengundang tatapan tak suka.

"Kenapa begitu?"

"Jika aku ingkar, kau akan kecewa."

Untuk kali pertama, Hae membenci hujan beserta rintik dan kotak bersuara indah.

⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀

⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀

⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀

*:.。. .。.:*・゜゚

Delusi | KNJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang