CHAPTER 4

2.6K 57 16
                                    

Hallo hallooo, apa kabar? Aku kembali lagi hehe. Semoga part ini mengobati rasa rindu kalian ya 💖

Happy Reading

Banyak hal membuat pikiran Rika kacau belakangan ini. Diantaranya adalah pekerjaannya yang padat dan kecurigaan yang berlebihan terhadap suaminya sendiri. Ia hampir saja mengucapkan kata cerai diambang emosinya yang berkobar-kobar. Padahal suaminya tidak selingkuh atau berpaling darinya. Stevan mencintainya, sangat. Langitpun tahu itu. Rika saja yang tidak percaya diri.

Tersirat raut bersalah di wajah Rika. Ia telah mencurigai suaminya dan lebih mempercayai tukang parkir di Kampusnya. Benar-benar bodoh!!

Rika memandang suaminya yang sedang menyantap Sup Buntut kesukaannya. Mereka sedang menikmati makan siang di Restoran sederhana di Kota. Tempat ini merupakan tempat bersejarah dalam perjalanan cinta mereka. Sejak kuliah dan masa pacaran, mereka banyak menghabiskan waktunya di sini.

"Stev," panggilnya pelan.

"Hm?" Stevan menyahut sambil menyeruput kenikmatan kuah supnya.

"Aku minta maaf."

Stevan menatap Rika. "Kenapa tiba-tiba meminta maaf?"

Rika menggeleng. "Hanya ingin meminta maaf saja. Aku belum bisa menjadi istri yang baik bagimu."

Stevan menghela napas, ia menatap Rika lekat-lekat. "Apa menurutmu di dunia ini ada manusia tanpa dosa? Seorang istri pemuka agamapun pernah melakukan kesalahan. Begitupun juga dengan suami. Tidak ada manusia di dunia ini yang tidak berbuat cela."

Rika terdiam seribu bahasa mendengar kalimat bijak suaminya.

"Aku selalu memaafkanmu, Rika. Sebesar apapun kesalahanmu, pintu maafku akan selalu terbuka lebar."

Lihat? Bukankah sudah jelas jika Stevan adalah lelaki baik-baik? Mengapa Rika begitu mudah mempercayai sesuatu yang belum pasti benar adanya?!

"Akhir-akhir ini kamu sepertinya banyak memikirkan sesuatu, Rika. Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" Tanya Stevan.

Rika menggeleng, "Tidak ada. Hanya sedikit terbebani oleh pekerjaan yang menumpuk."

Stevan mengangguk-angguk paham. "Apa perlu kubawa ke psikiater?" Tawarnya kemudian.

"Apa? Tidak! Aku baik-baik saja. Aku hanya butuh istirahat yang cukup, besok mungkin akan segar kembali."

"Benar tidak perlu?" Tawar Stevan lagi.

"Tidak perlu."

Stevan menggeser tangannya lalu mengelus pungung tangan Rika yang sedang berada di atas meja. "Apa perlu sedikit pemanasan dari dalam?" Ia berkedip menggoda Rika.

"Stevan!" Rika melepaskan tangannya dari serangan halus Stevan. Pipinya langsung merah merona. Sambil melihat-lihat sekeliling, Rika mengomeli suaminya yang dengan terang-terangan menggodanya di depan umum itu. Untung saja orang-orang di tempat itu tidak mendengarnya.

Ketika mereka sedang asyik-asyiknya menyantap makanan, tiba-tiba suara TV yg menyiarkan acara gosip di tempat itu menarik perhatian Rika.

Dan berita yang muncul adalah skandal perselingkuhan selebriti-selebriti Tanah Air.
Di mana sang lelaki yang merupakan seorang musisi ketahuan telah berpisah rumah dengan istrinya yang non selebriti dan ibu rumah tangga. Dan yang lebih mengejutkannya lagi ternyata selingkuhannya adalah seorang musisi yang juga merupakan vokalis di dalam band yang didirikan sang suami.

Miris. Sebagai seorang istri, Rika ikut merasakan emosi. Jika ia di posisi istrinya, mungkin ia tidak akan sanggup untuk memperlihatkan diri kepada media.

"Aneh ya, zaman sekarang banyak wanita cantik yang memilih pria yang sudah beristri. Apa nggak ada pria lajang yang menyukai mereka? Kan banyak juga tuh fans-fans prianya. Tinggal comot satu. Kenapa harus repot-repot selingkuh?" Gumam Rika.

Stevan menoleh ke belakang, melihat berita di tv yang dimaksud Rika.

"Semua tidak melulu tentang fisik, sayang. Ada satu perasaan yang disebut kenyamanan. Dan tidak semua orang bisa memberikannya. Mungkin wanita itu hanya merasa nyaman dan aman dengan pria itu. Kita tidak akan tahu karena hati setiap orang itu berbeda." Sahut Stevan.

Rika berdecih, "Aku baru tahu ada manusia sekeji itu. Merasa nyaman ditengah luka dan sakit manusia lain. Apa dia nggak mikir gimana nasib istri pria itu di rumah? Gimana masa depan anak-anak pria yang disukainya itu? Pendek sekali pikirannya. Tidak berperasaan!"

Stevan hanya diam, malas menanggapi omelan Rika yang terbawa emosi.

"Lelaki itu juga salah. Jika memang nggak bisa setia sama satu wanita, kenapa harus menikah?" Omel Rika lagi. "Demi Tuhan, aku benci melihat mereka berdua. Menjijikkan."

Stevan hanya geleng-geleng kepala mendengar ocehan istrinya.

***

"Sekalian nanti sore kujemput?" Tanya Stevan setelah mengantarkan Rika di Kampus.

"Nggak usah. Aku bawa mobil sendiri." Sahut Rika sambil mencari sesuatu dalam tasnya.

"Tinggalkan saja. Besok pagi aku akan antarin kamu."

"Ck, jangan mengada-ngada. Aku lebih suka menyopir sendiri. Lagipula nanti sore aku harus jemput mba Ice, kami sudah janjian akan ke supermarket bareng, belanja keperluan rumah."

"Oh gitu."

Rika berdecak ketika mengetahui apa yang ia cari ternyata tidak ada di dalam tasnya.

"Kamu sedang cari apa?"  Tanya Stevan.

"Aku lupa membawa parfumku. Sepertinya ketinggalan di rumah." Rika tiba-tiba membuka dashboard mobil dan menemukan sebuah parfum merk ternama.

"Itu parfumku." Belum sempat Rika bertanya, Stevan sudah menjawabnya.

Rika mencium bau dari parfume itu. "Baunya bagus ya? Tapi agak jauh dari seleramu yang suka mengoleksi parfume berbau maskulin."

"Hm. Aku bosan dengan bau parfum lamaku."

Rika terkekeh dan menyemprotkan parfume itu di badannya. "Aku kerja dulu. Kamu hati-hati di jalan." Ujarnya lalu mengecup bibir Stevan singkat dan beranjak keluar dari mobil.

Tbc!

***
Segini dulu ya, ntar dilanjut lagi. Terima kasih 🤗

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 09, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SKANDAL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang