Part 9

3.6K 99 3
                                    

Ketika motor Ari berhenti di depan rumah Tari siang harinya, tidak ada kata-kata candaan seperti biasa. Keduanya membisu sampai Tari turun dari motor. Mereka masih menatap ke titik yang sama, kepada seseorang yang berdiri menunggu mereka di depan pagar.

Ata menoleh menyambut kedatangan Ari dan Tari. Ujung-ujung bibirnya terangkat. “Lama banget ditungguin. Untung gue belom sampe garing di sini.”

“Ngapain lo di sini, Ta?” tanya Ari.

Ata melangkah mendekat. Matanya melirik sekilas ke Tari yang berdiri di sebelah saudara kembarnya. “Gue mau minta tolong ke elo.”

“Minta tolong apa?”

“Tolong anterin gue ke rumah lo. Gue mau ketemu sama Bokap.”

Ari dan Tari sama-sama tidak menduga permintaan Ata. Tari yang sudah was-was begitu melihat Ata menunggu kepulangan mereka di rumahnya, langsung mencium akan adanya masalah di keluarga Ari lagi. Tapi ia tidak bisa melarang atau mencegah. Ia bukan seseorang yang memiliki hak untuk melakukan itu.

“Buat apa lo ketemu Bokap?” tanya Ari. Tak urung, suaranya terdengar tegang.

“Gue nggak akan nyari masalah. Gue nggak akan bikin lo kena getahnya, kalo itu yang lo takutin. Anterin aja gue ke sana,” sahut Ata. Tanpa meminta persetujuan Ari, dia naik ke boncengan. “Keberatan, bro?”

“Nggak,” kali ini tanpa ragu Ari menjawab, “Gue anter lo ke sana.” Sebelum pergi, ia menoleh ke Tari. “Buruan masuk.”

Tari mengangguk. Bibirnya membisikkan kata hati-hati, yang dibalas dengan anggukan samar oleh Ari. Saat tangannya membuka pintu pagar, motor Ari melaju meninggalkan jalanan depan rumahnya.

Tari berdoa semoga tidak terjadi hal buruk di antara Ari, Ata, dan ayah mereka. Sampai dia tidak menyadari bahwa hal buruk itu sendiri tengah menghadangnya. Tari membuka pintu depan, dan tubuhnya langsung terpaku. Tidak jauh di depannya, di karpet ruang tamu, ia melihat Geo, adiknya, sedang sibuk menyusun robot gundam bersama seseorang yang tidak ingin Tari temui.

***

Ari memacu motornya dengan kencang. Predikatnya sebagai raja jalanan kembali ia pertontonkan siang ini. Menyalip ke sana kemari, membuat manuver-manuver berbahaya, bahkan menerobos beberapa lampu merah. Ata tidak berusaha menghalangi. Ia biarkan saudara kembarnya kalut begitu mendengar keputusannya untuk datang menemui ayah mereka.

Sebenarnya Ata tidak berniat menemui ayahnya. Ini hanya rencana dadakan agar bisa menjauhkan Ari dari Tari untuk saat ini.

Dalam waktu tidak lebih dari lima belas menit, motor memasuki kompleks perumahan mewah tempat Ari tinggal. Ata menatap sekeliling, mengamati sekilas rumah-rumah yang mereka lewati. Ia sadar ia harus segera mempersiapkan hati.

Setelah melewati beberapa tikungan, motor berhenti di depan sebuah pagar rumah yang menjulang tinggi. Bahkan kalau Ari menurunkannya di depan kompleks dan menyuruhnya menebak sendiri yang mana rumahnya, Ata yakin ia akan berhenti di rumah ini. Rumah yang khusus dibangun ayahnya dengan segala simbol yang berhubungan dengan sang raja langit. Ata turun dari boncengan motor. Matanya masih tidak lepas dari rumah di depannya.

“Ayo masuk.”

Sengatan kebencian mengiringi setiap langkah Ata ketika membuntuti Ari masuk. Jadi begini hidup yang dijalani Ari selama ini. Saudara kembarnya itu hidup bermewah-mewahan di rumah yang bagaikan istana dengan ATM unlimiteddi dompetnya. Bebas menikmati masa-masa SMA dengan segala macam kenakalan yang diinginkannya. Ata mati-matian menjaga langkahnya tetap tegak dan mantap, meski ada dorongan kuat dalam dirinya yang menyuruhnya berlari keluar dari rumah ini.

Jingga untuk Matahari #fanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang