Satu

8.9K 563 126
                                    

Tranggg...

Suara dentingan sendok beradu dengan piring terdengar nyaring. Hingga mengalihkan semua pandangan kearah suara itu.

"Makanan macam apa ini!" seru Winda.

"Memangnya kenapa?" tanya Bayu yang baru saja akan bergabung untuk sarapan.

"Kamu coba saja sendiri," balas Winda ketus pada Bayu, adiknya.

Bayu segera duduk dan mengambil nasi beserta lauk secukupnya. Namun baru satu kali suapan. Bayu mengambil tisu dan memuntahkannya.

"Bagaimana rasanya?" Winda tertawa mengejek Bayu.

Bayu melihat ke arah Gea, istrinya.

"Kamu ini gimana sih, Yang!" tegur Bayu.

"Aku tidak tahu, tadi padahal tidak asin seperti ini," ujar Gea bingung.

Saat memasak tadi, ia sudah mencicipi semua masakkan yang ia buat. Dan semuanya, rasanya enak. Tapi entah mengapa, masakkan yang ia buat menjadi sangat asin.

"Bagaimana bisa kamu tidak tahu dengan masakkan yang kamu buat sendiri? Dan apa kamu bilang? Tadi tidak asin? Kamu menduga ada yang berbuat jahil padamu?" cerocos Winda.

"Iya, apa kamu mau mengalihkan kesalahanmu dengan bicara seperti itu." Kini Rafli ikut menimpali ucapan Winda, kakaknya.

Gea makin menundukkan wajahnya malu, semua mata tertuju padanya dan di tambah kedua saudara iparnya terus mencaci maki dirinya.

Tapi, ada satu hal yang buat Gea makin sedih. Bayu, suaminya. Tidak membela dirinya. Justru ikut menyalah-nyalahkan dirinya. Seolah ia seperti istri yang tak becus. Padahal selama ini, Bayu tak pernah komplen dengan masakkan yang ia buat. Namun beberapa bulan belakangan ini, setelah mereka tinggal bersama orang tua Bayu. Sikap Bayu berubah.

Dulu saat Bayu sebelum di PHK, mereka tinggal di kontrakan berdua. Dan selama itu, hubungan mereka sangat harmonis. Berbeda dengan sekarang. Ada saja masalah yang muncul. Dan semua masalah itu, berasal dari iparnya yang tak suka pada dirinya.

Gea tak mengerti, mengapa Winda dan Rafli membencinya. Apapun yang Gea lakukan, selalu salah di mata mereka.

Gea juga sudah pernah mencoba mengadukan, masalah itu pada suaminya. Tapi justru ia yang disalahkan dan di tuduh yang tidak-tidak.

Harusnya sebagai seorang menantu, Gea berharap mendapatkan perlakuan yang sama seperti anak-anaknya. Namun hal itu hanya sekedar harapan. Kenyataannya, ibu mertuanya selalu ikut memarahinya.

Tapi Gea masih bersyukur karena ada Bapak mertua dan Kakak laki-laki Bayu yang selalu mendukung dan menyemangati dirinya.

"Sudah-sudah, kita bisa makan diluar nanti." Ridwan menengahi keributan yang terjadi.

"Bapak selalu saja seperti itu, sesekali Bapak perlu memarahi Gea. Supaya dia belajar," timpal Winda tak suka.

"Semua orang pernah melakukan kesalahan. Sudah-sudah, kamu berangkat kerja saja sana!" perintah Ridwan pada anak pertamanya.

Winda adalah anak pertama di keluarga itu dan anak perempuan satu-satunya. Mereka semua total 4 bersaudara. Setelah Winda, ada Wisnu kemudian Bayu dan terakhir Rafli.

Bayu menikah lebih dahulu, melangkahi kedua kakaknya. Sedangkan Rafli masih duduk di bangku SMA.

"Bapak selalu saja begitu," gerutu Rafli sambil beranjak dari tempat duduknya. Ia meraih tas ranselnya kemudian bersalaman kepada semua yang ada di ruang makan dan tentu saja kecuali Gea.

"Kamu tidak salaman sama, Mbak Gea?" tanya Wisnu pada Rafli.

"Gak, malas," sahut Rafli berlalu pergi.

"Maafkan kelakuan Rafli," ucap Wisnu.

Wisnu merasa kasihan dengan Gea. Keluarganya seolah memusuhi Gea. Dan Bayu sebagai seorang suami tidak bisa bertindak tegas. Malah terkadang ikut menyudutkan Gea.

"Buat apa juga minta maaf. Wajar Rafli marah, dia mau sekolah dan harus sarapan. Tapi masakkan ini tidak layak sama sekali. Merugikan, pengeluaran rumah ini juga jadi bertambah karena harus memberikan uang lebih untuk makan diluar," sahut Karsih.

"Huss, tidak boleh seperti itu, Bu!" Ridwan menegur istrinya. Ia tak enak dengan Gea, menantunya yang kini hampir menangis.

"Terus saja belain menantu kesayangan kamu itu, padahal lebih baik Lita kemana-mana, malah pilih dia yang tidak bisa apa-apa," ucap Karsih yang memang sejak awal tidak setuju Bayu menikah dengan Gea.

"Ini sudah menjadi keputusan, Bayu. Kita sebagai orang tua harusnya mengajari dia." Ridwan tak suka dengan ucapan istrinya.

Menurut Ridwan memang lebih baik Gea daripada Lita yang hanya bisa berdandan dan menghambur-hamburkan uang.

"Tetap saja, kalau Bapak tidak setuju, Bayu anak kita tidak akan menikah dengan dia!" Karsih menggebrak meja lalu pergi di ikuti oleh Winda.

"Ibu, Bu." Ridwan ikut pergi mengejar istrinya.

"Aku berangkat kerja dulu." Wisnu pamit berangkat kerja.

Kini hanya tinggal Gea dan Bayu di ruang makan itu.

"Apa sekarang kamu puas?" ucap Bayu tiba-tiba.

"Apa maksudnya?" Gea tak paham dengan ucapan suaminya.

"Jika kamu tidak suka dengan keluargaku, katakan baik-baik. Bukan begini caranya."

Gea menggelengkan kepalanya. "Tidak, Mas. Sungguh," ucap Gea.

"Mas kecewa sama kamu." Bayu beranjak pergi meninggalkan Gea sendirian.

"Mas, Mas Bayu!" Gea mengikuti Bayu. Tapi Bayu malah mendorongnya hingga hampir saja terjatuh jika ia tak berpegang pada dinding.

Hati Gea terasa teriris, suaminya kini tega berbuat kasar padanya.

IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang