Lima

3.3K 376 106
                                    

Wisnu mengusap wajahnya kasar, ia tahu kalau ia baru saja melakukan kesalahan tetapi ia tak bisa menahan lebih lama lagi perasaannya.

"Maafkan aku," ucap Wisnu.

Gea sendiri salah tingkah, marah?
Tentu saja, Gea marah dengan sikap Wisnu yang lancang tapi munafik jika ia bilang kalau ia tidak bahagia.

Entah mengapa, ada rasa kebahagiaan tersendiri di hati Gea ketika Wisnu menyatakan cintanya.

"Pulang." Hanya itu yang keluar dari bibir Gea.

Ya, Gea ingin segera pulang untuk menjernihkan otaknya yang menurutnya sudah tak waras lagi. Seharusnya ia tidak boleh senang, tidak. Perasaan itu tidak boleh ada di antara mereka.

Wisnu hanya mengangguk dan tak berbicara apapun lagi.

Perjalanan pulang, dilalui dengan keheningan diantara keduanya. Mereka berdua sibuk dengan pemikirannya masing-masing.

***

Sesampainya di rumah, Gea langsung keluar mobil dan segera berlari masuk ke rumah.

Wisnu tak berusaha mengejar atau menghalangi Gea. Ia memilih untuk berdiam diri sejenak di dalam mobil untuk mengumpulkan kewarasannya yang hampir saja hilang karena tak mampu mengontrol dirinya sendiri saat bersama Gea.

Pikiran licik dan ingin memiliki juga ikut terus memperkeruh suasana hati Wisnu. Ia tak ingin menjadi orang jahat yang tega merebut istri adiknya sendiri.

"Apa yang harus aku lakukan?" gumam Wisnu bingung.

Di tengah Wisnu yang sedang kebingungan dengan perasaannya sendiri. Gea malah di sambut oleh tatapan sinis Winda saat baru saja masuk rumah.

"Darimana kamu?" Winda memicingkan matanya curiga.

"Nemenin Mas Wisnu ke mall cari kado buat Mbak Neva," jawab Gea jujur.

Winda melihat ke arah pintu, namun tidak ada tanda-tanda kehadiran Bayu.

"Cuma berdua dengan Wisnu?"

Gea mengangguk. "Iya, Mbak."

"Cuma berdua?!" Winda meninggikan suaranya.

"Iya tapi kami sudah izin dengan Mas Bayu," ucap Gea cepat. Ia tak mau ada salah paham.

"Tapi aku tidak izinkan kamu pergi sampai larut malam seperti ini."

Gea dan Winda melihat ke arah sumber suara. Di sana ada Bayu yang tengah menuruni anak tangga dan terlihat sangat marah.

"Apa pantas, seorang istri pulang sampai larut malam seperti ini?" Tatapan tajam Bayu layangkan pada Gea.

Plakk ....

Lagi-lagi Bayu menampar Gea.

"Mas," lirih Gea sembari memegangi pipinya. Tadi saja masih terasa sakit dan sekarang, suaminya menamparnya lagi.

"Cobalah mengerti etika menjadi seorang perempuan, terutama menjadi seorang istri!" bentak Bayu.

Gea hanya bisa menunduk menahan tangisnya dan rasa perih di pipi beserta hatinya.

"Ada apa ini?" tanya Wisnu yang baru saja masuk.

"Tidak ada," jawab Bayu cepat dan menarik Gea untuk ikut dengannya ke kamar.

"Ada apa, Mbak?" Wisnu bertanya pada Winda.

"Mana aku tahu." Winda berlalu sambil tertawa. Ia puas melihat Gea menderita dan kalau bisa, lebih baik Bayu bercerai saja dengan Gea.

Menurut Winda, Gea tak pantas menjadi adik iparnya. Karena Gea tidak modis dan tidak kaya.

"Mbak, tolong katakan ada apa?" Wisnu mengejar Winda. Perasaannya tak enak ketika melihat Gea memegangi pipinya dan seperti ingin menangis.

"Apa Bayu memarahinya karena pulang telat?" tanya Wisnu lagi.

"Sudahlah, itu bukan urusan kamu. Lagipula untuk apa kamu mengajak Gea pergi mencari kado untuk Neva. Harusnya kamu ajak aku bukan dia. Lagipula, dia tau apa tentang trend terbaru. Neva tak akan menyukai pilihannya."

"Tapi aku yakin Neva akan suka dengan pilihan Gea karena mereka memiliki selera yang sama, tidak wah seperti kamu," ujar Wisnu.

"Terserah." Winda mempercepat langkahnya menuju kamar. Mungkin malam ini ia akan tidur pulas karena melihat Gea di tampar dua kali oleh Bayu. Bahkan Winda berharap besok ada kabar gembira, kabar tentang Bayu yang menceraikan Gea.

Wisnu makin merasa bersalah, ia yakin Gea dimarahi oleh Bayu karenanya. Besok Wisnu berniat untuk menjelaskan dan meminta maaf.

***
Sesampainya di kamar, Bayu mendorong Gea kasar ke arah ranjang.

"Kamu ini tidak tahu aturan! Mau macam-macam kamu?"

"Mas, kenapa denganmu?" Gea memberanikan diri untuk bertanya.

Gea merasa sudah tak mengenali Bayu lagi. Dia benar-benar berubah tak seperti Bayu saat mereka masih berpacaran.

"Memangnya aku kenapa?" Bayu balik bertanya dengan nada tak suka.

"Kamu berubah, Mas. Kamu tidak seperti Bayu yang aku kenal dulu."

Setetes demi tetes kini air mata Gea terjatuh. Ia tak sanggup menahan air matanya lagi dan air mata itu, sebagai tanda bahwa ia sangat kecewa dengan sikap Bayu.

IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang