Enam

4K 418 133
                                    

Hari ini Gea bangun kesiangan karena lelah semalaman menangis. Saat ia turun, ibu mertuanya sudah berkacak pinggang dan melotot, seolah siap untuk menelannya hidup-hidup.

"Baru bangun, Tuan Putri?" cibir Karsih sinis.

"Maaf, Bu. Aku akan memasak sekarang," ucap Gea.

"Tidak perlu!" seru Karsih.

"Kasihan jika mereka bekerja dan sekolah tanpa sarapan, Bu," ujar Gea.

"Mereka sudah aku pesankan sarapan daripada mereka makan masakkan kamu yang tak layak itu."

"Maaf." Gea menunduk tak enak. Walaupun bukan kesalahannya, tapi Ibu mertuanya sudah memberikan lebel jelek padanya.

"Sekarang kamu balik lagi ke atas dan turun nanti saat semua sudah selesai makan. Aku tidak mau, selera makanku rusak karena melihat wajahmu!"

Karsih berlalu meninggalkan Gea menuju ruang makan untuk mengatakan pada semuanya kalau Gea belum bangun.

"Mana Gea, Bu?" tanya Ridwan yang melihat istrinya datang sendirian. Padahal ia telah memerintahkan Karsih memanggil Gea untuk ikut sarapan bersama.

"Menantu jamanan sekarang ya seperti itulah. Tidak bisa bekerja dan malas. Jam segini, dia belum bangun," ucap Karsih mengarang cerita.

"Masa sih, Bu?" timpal Wisnu tak percaya. Selama ini, ia mengenal Gea sebagai wanita yang rajin.

"Memangnya Ibu terlihat tengah berbohong?" Karsih memicingkan matanya melihat ke arah Wisnu.

"Tapi setahuku, Gea wanita yang sangat rajin," balas Wisnu.

"Kamu kenapa sih, Nu. Belain Gea terus," timpal Winda.

"Bukan begitu, aku tidak membela dia. Tetapi kenyataannya yang kita lihat selama ini, Gea itu sangat rajin." Wisnu terus membela Gea di depan keluarganya.

"Mas Wisnu aneh, Mas Bayu yang jadi suaminya juga diam saja. Kenapa Mas Wisnu daritadi yang nimpalin dan membela dia terus." Kini Rafli ikut bicara untuk memperkeruh suasana.

"Aku hanya bicara fakta," kilah Wisnu.

"Sudah-sudah! Lebih baik kita segera sarapan. Aku tak suka, kalian terus berdebat di meja makan." Ridwan menengahi perdebatan istri dan anak-anaknya.

Akhirnya semuanya diam dan memakan sarapannya dengan tenang.

***
Setelah sarapan selesai dan semua sudah berangkat bekerja. Karsih menuju kamar Gea untuk memerintahkan Gea sesuka hatinya.

"Keluar kamu!" seru Karsih sembari menggedor-gedor pintu kamar Gea.

Gea yang mendengarnya langsung keluar. "Iya, Bu."

"Bereskan meja makan dan cuci bersih semuanya. Lalu jangan lupa, bersihkan kolam renang!"

"Baik, Bu," jawab Gea cepat. Ia tak mau terkena marah lagi oleh ibu mertuanya.

Gea segera membereskan meja makan dan mencuci bersih semua piring yang kotor. Kemudian ia menuju kolam renang untuk membersihkannya juga, sesuai perintah.

Jujur saja, Gea merasa lapar. Tapi ia tak berani makan sebelum pekerjaannya selesai. Lagipula apa yang akan ia makan, ibu mertuanya tidak membelikan jatah sarapan untuknya.

Sampai hari menjelang siang, Gea masih sibuk berkutat dengan pekerjaannya.

Gea pikir, setelah membersihkan kolam renang, ia bisa beristirahat dan memasak sebentar untuk sarapannya. Tetapi nyatanya tidak sesuai dengan apa yang Gea pikirkan.

Ibu mertuanya seakan tak suka melihatnya beristirahat. Baru selesai membereskan kolam renang, ia sudah mendapatkan pekerjaan baru lagi, yaitu membersihkan dan mengganti seluruh seprai yang ada di setiap kamar.

"Lapar," gumam Gea sambil memegangi perutnya.

Saat ini Gea tengah berada di kamar Wisnu untuk membersihkan dan mengganti seprainya.

"Makanlah."

"Mas Wisnu?" Gea terkejut karena Wisnu sudah pulang.

"Makanlah," ucap Wisnu lagi.

Wisnu membawakan Gea nasi kotak. Ia tahu kalau Gea belum makan.

Awalnya Wisnu akan mengirim pesan pada Gea untuk menemuinya sebentar di kamar. Tapi ternyata Gea malah sudah ada di kamarnya.

"Kenapa Mas Wisnu sudah pulang?"

"Aku izin pulang sebentar untuk mengantarkan kamu makanan. Kamu lapar kan?"

"Tapi bagaimana dengan pekerjaanku."

"Makan dulu, baru kamu kerjakan lagi. Aku tidak mau melihat kamu sakit."

"Lalu bagaimana kalau Ibu tahu."

"Ibu pasti akan mengira kamu tengah bekerja. Jadi cepatlah makan."

"Terima kasih." Gea tersenyum.

Gea senang sekaligus sedih. Ia senang karena masih ada yang peduli dan perhatian padanya sampai rela izin pulang hanya untuk mengantarkan makanan untuknya. Tapi ia juga sedih karena orang itu bukan suaminya.

IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang