Empat

4.7K 457 143
                                    

Wisnu tertawa melihat Gea salah tingkah. Meskipun apa yang ia ucapkan adalah sebuah kejujuran, namun Wisnu tak mau membuat hubungan mereka menjadi canggung.

"Lucu sekali wajah kamu," goda Wisnu.

"Mas Wisnu!!" Gea memukul-mukul lengan Wisnu. Ia sudah merasa tak enak dan bingung akan jawab apa. Ternyata hanya sebuah candaan.

Gea kesal namun di sisi lain, Gea jadi tahu kalau Wisnu yang selama ini Gea anggap kaku ternyata orang yang humoris.

"Sudah-sudah, ayo kita turun!" Wisnu mengajak Gea untuk turun dari mobil.

"Iya. Sebenarnya kita mau cari kado seperti apa, Mas?"

"Aku belum tahu, nanti kamu pilihkan yang terbaik saja."

Gea mengangguk paham.

***
Gea sedikit kesal dan kakinya juga sudah pegal namun Wisnu belum juga memutuskan apa yang akan dia beli. Padahal sejak tadi mereka sudah keluar masuk beberapa toko.

"Mas, sebenarnya nyari apa sih?"

"Aku tidak tahu, Ge. Kalau aku tahu, aku tidak akan mengajakmu."

"Dari tadi kita sudah keluar masuk toko, aku juga sudah pilihkan beberapa barang. Tapi Mas Wisnu tidak mau," gerutu Gea.

"Aku kurang suka dengan tadi yang kamu pilih."

"Terus Mbak Neva sukanya apa? Kita pilih aja apa barang yang dia sukai saja."

"Neva suka tas."

"Kenapa tidak bilang dari tadi, Mas. Kalau Mbak Neva suka tas, kita ke toko tas saja."

"Lalu kamu sukanya apa?"

"Kalau aku, suka apa aja, Mas. Asal gratis." Gea tertawa.

"Kalau gitu, pilih saja apapun yang kamu mau. Gratis." Wisnu ikut tertawa.

Mereka berdua terlihat sangat akrab. Gea yang biasanya merasa canggung, kini terlihat biasa saja dan lepas seolah tak ada beban. Wisnu membuat Gea merasa nyaman.

"Yakin nawarin aku, Mas?"

"Iya, pilih saja apapun yang kamu mau."

"Aku pilih semuanya."

"Ambillah!"

Gea tertawa lagi. "Gaya sekali kamu, Mas. Memangnya uang kamu akan cukup membeli semua yang ada di mall ini?"

"Kalau uangku tak cukup, kamu yang akan jadi jaminannya."

Gea dan Wisnu kembali tertawa bersama. Hingga mereka lupa jika malam sudah mulai larut.

"Sebentar, Mas." Gea mengambil ponselnya di dalam tas kecil yang ia bawa. Karena sejak tadi, ponselnya terus bergetar.

"Siapa?" tanya Wisnu penasaran.

"Mas Bayu," balas Gea saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya kemudian mengangkat telpon tersebut.

Wisnu entah mengapa tak suka dan merasa cemburu saat Gea mengangkat telpon dari Bayu. Padahal seharusnya ia biasa saja, lagipula Bayu suami sah Gea dan tentu saja Bayu adalah adik kandungnya sendiri.

"Ya Tuhan, aku harus bagaimana?" gumam Wisnu dalam hati.

Wisnu ingin menepis semua rasa yang ada di hatinya. Rasa yang tak seharusnya ada dan kian lama terasa semakin menyiksa batinnya.

Kenapa dari ribuan bahkan jutaan wanita yang ada di dunia ini, Wisnu harus jatuh cinta pada adik iparnya sendiri. Wanita yang tak seharusnya ia cintai.

"Ada apa?" tanya Wisnu setelah Gea selesai telpon.

"Mas Bayu nyuruh pulang, Mas."

Wisnu melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Ternyata sudah hampir jam setengah sebelas malam.

"Baiklah, kita pulang."

Mereka berdua berjalan keluar mall menuju parkiran.

"Tapi kita belum dapat apapun," ujar Gea.

"Kita cari lagi besok siang."

"Aku tidak janji bisa nemenin, Mas. Aku tidak enak jika kita keluar bersama lagi."

"Memangnya kenapa? Kamu tidak suka jalan denganku?"

"Bukan, bukan begitu, Mas," sanggah Gea cepat.

Bukan Gea tak suka jalan dengan Wisnu, ia malah sangat suka karena Wisnu sangat menyenangkan. Tapi Gea tak mau membiarkan rasa suka dan nyaman ini terus berlanjut. Ia takut akan membuat salah paham orang rumah dan memperburuk hubungannya dengan ibu mertuanya dan Winda beserta Rafli.

"Lalu?"

"Aku takut akan menimbulkan fitnah," balas Gea.

"Kita pergi izin terlebih dahulu, tidak pergi diam-diam."

"Tetap saja, Mas. Orang tidak semua paham dengan maksud kita. Meskipun jujur, jika orang itu terlanjur membenci kita, semua akan tetap salah dimatanya."

"Apa yang kamu maksud Ibuku, Winda dan Rafli?"

Gea hanya tersenyum tipis sebagai jawaban.

"Maafkan orangtuaku dan juga saudaraku." Wisnu meraih tangan Gea.

Tindakan reflek Wisnu, membuat Gea terkejut dan menghentikan langkahnya.

"Tidak apa-apa, Mas Wisnu tidak perlu minta maaf."

Gea berusaha menarik tangannya yang kini tengah di genggaman oleh Wisnu. Namun Wisnu malah semakin erat menggenggamnya.

"Aku tahu, kalau kamu sering menangis sendirian. Aku tahu kelakuan saudara dan Ibuku keterlaluan. Aku juga tahu kalau Bayu kadang mengabaikanmu dan berkata-kata kasar padamu."

Wisnu mengulurkan satu tangannya lagi yang bebas dan mengusap pipi Gea lembut.

"Dan apa kamu tahu? Aku marah saat Bayu denagn teganya menamparmu di hadapan kita semua."

Gea gugup salah tingkah dan tak atau harus bicara apa.

"Datanglah padaku kalau kamu butuh seseorang untuk mendengarkan keluh kesahmu. Atau mintalah aku, untuk bawa kamu pergi dan memulai kehidupan yang baru, bersamaku."

Deg...

Jantung Gea berdetak lebih cepat berkali-kali lipat. Ia ingin menganggap semua ini hanya candaan seperti tadi, tapi ....

Cup...

Wisnu mencium bibir Gea tanpa Gea duga-duga.

"I love you," ucap Wisnu sembari menatap Gea lembut.

Gea masih mematung seakan tak percaya apa yang baru saja terjadi.

IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang