BAB 8

1K 71 5
                                    

Pintu kamar resort terbuka, Chairil dan Steven masuk ke dalam. Stephanie menatap kearah Chairil, sepertinya lelaki itu hari ini benar-benar akan menginap disini bersamanya dan Steven. Stephanie tak mungkin setega itu membiarkan Chairil pulang ke resortnya saat hujan lebat seperti ini.

"Lo jadi gak akan pulang, Iel?" Tanya Stephanie sedikit sinis.

"Mau ngusir?" Tanya Chairil yang seenaknya berbaring di kasur. "Coba aja kalau bisa." Lanjut Chairil seraya memeletkan lidahnya.

"DASAR COWOK NYEBELIN!" Teriak Stephanie seraya menendang paha Chairil kencang hingga lelaki itu hampir terjatuh ke lantai.

"Aww.." Ringis Chairil dengan bangkit dari posisi tidurnya.

"Dasar cewek psikopat." Ucap Chairil.

Melihat kakaknya dan Chairil yang terus bertengkar layaknya anak kecil, Steven merasa kehadirannya menjadi dilupakan. Lagi pula bukan hal yang menarik melihat orang berkelahi seperti ini, sepertinya lebih baik ia mengungsi ke kamarnya Doni, lebih menyenangkan bisa bermain game semalaman bersama temannya itu.

"Gue tidur sama Doni aja deh, lo berdua rusuh." Ucap Steven dengan nada songongnya.

Stephanie mendelik mendengar perkataan dari Steven, bisa-bisa hal semalam bisa terjadi lagi. Memang bukan hal yang aneh-aneh sih, namun tetap saja hal ini sama saja seperti mengijinkan Chairil modus padanya.

"Eh, nanti kalo dia ngapa-ngapain gue gimana?!" Ucap Stephanie tak setuju.

"Kemarin aja lo berdua sekamar kan? Udah ya gak usah banyak alasan, lagi bang Chairil gak bajingan kayak pacar lo." Ucap Steven dengan nada nyolotnya.

Tanpa basa-basi lagi Steven pun meninggalkan kamarnya, menyisakan Stephanie dan Chairil dengan suasana yang tiba-tiba awkward. Mencoba mengabaikan kehadiran Chairil, Stephanie mengambil ponselnya.

Tatapan mata Stephanie langsung berkaca-kaca saat membuka pesan dari Delvin, mantan pacarnya itu memberikan sebuah undangan digital untuknya. Disudut ruangan pun Chairil tengah merenung, ia pun sama mendapat undangan digital dari Rania. Dua orang di ruangan ini perasaannya sama-sama hancur, kadang takdir begitu menyedihkan untuk dijalani.

Sebelum Stephanie menangis hebat disini, ia memilih untuk pergi daripada menjadi tontonan gratis Chairil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebelum Stephanie menangis hebat disini, ia memilih untuk pergi daripada menjadi tontonan gratis Chairil. Suara gebrakan pintu yang ditutup kencang Stephanie membuat lamunan Chairil buyar seketika.

"Bar-bar banget jadi cewek."

Malam semakin larut, namun Stephanie tak kunjung pulang ke kamar. Perasaan Chairil menjadi tidak tenang, ia bisa-bisa dihajar Steven kalau sampai kakaknya menghilang.

"Apa gara-gara gue ya?" Tanya Chairil kepada dirinya sendiri.

Daripada hanya diam sambil memikirkan hal yang tidak-tidak, Chairil memilih langsung pergi dari kamar ini untuk mencari Stephanie. Lelaki itu merutuki Stephanie sebal, wanita itu selalu saja membuat dirinya kerepotan.

Banyak sekali gadis-gadis seumuran Steven menatap kearah dirinya kagum, Chairil sudah biasa ditatap seperti itu, membuat dirinya tidak terganggu. Butuh waktu setengah jam untuk Chairil mengelilingi resort ini, namun Stephanie tak juga kelihatan.

"Stephanie, lo kemana sih elah." Ucap Chairil dengan menghela nafas lelah.

Duar!

Petir diiringi hujan deras membatasi tanah yang dipijak Chairil, hujan deras terjadi begitu saja. Untungnya Chairil menggunakan baju panjang dengan coat coklat untuk menghalau hawa dingin. Suhu semakin rendah, Chairil ingat betul jika tadi Stephanie keluar hanya menggunakan baju tipis.

Sama-sama Chairil melihat seorang gadis yang sedang terduduk di sebuah jembatan kayu, bulu kuduk Chairil mulai berdiri. Bukannya Chairil penakut, hanya saja suasananya memang sangat mencekam ditambah sebuah suara tangisan.

Dengan langkah perlahan Chairil mendekati perempuan itu, perasaan Chairil mulai melega saat ternyata jika memang Stephanie yang sedang menangis disana. Chairil nekat menerobos hujan deras tanpa memakai payung.

"Stephanie!" Panggil Chairil.

Gadis yang merasa namanya dipanggil oleh Chairil pun menoleh dengan tatapan sendunya, baju tipisnya basah kuyup karena hujan deras yang mengguyurnya. Stephanie semakin terisak saat Chairil memakaikan Stephanie coat miliknya.

"Ada apa?" Tanya Chairil lembut.

"Hikss.. Hikss.. Hikss.. Kak Delvin mau tunangan lusa." Ucap Stephanie yang semakin terisak parah.

"Cowok yang ngajak lo kawin lari itu ya?" Tanya Chairil tanpa menyadari apa yang ia ucapkan.

"Iya.. Hiks.. Hikss.. Eh, kok lo bisa tau sih?" Tanya Stephanie dengan menatap tajam Delvin.

"Y-ya, taulah." Ucap Delvin yang mendadak salah tingkah.

"Tau darimana?" Tanya Stephanie seraya menahan isakannya.

Tak ada balasan dari Chairil, tanpa aba-aba Chairil menarik Stephanie untuk masuk ke dalam pelukannya. Stephanie terdiam karena terkejut dengan tindakan Chairil saat ini, Chairil benar-benar bisa membuat Stephanie menjadi mati kutu seperti ini.

"Nangis aja, keluarin semua air mata lo sekarang. Tapi, setelah ini lo harus janji sama gue untuk gak nangis lagi." Ucap Chairil dengan mengusap rambut Stephanie yang basah.

Tangisan Stephanie kembali datang yang terdengar begitu memilukan, rasa sakit yang ia rasakan saat ini ia tumpahkan pada tangisan dan pelukan hangat Chairil. Chairil pun diam-diam menangis, melepaskan Rani untuk selamanya  adalah hal yang tersulit yang harus ia lakukan di dalam hidupnya.

"Hikss.. Hikss.. Gue cinta sama dia, Iel..."

"Tapi gue gak mau kawin lari, gue gak mau bikin Steven sendirian, gue gak mau ngecewain orangtua gue." Ucap Stephanie dengan memukul punggung Chairil.

"Itu pilihan yang tepat yang pernah lo ambil, jangan ngorbanin keluarga buat cowok gak gentle kayak dia. Hidup lo, dunia lo, raga lo itu semua milik lo dan gak semua yang ada di dalam dunia lo itu dia. Buka mata lo, banyak orang yang sayang sama lo. Lupain masa lalu, fokus sama masa depan." Ucap Chairil lembut namun penuh ketegasan.

Kata-kata yang ia ucapkan bukan hanya untuk Stephanie, namun juga untuk dirinya sendiri. Ia harus yakin jika pilihan yang ia ambil sudah benar, sesayangnya Chairil pada Rani, Chairil lebih menyayangi kelima saudaranya yang sudah menemaninya sejak ia kecil. Jonathan akan sangat kecewa padanya jika ia memilih kawin lari, sudah cukup kasusnya dulu mengacaukan kehidupannya dan membuat saudara-saudaranya harus menahan malu karena dirinya yang terlalu bebas.

"Chairil, gue ngantuk." Ucap Stephanie tiba-tiba.

Chairil melepaskan pelukannya, kemudian beralih menggendong Stephanie ala bridal style. Entah apa yang membuat Chairil repot-repot berbuat ini semua pada Stephanie, perasaannya yang menyuruh Chairil melakukan hal seperti ini.

"Malu nanti diliatin temen-temennya Steven." Bisik Stephanie.

"Diem, gak rugi digendong cowok ganteng kayak gue." Ucap Chairil seraya terkekeh.

"Sempet-sempetnya narsis ya lo." Ucap Stephanie dengan suara seraknya.

"Udah gak usah bawel, lo mandi, ganti baju, kepingin rambut, abis itu tidur." Ucap Chairil yang diangguki Stephanie.

"Bagus." Ucap Chairil seraya tersenyum.

Sepertinya hobi baru Chairil saat ini adalah melihat Stephanie mau mematuhi semua perkataannya. Entah kenapa ada rasa senang tersendiri melihat Stephanie mau mematuhi ucapannya.

****
Pada nonton true beauty gak? Aku tim suho, kalean sapa nii??

[M] FAKE MARRIAGE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang