[6] MASALALU

30 1 0
                                    


KANTIN sangat ramai sampai-sampai Kiana bingung ia akan duduk dimana, sampai ia melihat ada tempat yang kosong, tentu saja ia takkan buang buang waktu untuk hanya melihat tempat itu saja.

Tak lama setelah Kiana duduk, ada seorang lelaki dengan wajah yang bisa dibilang tampan. Rama namanya.

“Lo yang katanya lagi deket sama alfaro?” tanya lelaki yang kini menduduki bangku yang ada didepan Kiana.

“Gak, gue gak deket sama alfaro,” ucap Kiana menatap lelaki dengan paras tampan itu, lalu kembali melanjutkan memakan bakso yang ada didepannya. Kiana bisa melihat berberapa orang yang kini menatap kearah mereka berdua.

Rama memegang dagu Kiana, mengangkat wajah gadis itu membuat tatapan mereka berdua bertemu. “Lo sama gue aja, lebih enak. Gue kuat sampe pagi kok.”

Kiana menepis tangan Rama yang tadi berada di dagunya. Kiana mengerutkan keningnya ia. Perkataan Rama barusan sangat mengganggu moodnya hari sekarang, apa maksud Rama berkata seperti itu, lalu diakhiri senyumnya yang mungkin terlihat manis dimata orang-orang, tetapi dimata Kiana itu terlihat mesum. “maksud lo apa?” tanya Kiana.

Rama tertawa. “Kok pura-pura gak tau sih.”

“Kemarin gue denger inti the tigris ngomong tentang lo. Seenak itu ya rasa lo?” tanya Rama yang membuat Kiana berdiri, lalu menamparnya dengan keras.

“Maksud lo apa. Gak sopan.” Kiana terus menatap Rama yang kini terkekeh sambil memegang pipi kanannya yang kini merah.

Itu sudah membuat seluruh penjuru kantin menatap kearah mereka berdua.

Dan yang membuat orang-orang yang ada di kantin lebih kaget lagi adalah Rama yang berdiri dan langsung menampar Kiana lebih keras dari pada tamparan Kiana barusan.

“LO ITU MURAHAN, MISKIN, MAKANYA LO CARI DUIT DENGAN CARA GITU KAN? LO PIKIR GUE GAK TAU!” bentak Rama.

Kiana memalingkan wajahnya, matanya merah, rasanya ingin menangis saja sekarang. Tidak ada yang membela maupun membantunya.

Tak selang beberapa menit, Kiana dikagetkan dengan Rama yang tiba-tiba saja terjatuh akibat diberi bogem mentah oleh seseorang. Itu Alfaro. Lelaki itu melihat kejadiannya, dimana Rama yang tiba-tiba saja menghampiri Kiana sampai dimana Rama berdiri lalu menampar Kiana dengan keras.

“Mulut lo lemes banget. Laki lo? ” ujar Alfaro dengan tenang.

Bukannya takut Rama malah terkekeh lalu mengusap darah yang ada di hidungnya sambil menatap kearah Alfaro. “Kenapa lo belain dia alfaro? Benar kan kata gue? Dia udah ngasih sesuatu ke lo, yang jelas lebih dari sekedar senyuman,” Rama lalu beralih menatap kearah Kiana. “Digilir lo sama semua anggota geng?”

“Brengsek!” Alfaro kembali melayangkan tinjunya tepat di wajah Rama. Rama sempat ingin membalas, tetapi percuma, Alfaro lebih kuat dari dirinya.

Kiana memalingkan wajahnya, gadis itu sudah menahan agar tidak menangis, tetapi percuma air matanya tetap lolos begitu saja.

Sedangkan Vano yang juga ada di sana mencoba menghentikan Alfaro, apalagi melihat Rama yang sudah babak belur, tetapi Alfaro tetap tidak menghentikan pukulannya. “WOI WOI! PANGGIL RANGGA, PANGGIL RANGGA!” ucapan Panji langsung diberi anggukanoleh dua orang lelaki yang ada di sana. Sekarang, tak ada yang bisa menghentikan Alfaro.

DALION BELONGS WITH METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang