Lobi Techno 8 pagi ini sepi, mungkin karena ini belum mulai jam kerja. Yang ramai baru Starbucks, selalu begitu setiap hari. Sejak pertama dibuka 3 tahun lalu, gerai mereka di Techno 8 tidak pernah sepi pengunjung. Karyawan dari kantor sekitar pun suka ikut ngopi disini jadinya, untuk sarapan atau saat break makan siang. Pun seperti Ruby.
Selain sudah kelihatan cantik paripurna dari ujung kepala hingga ujung kaki, hot tall latte juga sudah ada di genggaman. Segera setelah melewati security barrier pertama, Ruby naik lift tanpa menunggu lama. Beberapa wajah orang Sales dan Marketing yang dikenalnya terlihat menyapa.
"Pagi-pagi udah cantik nih Kak Ruby." Ucap Stella, anak intern yang akan segera mengakhiri masa kerjanya minggu depan. Ruby hanya tersenyum manis.
Sebelum pintu lift betul-betul tertutup, dua orang masih berusaha masuk lift dan pintu terbuka lagi. Mata Stella terbelalak dan pipinya bersemu merah, dari bayangan cermin lift jelas terlihat dia salah tingkah. Adrian Lukito baru saja naik lift dan perlahan memposisikan dirinya di bagian belakang lift, dekat dengan Stella dan Ruby.
Ruby menahan senyumnya, muka Stella sangat menggemaskan, membuat Ruby teringat dulu saat masih SMP dan ketemu sama cowo yang ditaksir. Luki sendiri tampaknya ngga sadar dengan apa yang sedang terjadi, dia sibuk memperhatikan layar ponselnya.
Satu per satu penumpang lift turun di lantai-lantai kantor Techno 8, menyisakan Stella, Ruby, dan Luki.
"Morning." Luki menyapa ramah kepada Stella dan Ruby.
"Hi." Balas Ruby singkat, tersenyum sambil melirik Stella yang menjawab "Pagi, Mas." dengan pelan. Kayaknya Luki juga ga dengar.
Sampai di lantai 16, Stella pamit duluan dan buru-buru membuka access door ke ruang kerja.
"Gotta go to the toilet first." Ucap Ruby singkat, meninggalkan Luki yang sedang tapping ID ke access door sambil menyapa satpam.
Baru saja Ruby melangkah keluar dari toilet, tangan kanannya digenggam halus tapi cukup kuat untuk membuatnya mengikuti orang yang menariknya. Masuk melewati emergency door, Luki pushed his body closer to Ruby and kissed her lips. When Ruby kissed him back, Luki mundur dan tersenyum.
"You ruined my lipstick." Ucap Ruby geleng-geleng kepala tapi tidak menanggalkan senyumnya. Sweet kiss in the morning is her daily dose of vitamin.
"Belum minum kopi. I need my Starbucks."
"Ya beli dong."
"Maunya kamu." Jawab Luki, tersenyum ngga kalah manis. "Have a great day, okay?"
Luki mencium pipi Ruby cepat dan meninggalkan area tangga darurat untuk segera kembali ke mejanya. Tadi dia izin toilet break sebelum meeting, jadi ga bisa lama-lama menghilang. Bertemu Ruby seperti tadi sudah cukup untuk Luki.
Ruby sendiri menyusul masuk 5 menit kemudian dan meletakkan tasnya di mejanya yang berada di seberang area meja Luki. Sekilas cowo ini kelihatan sudah sibuk membawa laptop dan berbicara dengan salah satu team-nya sambil berjalan ke ruang meeting tanpa melihat ke arah Ruby, seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya.
"Ruby, can we discuss for a moment? Kayaknya kita perlu update deck buat present ke GM lusa. Di ruanganku ya?" Suara Mba Intan, boss-nya, memecah keheningan. Mengangguk cepat, Ruby pun berjalan ke ruangan, siap memulai harinya.
All in all, that's what life on the 16th Floor feels like. All busy, all hectic, no time to meddle each other's personal life.
And for Ruby and Luki, it's best kept as secret.
---------------------------------------------
YOU ARE READING
Twisted
FanfictionShe met him when she's lonely. He met her when he's needy. Ruby had no idea having Luki in her life would be this fun. But will the fun ends when feeling involves more?