🧚🏻♀️
***
Defano masih dengan segala pikirannya tentang keputusan Athaya yang menurutnya tidak seharusnya dia ambil. Defano terduduk di ruang keluarga yang berada di lantai satu, menunggu pulangnya Anwar –papanya untuk meminta kejelasan karena ia sama sekali tidak tau mengenai apa pun tentang kepulangan adiknya.
Ia sesekali mengecek handphone-nya. Gelisah menunggu Anwar yang tak pasti setiap harinya pulang ke rumah pukul berapa. Tidak ada waktu tepat untuk Anwar pulang dari urusan kerjanya.
Ceklek
Suara pintu terdengar, Defano yakin itu adalah papanya. Ia berdiri dari duduknya, melihat ke arah pintu utama yang terbuka. Dan benar, itu papanya.
"Pa," katanya
"Kenapa bang?" Anwar menoleh tapi tetap pada posisinya, tidak beranjak.
"Abang baru tau Athaya mau balik kemarin, dan abang juga baru tau kalau Athaya mau lanjutin sekolah di sekolah yang sama kaya Ocha sama Fina."
Anwar mendekati sang anak yang berbicara. Lalu berkata, "Iya abang, Athaya emang gak mau abang tau. Dia bilang kalau abang tau, kamu pasti bakal ngelarang dia apa pun caranya."
"Ya, emang gitu Pa. Athaya gak seharusnya balik ke sini apalagi sampai satu sekolahan sama Ocha dan Fina." Defano menatap ayahnya dengan muka sedikit masam.
"Bang, adik kamu sekarang sudah besar. Sudah punya identity card pula, berarti sudah dewasa kan?" Anwar memegang pundak Defano, "Kalau gitu kamu percayakan saja ya semuanya ke dia. Papa yakin dia bisa." Setelah itu Anwar meninggalkan Defano yang masih berkecamuk dengan pikirannya sendiri.
*
Keesokan harinya sesuai janji Ocha dan Fina, mereka mendatangi rumah Athaya untuk bermain. Menemui sahabat mereka yang semenjak pindah ke Sydey sama sekali tidak pernah berniatan untuk pulang ke Jakarta. Mereka berdua pun sempat kaget mendengar kabar dari sahabatnya itu satu minggu yang lalu, saat Athaya menyatakan ia akan pulang ke Jakarta dan mengakhiri masa SMAnya di sini.
Mobil Ocha yang mengangkut dirinya dan Fina sudah terparkir rapi di halaman rumah Athaya. Mereka keluar dari mobil itu dan berjalan ke pintu utama rumah tersebut. Sudah dua tahun lamanya mereka tak mengunjungi rumah ini, terakhir ketika malam sebelum akhirnya Athaya pindah ke Sydney.
Mereka masuk ke dalam rumah dan bergerak menuju kamar Athaya setelah pintu besar itu dibukakan oleh Bi Ani.
"Athaya!" Ocha tersenyum dengan lebar melihat sang sahabat –Athaya sedang berbaring di atas kasur sambil memainkan handphone-nya.
Athaya melihat keduanya dan tak lupa pula senyum lebar juga tampak di wajah gadis itu, "Ocha! Fina!" Athaya beranjak dari kasurnya dan memeluk kedua sahabatnya.
"Gila At! Kangen banget gue sama lo!" Kali ini Fina yang berbicara sambil melerai pelukan ketiganya.
"Gue juga kangen banget sama kalian berdua," Athaya membalas dan senyumnya masih tak hilang dari wajahnya, "Kalian berdua selama gue tinggal baik-baik aja kan?"
"At, kita ini berdua, ya pasti amanlah. Yang harusnya nanya tuh kita. Lo di sana gimana? Baik ajakan?" Ocha bertanya pada Athaya kemudian duduk di karpet depan kasur Athaya yang kemudian diikuti oleh Athaya dan Fina.

KAMU SEDANG MEMBACA
This Town
Fiksi RemajaAthaya kini kembali lagi ke Jakarta setelah minggat dua tahun ke Sydney. Baru saja dia hendak pulang ketika di Bandara ia bertemu dengan salah seorang yang ia hindari. Bukan kesan yang cukup baik. Kalau baru mau pulang saja sudah begini, apalagi jik...