Bab 1: Aku, Kamu, dan Rasa

73 9 4
                                    

Hallo, I'm comeback!
Yups, aku kembali dengan sebuah cerita yang baru✨

Bantu support yak❤
Kali ini hadir dengan sebuah cerita yang lumayan berbeda😂 (bagiku, bagi kalian, aku ga tau.)

Yuk udah yuk, langsung baca aja ya.
.
.
.

⚪⚪⚪


     
        ______________________________

| Bab 1. Aku, Kamu, dan Rasa |
 _____________✨______________



Mentari telah menyapa. Tersenyum manis memandangku dengan siluet indahnya. Cahayanya tajam menyilaukan mata. Sorotnya, lurus ke arah aku berdiri. Berdiri di samping meja rias di kamarku. Menghadap ke samping, melihat pemandangan luasnya hamparan sawah. Menatap langit cerah berwarna biru—bersih berawan putih. Tanaman padi menari mengikuti irama angin berembus. Pohon kelapa pegunungan bergelayut manja pada angkasa. Menikmati pemandangan desa yang menyejukkan hati—dia yang kucintai. Menarik nafas dalam dan membuangnya sembarang, melepas penat yang masih tersisa.

Aku mengemas pakaianku ke dalam koper. Peralatan yang aku butuhkan, tak lupa aku masukkan ke dalam koper itu. Pagi ini, pagi terakhir aku tinggal di desa bersama kedua malaikat tak bersayapku. Aku merantau ke kota demi mencari cuan. Berniat mendaftarkan diri di sebuah perusahaan ternama di sana sebagai staff keuangan. Kebetulan, bidang itu sama dengan jurusan yang aku ambil ketika SMK kemarin. Seusai mengemas barang-barangku, aku membersihkan diri—masuk ke kamar mandi.

“Luna, jangan lupa sarapan dulu ya, Nak,” ucap ibuku penuh kasih sayang.

Aku yang masih sibuk dengan urusan make up dan style fashion-ku hanya menjawab dengan suara lirih, sangat lirih. Mungkin, hanya diriku sendiri yang mampu mendengarnya. Memakai baju berwarna putih berpaduan dengan celana berwarna cokelat muda membuatku terlihat lebih cantik dari biasanya. Tas kecil berisikan handphone dan perintilannya pun sudah siap bertengger di pundakku. Sepatu berwarna hitam putih bermerek ‘Nike’ juga telah terpasang rapi di kakiku. Aku berjalan keluar dari kamar menuju ruang makan. Menikmati masakan ibu di hari terakhir sebelum pergi ke kota.

“Lun, hati-hati ya.” Ibu berjalan mengikutiku.

“Iya, Bu.” Aku mencium dan memeluk ibuku amat erat.

Mencium tangan untuk memberi salam hormat kepada ibu dan ayah, membuatku enggan untuk pergi pagi ini juga. Aku akan sangat merasa rindu dengannya. Ibuku memberikan nasihat yang bermanfaat untuk aku menjalani hidup di kota. Tak lama, mobil yang aku pesan telah berhenti di depan pagar kayu rumahku. Aku melenggang bersama mobil travel menuju kota tujuanku. Aku menikmati perjalananku kali ini, sampai-sampai tertidur pulas. Aku sampai di kota Jakarta pada pukul 21.00 WIB. Beruntung, aku memiliki teman yang bisa menumpangiku tidur malam ini.

“Din, terima kasih.” Aku memeluk Dinar seketika.

“Sama-sama. Lun, besok kamu bareng aku aja,” katanya.

Aku dan Dinar mengobrol di kamar kecil miliknya. Membicarakan banyak hal mengenai kenangan masa sekolah. Dinar adalah salah satu temanku ketika SMP. Dia sosok teman yang mau membantuku. Terkadang, dia juga mengejekku ketika aku mengalami suatu kesulitan. Bukankah itu yang dinamakan sahabat?

Detik TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang