Tentang Suaranya (2)

9 2 5
                                    

"Tetapi aneh juga ya, Sya. Kenapa dia tiba-tiba ingin duduk bersamamu? Apa dia sedang berkelahi dengan teman-temannya", tanya Simo

Aku teringat kembali apa yang Salma katakan kepadaku,
.
.

""""Kau tahu, kau tidak perlu merasa sendiri seperti ini terus-terusan. Aku pun ingin berubah. Masa depan memang terdengar menakutkan bukan?""""
.
.
.

"Aku awalnya juga berpikir seperti itu, Mo. Lalu dia berkata kepadaku bahwa dia ingin berubah dan juga dia berkata kalau masa depan itu terdengar menakutkan"

Bagaimana aku bisa bilang kepada mereka bahwa aku tidak perlu merasa sendiri? Aku tidak mau membahayakan nasib diriku menuju ketidakpastian.

"Huh? Apa maksudnya itu?", kata Dasu bingung

"Terdengar serius yah. Memang terkadang dia bisa serius, tetapi aku tidak pernah menduga dia akan berkata seperti itu kepadamu. Maksudnya, kau tahu kan bagaimana gerak-gerik dia bersama teman-temannya? Cheerful, menyenangkan, dan sebagainya bukan? Aku hanya terkejut saja.", kata Simo

"Aku pun sulit mencernanya. Karena itu aku pergi dari kelas untuk menemui kalian"

"Tapi, kau benar-benar pria yang beruntung, Sya. Entah mengapa dia memilihmu"

"Memilihku? Tidak, tidak. Ini bukan seperti yang kalian pikirkan. Dia hanya duduk di sampingku. Ohh tapi aku akan menunggunya untuk memilihku. Seperti kata orang-orang, tidak ada yang instan."

Aku benci kata-kata itu. Tentu saja ada yang instan. Contohnya? semester 1 yang lalu. Saat dimana kepastian sangatlah instan. Episode yang sebenarnya que sera sera.

"Kau sepertinya sangat yakin, Arsya"

Dasar. Tentu saja, Dasu. Sesuai perkataanmu di kantin tadi, aku harus memikirkan kesan orang-orang jika melihatku.

"Oh iya, tentang pertanyaanku di kantin. Tebakanku adalah tidak ada yang peduli"

Jawaban yang cukup meyakinkan, sekaligus menyakitkan

"Kau tahu mengapa? karena seperti yang tadi Simo katakan. Dia terkadang berbicara dan bertingkah-laku serius serta tegas. Namun, Dia hanya melakukannya saat benar-benar bertekad kuat. Ingat gak sih bulan lalu menjelang ujian akhir semester? sikap dan perilakunya berubah 100%. Lagipula, apa kau tahu Simo? ternyata teman kita juga ada loh yang .................................................."
.
.
.

Oh sumpah benar-benar aku hampir tidak bisa menahannya lagi. Apa yang aku katakan, pikirkan, dengarkan, semuanya palsu. Aku bukanlah orang yang seperti ini, aku berbeda. Tapi kenapa aku masih seperti ini? Apa bedanya hari ini dengan sebelum-sebelumnya?

Rasanya seperti bisu, bisu yang dipaksa.

Entah kenapa sakit sekali kepalaku, rasanya ingin menangis saja. Kenapa kau masih seperti ini, Arsya?

Badanku terasa hanya seperti robot. Aku bahkan tidak punya kendali atas diriku.

Simo, Dasu, cukup kita sudahi dulu teater kali ini.

******

Simo membuka pintu. Kelas masih ramai seperti biasanya. Bel masuk belum berbunyi. Aku memasuki kelas itu dengan kepala tertunduk. Payahnya diriku. Aku tidak bisa melihat wajah murid lainnya.

Aku malu. Mungkin mereka sedang menertawakanku.

.
.
"Tegakkan kepalamu, bodoh"

Apa?

Seseorang berada di depanku.

"Salma?"

Badannya lebih rendah dariku tetapi dia dapat menghalangi jalanku.

Saat Aku di Dunia MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang