04. Honest Man

126 23 1
                                    

Setiap rabu setelah pulang sekolah adalah jadwal ekstrakurikuler PMR untuk latihan. Setiap hari itu juga adalah jadwal Mark untuk menunggu Haidar selesai latihan PMR yang ditemani oleh teman-temannya. Hanya menunggui, tak pernah berani untuk mengantarkannya pulang.

Kini mereka sedang berada di kantin, kembali membicarakan perihal pendekatan Mark kepada Haidar.

“Jadi, ini sebenernya lo udah gerak PDKT belom, sih?” Tanya Hendery pada Mark.

“Udah,” sahut Lucas, “tapi gagal,” lanjutnya.

“Buku lo jelek,” kata Jeno menyalahkan.

“Eh, lo jangan salahin gue, ya. Salahin, tuh, yang nulis buku!” Lucas membela diri.

“Orang yang beli reviewnya pada berhasil, pas dibeli lo doang gak berhasil!”

Mark yang mendengar teman-temannya adu mulut agak merasa pusing dan bersalah karena ini bukan sepenuhnya salah Lucas dan bukunya, melainkan Mark sendiri yang terlalu payah.

“Bukan salah siapa-siapa. Gue juga bertanggung jawab,” sahut Mark lesu.

“Ngehamilin siapa lu pake tanggung jawab segala?” Tanya Hendery.

“Bego lu,” kata Jeno memukul lengan Hendery.

“Maksudnya, kalian malah jadi ikut terlibat sama kisah percintaan dramatis gue yang bisa dibilang noob banget kayak kata Lucas. Maaf. Gue juga gak ada usaha.”

Mendengar penuturan Mark yang terdengar sedih dan putus asa tentang percintaannya membuat teman-temannya tertegun. Untuk Lucas, jujur, sejak SMP ia tidak pernah melihat Mark sedih tentang hal ini selain nilai ujiannya yang sempat anjlok.

“Kayaknya Haidar juga udah aneh ngeliat gue. Malu, ah,” lanjut Mark masih tertunduk.

“Mark... jangan gitu, dong. Gue jadi sedih,” kata Hendery sambil menghapus air mata imajinernya.

“Jangan berputus asa dan menyerah, kawan,” Jeno menyemangati.

Lucas masih terdiam. Ia ingin sekali membantu temannya itu mengingat ia pernah dibantu oleh Mark dalam hal pelajaran.

“Ke lantai 4, yuk?” Ajak Lucas pada teman-temannya.

“Ngapain? Capek, ah,” tolak Hendery.

Ge-er banget. Emang gua ngajak lu?”

Dengan ekspresi pura-pura kagetnya Hendery kembali bersuara, “kejam! Teman akhlakless!”

Lucas menoleh ke Mark yang masih menundukkan kepalanya. Ia kemudian mengusap punggung Mark. “Cheer up, man. Pasti bisa. Kuncinya jangan nyerah. Lo harus memberanikan diri untuk jujur kali ini.”

Mark menoleh menatap Lucas. Sisi Lucas yang serius, baru kali ini Mark melihatnya.

“Sekarang biar lega, lo keluarin aja apa yang lo rasain dengan teriak yang kenceng dari lantai 4. Gimana?”

Mark sempat berpikir untuk beberapa detik sampai akhirnya ia menyetujui ajakan Lucas. Ketika sampai di lantai 4 yang sepi, tanpa ragu Mark menarik napasnya dalam dan mulai berteriak.

MARK PAYAH!

MARK CEMEN!

DEKETIN HAIDAR AJA GAK BERANI!

PADAHAL SUKA!

SUKA BANGET!

HAIDAR KEREN BISA BIKIN AKU SUKA!

Entah Mark sadar atau tidak, namun saat ini yang ada di lapangan sudah menoleh ke lantai 4 di mana Mark berada.

Hendery dan Jeno sudah tercengang dengan kelakuan Mark itu sementara Lucas menatap Mark bangga sambil bertepuk tangan.

“Gitu, Mark. Agresif aja. Bagus!” Puji Lucas mengacungkan kedua jempolnya disertai senyuman lebar.

Hendery dan Jeno menoleh bersamaan. “Pinter juga rencana lu,” puji Hendery pada Lucas yang dibalas oleh senyuman angkuh.

“Lo gak sadar, ya, kalo ada Haidar di lapangan lagi latihan?” Tanya Jeno pada Mark.

Mata Mark membulat, ia menoleh ke bawah dan mendapati Haidar sedang menatap ke atas dengan raut wajah yang sulit ditebak. Menyadari kebodohannya itu, tentu saja ia malu. Namun, kalau sudah kepalang begini lebih baik lanjutkan saja. Kata Lucas harus agresif, betul? Asal mengungkapkan saja, tidak perlu diterima.

“Nekat juga anak itu,” bisik Arjuna pada Haidar.

“Cie Kak Haidar jadi crush orang lain,” ledek Carel menyenggol lengan Haidar.

Jujur, yang Haidar rasakan saat ini adalah darahnya yang berdesir dan jantungnya yang berdebar kencang. Apakah ia sedang mendapatkan pernyataan cinta? Belum pernah ada yang mengungkapkan dan melakukan hal segila ini padanya.

Matanya kini masih memandang ke lantai 4. Ingin memastikan bahwa Mark si orang aneh itu masih berada di sana dan tidak sedang mengerjainya.

HAIDAR!” Kepala Mark menyembul dari lantai 4. Ternyata ia masih ada di sana.

AKU INGIN KAMU!” Teriaknya lagi dengan senyuman yang tak luntur dari wajahnya. Haidar yang mendengar itu langsung menutup mata dan berusaha mengatur napasnya. Seperti sedang menahan malu dan kesal.

Kondisi jantung keduanya saat ini? Oh, jangan ditanya. Kencang sekali seperti drum yang dipukul. Wajah Haidar terlihat sangat merah melebihi Mark. Arjuna dan Carel hanya tertawa kecil melihat tingkah Mark dan temannya yang kini sudah sangat malu.

Tanpa merespon apa pun, Haidar pergi ke kantin. Ia butuh minuman dingin yang dapat menyegarkan dan mendinginkan seluruh tubuhnya. Terima kasih pada si aneh yang telah membuatnya begini. Mark yang melihat itu bingung, namun ia segera turun ke lantai bawah.

“Woy! Mau ke mana lu?” Teriak Hendery hendak menahan Mark, namun tak bisa.

“Biarin. Lagi ngejar cinta itu,” kata Lucas.

Secepat Flash, kini ia sudah berada di lantai bawah dan tanpa ragu bertanya pada kedua teman Haidar. Dijawab dengan kata ‘tidak tahu’, Mark melangkahkan kakinya ke kantin. Entahlah, firasatnya mengatakan untuk pergi ke sana.

Benar saja, dilihatnya Haidar sedang duduk melamun di salah satu bangku kantin. Sepertinya tidak sadar akan kedatangan Mark di kantin yang sudah sepi, ia langsung membeli 2 Teh Kotak.

Di tengah kesibukkan Haidar melamun, tiba-tiba sebuah punggung tangan menyentuh keningnya. Haidar kaget bukan main dan tak sengaja lututnya terantuk meja.

“Aw!” Teriak Haidar kemudian mengelus lututnya.

“Eh? Hati-hati,” kata Mark meringis yang kini sudah duduk di samping Haidar dan ikut mengelus lututnya.

Haidar? Tentu saat ini ia sedang sangat tertegun. Mau apa orang ini? Pikirnya.

Mark menoleh. Kini jarak mereka tak lebih dari 10cm, bahu mereka menempel, keduanya tak sanggup berkata-kata, menikmati debaran yang ada.

Tak pernah Mark sangka bahwa saat ini akan datang. Saat ia merasakan jatuh cinta. Akhirnya.

Sementara Haidar, ia tak menyangka bahwa perasaannya akan terbalas.

Arah Sang Cinta dan BalasannyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang