22. HUJAN

168 14 0
                                    

***

       Petir menggelegar,di selingi hujan rintik rintik yang turun dengan deras dan tiupan angin kencang membuat suasana malam ini mencekam. Apalagi saat ini Andin di rumah sendirian. Papa dan Mama ke luar kota beberapa hari kedepan,sedangkan Kak Nindy belum pulang KKN.

     Ini sudah hari ketiga Andin di rumah setelah keluar dari rumah sakit jiwa. Papa dan Mama yang melihat Andin begitu sehat dan tersenyum kembali pun percaya bahwa Andin baik baik saja jika harus di tinggal sendirian di rumah.

     Tapi mungkin,tidak hari ini..

          Dari kecil,dirinya takut hujan petir yang di sertai angin. Suara angin yang bertiup kencang menyapu dedaunan dan ranting membuat Andin ketakutan mendengarnya. Apalagi petir dan kilatannya,rasanya membuat jantung Andin harus berdetak lebih kencang.

      Gadis itu menutup seluruh jendela yang masih terbuka. Tiupan angin yang masuk melalui jendela membuat tirai tirai jendela bergerak kedalam tak beraturan.

      "Duh,mana di rumah sendiri. Jendela pada belum di tutup lagi". Keluh Andin kesal sembari ribut menutupi jendela rumahnya satu persatu. Karena rumahnya memiliki jendela kaca dengan ukuran besar dan cukup banyak membuat Andin kesulitan untuk menutup semuanya sendirian,di tambah tak ada tanda tanda turun hujan membuat gadis itu menggerutu kesal.

     "Besok nggak usah buka jendela lah! Pengap yaudah terserah! Daripada repot sendiri begini!". Gerutunya kesal.

     Hingga akhirnya,tinggal satu jendela lagi yang belum tertutup,yaitu di bagian ruang makan. Jendela itu menghadap langsung ke halaman belakang yang di tumbuhi pohon pohon besar seperti rambutan,mangga,dan jambu.

       "Tinggal satu lagi,habis itu ke kamar slimutan!". Ujarnya menyemangati diri.

     Saat sudah memegang engsel jendela itu,gerakannya terhenti saat tak sengaja melihat sesuatu di halaman belakang itu. Andin menyipitkan mata,lebih meneliti apa yang di lihatnya dari jarak duapuluh meter itu.

     "Siapa itu?". Tanyanya pada diri sendiri.

     Perempuan dengan dress putih selutut dengan kaki tanpa alas berdiri basah kuyub di sana. Andin membulatkan mata,setelah baru menyadari bahwa tak ada siapapun di rumah selain dirinya. Di tambah tak ada orang yang bisa masuk kerumahnya kecuali melewati pintu depan. Dirinya baru menyadari bahwa itu bukan manusia.

     Gadis itu terdiam menunduk membiarkan air hujan terus mengguyur di tubuhnya. "Kalau bukan karena apa apa,pasti itu setan males hujan hujanan. Pasti ada masalah dia". Gumam Andin pelan.

      Gadis itu langsung mengambil payung di dekat pintu,kemudian berjalan ke halaman belakang menghampiri mahluk tak kasat mata itu.

     Di tengah derainya hujan mengguyur di sertai kilat,entah apa yang membuat Andin berani keluar rumah padahal dirinya sendiri takut petir.

     "Lo kenapa di sini?!". Tanya Andin dengan suara agak keras. Karena derasnya hujan hampir menenggelamkan suaranya. 

     Gadis itu tak menjawab,ia masih menunduk dengan rambut basah yang menutupi wajahnya.

     "Kalau lo nggak ada perlu,nggak usah di sini. Semua temen temen lo udah gue pindahin ke kebon sebelah!". Ujarnya lagi.

      Setelah mendengar ucapan Andin gadis itu pun mendongak,memunculkan wajah dengan darah yang mengalir dari mata ke pipi. Matanya merah pekat dengan bibir lebar sampai ke rahang belakangnya. 

      Andin shyok,gadis itu berusaha menguatkan diri. Dengan beristigfar dan membaca surat apapun yang ia bisa. Sembari ingin berlari meninggalkan perempuan itu,namun kakinya tiba tiba kaku dan tak bisa di gerakkan.

     "Qul a'uzu birabbin-nas!". Ucapnya lirih sembari takut,tangannya gemetar memegang payung begitu kuat.

     "Malikin-nas,ilahin-nas". Sahut setan perempuan itu dengan nada berbisik. Andin shyok,mendengar setan itu ikut melantunkan surat An Nas. Di bacakan bukannya pergi malah mengikuti.

      "Astagfirullah,astagfirullah!". Ujarnya takut.

    Tak lama dari arah belakang setan itu,muncul banyak sekali laki laki berbaju serba hitam dengan payung berwarna hitam berdiri berjajar menatapnya serius.

      Andin kenal betul,itu adalah sekte pengabdi setan dengan aliran sesat!

    "Ya Allah,tolong hamba! Ringankan kaki hamba untuk berlari ya Allah!". Ujarnya dalam hati sambil menangis. Perlahan,gerombolan mahluk mengerikan itu mendekat ke arahnya dengan tangan kanan mengulur kedepan ingin meraihnya.

      "Bismillah!". Ujar Andin. Lalu sekuat tenaga Andin mengangkat kakinya dan berbalik badan untuk berlari kedalam rumah.

     "Jangan menengok kebelakang Andin".

     "Jangan menengok ke bekalakang Andin".

     "Jangan menengok kebelakang Andin".

    Bisikan itu memenuhi telinga Andin,gadis itu menurut. Ia berusaha untuk tidak menengok kebelakang dan terus berlari kencang menuju rumahnya.

     Sampai di teras belakang,ia membuang payungngnya begitu saja dan masuk kedalam rumah lalu mengunci pintunya.

    Nafas Andin terengah,ia jatuh terduduk di lantai dengan lemas. Jantungnya masih berdebar kencang . Masih tak percaya dengan apa yang ia lihat barusan.

Dok dok dok dok!

   Tiba tiba pintu di ketuk dengan kencang!

Andin langsung berdiri,menggeser meja yang ada di dekat pintu dan menaruhnya di pintu. Lalu menaruh kursi makan dan apapun yang bisa mengganjal pintu agar tidak bisa di buka dari luar.

    Dok dok dok dok!

    Dok dok dok dok!

    Gadis itu menangis lagi,hampir frustasi dengan situasi ini. Sekejap ia membuka sedikit tirai di jendela kacanya,melihat sudah puluhan mahluk menyerupai sekte aliran sesat itu mengepung rumahnya. Dengan cepat,Andin langsung naik ke lantai dua dan masuk kedalam kamarnya. Ia mengunci pintu dan mengganjal pintunya menggunakan meja belajar lalu naik ke tempat tidur dan mengambil ponsel di nakas untuk menelpon siapapun.

      Pertama,ia menelpon Andra beberapa kali. Tapi nomor Andra tidak aktif. Lalu menelpon Citra,gadis itu juga tidak aktif nomornya. Andin frustasi,menangis sejadi jadinya karena tak tahu harus berbuat apa lagi. Lalu ia teringat akan Wulan. Ya! Wulan!

   
     Andin memanggil Wulan di dalam hati,tak lama sosok wulan sudah hadir di kamarnya dengan wujud menyeramkan jika ia sedang marah. Wulan,kini berubah menjadi kuntilanak dengan rambut besar mengembang,mata melotot dan wajah mengerikan.

      "Ada apa Andin". Tanyanya dingin.

      Menyadari Wulan sedang dalam mode negatif membuat Andin takut untuk meminta pertolongan Wulan. Andin hanya menunjuk ke arah pintu dengan tangan gemetar dan air mata yang sudah membanjir. Ia tak mampu lagi berkata kata.

     Wulan lalu terbang menembus pintu kamarnya,entah apa yang di lakukannya tapi cukup lama hingga akhirnya wulan kembali dengan wujud yang sudah berubah sepeti biasa. Mengenakan kebaya biru.

     Wulan mendekap Andin "Sudah pergi semuanya Andin. Jangan takut lagi". Ujar gadis itu lembut.

     "Makasih ya Wulan". Jawabnya agak tenang. Gadis itu sudah lega,setelah kepergian mahluk mahluk itu dan kembalinya Wulan,hujan tiba tiba reda.

     "Tidurlah,saya temani" ujar Wulan menatap Andin.

    Andin mengangguk,lalu merebahkan tubuhnya dengan selimut yang masih menempel. Ia memejamkam matanya.

***

IKUT AKU ANDIN!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang