seventh The Two

72 23 7
                                    

"Buka pintunya Ester, aku ingin bicara serius," ujar Damian terkesan memaksa.

Ester hanya diam dan malah memilih untuk pura-pura tertidur.

"Aku tahu kamu pasti belum tidur, buka pintunya!"
Ester terlonjak mendengar suara gedoran di kaca serta geraman Damian, benar-benar mengancam dan tak terbantahkan.

Oleh karena itu, dengan gugup Ester membuka pintu tersebut namun hanya dengan sedikit celah.
"Ada apa?" Tanya Ester dengan dagu terangkat, berusaha agar tidak terlihat terintimidasi.

Damian menyipitkan mata menatap Ester curiga, "Apa kita harus berbicara seperti ini? Buka pintunya, Esterr," desis Damian dengan mata yang terlihat begitu menyeramkan.


Ester tertegun, bagaimana kalau dia tidak membuka pintunya apakah lelaki itu akan menerobos masuk? Memikirkan itu membuat Ester menelan ludah gugup. Begitu juga jantungnya yang memompa sangat cepat di dalam sana mau tak mau Ester membuka lebar pintu tersebut.

"Apa yang kau ingin bicarakan, sampai malam-malam begini? Apa tidak bisa besok?" Ester berusaha tenang, walaupun sekarang hatinya menginginkan kabur dari sana demi menghindari tatapan tajam Damian yang sepertinya siap menerkam.


"Aku ingin bertanya serius, tapi sebelum itu bisakah kamu keluar dulu? Kurasa bukan ide bagus aku masuk ke kamarmu"
Mendengar itu cepat-cepat Ester keluar.

"Ambil jaketmu, di luar sangat dingin," ujar Damian ketika mendapati Ester hanya memakai kaos oblong selutut.

Di luar memang sangat dingin mungkin sebentar lagi akan ada hujan salju. Tapi bukan itu yang membuat Ester tertegun lama menatap Damian, melainkan kalimat Damian yang entah kenapa bisa menghangatkan hati Ester. Pria yang menatapnya tajam barusan ternyata memiliki sisi hangat juga ya.

Gadis itu berbalik menampilkan senyumnya lalu masuk ke kamar mengambil jaket serta selimut untuk menutupi kakinya.

Ester keluar, gadis itu sudah mirip setengah kepompong sekarang.

"Apa tidak ada alternatif lain selain membawa selimut keluar?" Cibir Damian menatap aneh Ester memadukan jaket serta selimut sedikit tebal sebagai bawahannya.

Ester memutar bola matanya jengah,"Jangan banyak protes. Kamu mau bicara apa?"
Gadis itu melipat tangan di depan dada menatap Damian seperti acuh tak acuh.

Damian mengangkat sebelah alisnya, "Sepertinya lo makin hari, makin berani ya sama gue," Ester hanya mendengus, "oke lupakan itu."

"Vivian adalah sahabatku sekaligus mantan kekasihku," hening sejenak, Damian memperhatikan raut Ester yang tampak biasa saja mendengar informasi itu, "kami memang dekat sejak kecil dan kebetulan kami juga sekelas sekarang dan kerap kali sekelompok saat pembagian tugas. Jadi tidak heran jika dia berada di sekitarku ... termasuk yang sore tadi, ada hal penting yang harus aku bahas dengannya ... "
Damian menghela napas, "memang aku pernah pacaran dengannya, mungkin karena aku nyaman dan mama juga menyukainya, karena dia memenuhi kriteria calon menantu yang diinginkan mama mungkin, terlebih dia sangat hebat memasak."

Hati Ester seketika tergugah secara bersamaan juga merasa miris sendiri. Vivian memang perempuan sempurna, selain sukses dalam berkarir dia juga sangat jago masak. Ester jadi merasa minder ditambah lagi sejauh ini di antara Damian dan Rafael mereka belum pernah mengajaknya untuk bertemu orangtua mereka, pasti karena dia belum seperti kriteria calon menantu yang diinginkan orangtua mereka?

Damian yang menangkap raut lesu di wajah gadis di depannya, kembali berbicara, "Kau jangan khawatir, orangtuaku adalah orangtua dengan pemikiran terbuka, tidak menilai seseorang hanya dari aspek tertentu saja bahkan momy sendiri dulu ketika ia masuk ke keluarga Franklin dia adalah satu-satunya perempuan yang tidak menyelesaikan studinya, tidak menguasai beberapa bahasa karena dia memang tidak pernah berniat sekolah dia lebih memilih untuk menghabiskan waktunya di bidang menjahit, menyulam, dan memasak. Untuk hal-hal lain Mama belajar setelah mama menikah dengan papa.
Jadi tenang saja, aku pasti akan membawamu ke orangtuaku tentu saja setelah kamu jadi tunanganku," Damian berkedip menggoda Ester.

"Oleh sebab itu kamu harus memilihku," Damian  berujar tegas dan mengintimidasi seraya menatap dalam manik legam Ester.
Ester yang mendapat serangan tiba-tiba begitu seketika merasa panas dan kakinya terasa seperti jeli sekarang.

Hampir saja Ester terjatuh kalau tidak ada Damian yang dengan sigap menarik pinggangnya.





Pip

Pip

Pippppp

Don't forget to folololow greenpink!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Between The Two [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang