Dua Belas : Janggal

744 144 141
                                    

[Kalau berkenan, jangan lupa follow author agar dapat notifikasi dan info seputar update-an, terima kasih]

Cerita ini hanya fiktif belaka. Semua kejadian yang terjadi hanya karangan bebas penulis, tidak benar-benar terjadi di tempat dan lokasi yang disebutkan.
.
.
.
.
.

Mobil yang berhenti di lobby hotel segera dipindahkan oleh petugas. Enam orang yang baru keluar berdiri berjajar menatap hotel besar tersebut. Salfa, langsung disuguhi pemandangan tak mengenakkan dari atas, dimana ada beberapa sosok wanita berbaju putih yang sudah melegenda di masyarakat. Kuntilanak. Mereka terbang kesana kemari.

Gopal mengawali masuk. Segera ke resepsionis guna mengatur kamar. Ia meminta tiga kamar yang bersebelahan, tapi sayangnya, karena hotel sedang ramai, mereka tak mendapatkan itu. Helaan berat terdengar dari Gopal yang sudah kembali dengan tiga kunci di tangannya. Menyerahkan itu ke Kinara dan Genta.

"Kamarnya mencar," kata Gopal yang langsung membuat semua temannya kaget.

"Ha? Kok bisa?" balas Vin.

"Penuh emangnya?" sahut Novan.

Semua pertanyaan tadi dijawab hanya dengan anggukan oleh Gopal. Disitulah, Salfa merasa parno sendiri karena ia tahu, bukan hanya dipenuhi pengunjung, namun disini juga sesak oleh hadirnya mereka yang tidak terlihat. "Kenapa nggak ke hotel satunya aja, Pal? Siapa tau nggak mencar-mencar gini?"

"Udah terlanjur, Sal. Sumpah ya gue capek banget saking nggak taunya lagi sama semua yang terjadi."

Mencoba mengerti karena memang apa yang dikatakan Gopal sudah mewakili kesemua temannya, enam orang itu pun lantas berpencar karena letak ruangan yang berbeda-beda penjuru. Para gadis berada di sisi selatan hotel, lantai dua. Genta dan Novan di sisi barat, lantai dua. Sementara Gopal dan Vin, berada di sisi barat, lantai tiga.

Kinara berjalan cepat menaiki tangga, sedikit kesal karena Salfa tidak mau diajak naik lift. Sahabatnya itu aneh, sangat aneh. Escalator, lift, bagi Salfa adalah hal yang harus dijauhi. Tiap kali ditanya alasannya, selalu menjawab tidak berani. Pernah satu kali Kinara memaksa Salfa naik escalator ketika di mall, yang ada tangannya malah pegal karena dipegang erat-erat oleh Salfa.

"Harusnya pikiran udah capek, badan jangan dibikin capek, Sal!" gerutu Kinara yang sesaat kemudian akhirnya menoleh ke belakang karena tak kunjung mendapat sahutan. "Lo ngapain masih di bawah?"

Salfa menatap sedih pada Kinara yang sudah setengah jalan. Di tangga, banyak dari mereka sedang duduk, dengan tatapan tidak suka, seperti pengusiran secara halus menurut Salfa. Sebelum ditanya lebih jauh oleh Kinara yang sudah menyorotnya heran, Salfa memilih untuk segera naik. Berjalan zig-zag karena tak ingin menabrak mereka.

Dari situlah Kinara akhirnya paham mengapa Salfa tak juga naik. Merinding itu kemudian terasa menjalari leher bagian belakangnya. Terlebih, hembusan angin tepat di telinganya, spontan membuat Kinara menoleh. Namun, tak mendapati siapapun. Di tangga itu hanya ada dirinya dan Salfa. Kinara makin merasa takut saja, mulai menduga, bahwa sepertinya malam ini akan panjang.

Dua gadis itu pun sampai di kamar nomor 037. Melega sebab ketika masuk, mereka disuguhi pemandangan yang menyejukkan mata. Kamar hotelnya meski tak begitu luas, namun sangat rapi dan bersih. Tentu saja mewah karena memang hotel besar. Kinara buru-buru membanting tubuhnya di tempat tidur yang sangat empuk dengan sprei putih. Selimut bermotif kupu-kupu itu sangat lembut, membuat Kinara sangat nyaman mengusapnya.

"Cuci tangan cuci kaki dulu, Ra, sebelum tidur," ujar Salfa mengingatkan. Ia baru saja meletakkan kopernya di lemari. "Koper lo gue masukin sekalian ya?"

AWAKENED [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang