Tiba-tiba, terdengar suara yang berasal dari engsel pintu dan terdapat sepatu kulit berwarna coklat di depan pintu. Kumis Pak Fipli yang khas masih menghiasi wajahnya, walaupun lebih pendek daripada biasanya. Kemeja birunya menonjol di antara seragam wartawan yang mayoritas bernuansa gelap.
"Ya, selamat siang rekan-rekan pers. Ada info, rapat mengenai kelanjutan Rancangan Undang-Undang Kerja Baru dijadwalkan pada 16 Oktober, minggu depan, ya. Bukan hari ini. Terima kasih," jelas Pak Fipli. Ia pun membalikkan badan dan keluar dari ruangan.
Mendengar ucapannya, ruangan seketika diisi dengan suara hembusan napas dan berbagai suara 'yah' yang berasal dari para jurnalis. Saya pun menutup notebook dan menyelipkan pulpen ke dalam spiral, memasukkan keduanya ke dalam tas.
"Tuh, apa kata gw. Firasat gw gak pernah salah," pamer Mira yang juga membereskan barang-barangnya.
"Iya, iya. Lu abis ini balik ke kantor?" tanyaku mengenai rencana Mira.
Mira menjawab sambil menganggukkan kepalanya, "Iya, udah dicariin babe. Gw duluan, ya, Ren." Ia menggendong tasnya sambil melambaikan tangannya, bergegas ke arah pintu.
"Oke. See you, Mir. TTDJ," sampaiku kepada Mira yang sudah sampai di depan pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Journalist's Journal
Short StoryRenee, jurnalis FACE News, tidak sengaja mendengar informasi yang dapat menguak ketidaktransparanan Lembaga Perwakilan Rakyat. Narasumber yang keras kepala sampai pemilik media yang semena-mena, Renee berjuang untuk melawan semuanya. Disclaimer Nam...