BAB #3 : Hidup Sebagai Valerie

17 8 2
                                    

Ten Reasons Why She's Gone.

M I S T E R I - F I K S I R E M A J A
N O V E L
Original story by :
N U R O H I M A

Follow me on my new social media :
Instagram - helloimaaaofficial
Dreame - imaofficial
Wattpad - helloimaaaofficial

S E L A M A T M E M B A C A

***

Vanya membuka matanya dengan perlahan dan menyadari bahwa dirinya tak lagi tertidur pada sebuah dipan usang sembari berdesak - desakan bersama anak jalanan yang lain. Matanya mengerjap beberapa kali dan merasakan bengkak di wajahnya mulai membaik. Luka - luka yang kecil bahkan sudah menghilang dan tidak lagi terasa sakit. Ia merasa lebih baik setelah bangun tidur hari ini.

Menjadi Valerie sungguh berhasil mengubah hidupnya yang malang. Vanya seperti Cinderella yang membawa sepatu kaca ke pesta dansa pangeran;semuanya benar - benar menjadi lebih baik.

Gadis bertubuh kurus itu kemudian beranjak, masih dengan piyama tidur berwarna biru langit yang diberikan oleh Wina tadi malam dan berjalan menuju ke lantai dasar dimana hidungnya yang mancung mengendus aroma bawang yang ditumis. Menggiurkan dan menggugah rasa lapar di perut Vanya.

"Kamu sudah bangun, Val?"

Vanya terkesiap. Ia masih belum terbiasa setiap kali Wina ataupun Andika memanggilnya dengan nama lain. Namun pada detik selanjutnya, Vanya langsung menghampiri Andika yang sudah lebih dahulu duduk di meja makan, dengan kedua mata yang sibuk menatap lembaran koran berisi berita - berita politik di Indonesia dan tersenyum lembut sembari menyapa keduanya. "Aku nyium sesuatu yang enak banget dari atas," kata Vanya berterus terang.

Andika mendongak dan tertawa kecil. Ia kemudian meletakkan koran yang selalu menjadi teman sarapannya di atas meja dan mengalihkan pandangannya hanya kepada putri sematawayangnya. "Gimana tidur kamu semalam, Val? Sudah merasa enakan badannya?"

Vanya alias Valerie palsu pun mengangguk. Ia tersenyum cerah tatkala Wina menghampiri meja makan dengan dua piring berisi nasi goreng di tangannya. "Udah, Pah."

Wina meletakkan kedua makanan tersebut di hadapan suaminya, lalu di depan Vanya. Sembari mengulum senyum, wanita dengan blus cokelat mudanya itu duduk di sebelah Vanya. "Ayo sarapan dulu. Hari ini Papah dan Mamah akan antar kamu ke sekolah ya, Val," tukas Wina dengan ramah.

Namun hal tersebut justru terdengar sebagai mimpi buruk di telinga Vanya.

Sekolah, katanya?

Pergi ke sekolah artinya Vanya harus berpura - pura menjadi Valerie yang selama sepekan terakhir menghilang setelah datang ke pesta ulang tahun salah satu temannya. Namun masalahnya, bagaimana jika ada satu di antara teman - teman sekolah Valerie yang menyadari bahwa dirinya hanyalah orang lain yang menyamar? Bagaimana jika ada yang tahu dan melaporkannya pada Wina maupun Andika? Tentulah penjara akan menjadi hukuman yang paling menanti Vanya.

"Sekolah, Mah?" Vanya menggigit bibirnya gugup. "Tapi aku nggak ingat apa - apa sekarang. Kalau nanti temanku ada yang bully aku atau bikin aku malu. Gimana, Mah?"

Setidaknya hanya itulah yang dapat dilakukan Vanya demi melindungi dirinya sendiri; mencari alasan. Ia tidak boleh pergi ke sekolah, ia tidak boleh bertemu dengan teman - teman Vanya dan ia tidak boleh sampai tertangkap basah telah menipu semua orang.

Wina lagi - lagi menyunggingkan senyumnya yang lembut dan mengusap punggung Vanya dengan perlahan. "Nggak ada yang berani bully kamu di sekolah, Sayang. Sekolah kamu itu sekolah swasta terbaik di Jakarta," jelasnya dengan tenang. "Tujuan Mamah dan Papah mengantar kamu adalah biar kami berdua bisa bicara sama kepala sekolah dan guru - guru mengenai kondisi kesehatan kamu. Kamu jangan terlalu khawatir ya, Valerie."

Bagaimana tidak khawatir? Aroma nasi goreng yang sebelumnya tercium begitu lezat dan menggiurkan mendadak hilang begitu saja. Seolah terbawa udara dan melebur bersama kata - kata Wina yang membuatnya panik bukan kepalang.

Vanya hanya diam dan mengaduk - ngaduk nasi goreng yang ditaburi bakso, sosis, wortel dan kacang polong di atasnya itu tanpa minat. Ia bingung dan ketakutan. Apakah menjalani hidup sebagai Valerie akan berhasil untuknya?

Kemudian, Andika membuka suara. "Kamu 'kan semalam tanya - tanya ke Mamah soal hilangnya kamu seminggu yang lalu." Wajah Vanya terangkat, merasa penasaran dengan kelanjutan obrolan yang dibuka oleh pria bertubuh kurus yang mengaku sebagai ayah dari Valerie tersebut. "Bisa jadi kalau kamu sudah ketemu sama Andre atau Rain, kamu bisa tahu semuanya."

Meski ragu, gadis yang membiarkan rambut panjangnya terurai jatuh melewati punggungnya itu pun menimpali ucapan Andika. "Siapa itu ... Andre dan Rain, Pah?"

Andika dan Wina langsung bertukar pandang untuk beberapa saat, sebelum akhirnya Wina lah yang menjawab pertanyaan dari putrinya - atau seseorang yang sangat mirip dengan putrinya - itu. "Andre itu pacar kamu, kalian sudah satu tahun ini punya hubungan. Sementara Rain, dia itu sahabat dekat kamu. Mereka sepertinya juga datang ke pesta ulang tahun itu, deh."

"Mereka datang juga?" Suara Vanya meninggi, mendadak antusias. "Apa mereka tahu kenapa aku bisa menghilang, Mah?"

Sayangnya, wanita yang menggulung rambutnya ke belakang itu langsung menggelengkan kepalanya. Memberi tanda bahwa Vanya seharusnya tidak bertanya soal itu padanya. "Seperti yang Mamah bilang, tidak ada satupun temanmu yang melihat kamu setelah pesta itu, Valerie."

Garis wajah Vanya yang sebelumnya tampak bersemangat perlahan menurun dan lesu. Ia kemudian beralih pada sang Papah yang menyodorkan sebuah kotak dengan pita biru kecil ke atas meja, tepat ke hadapan Vanya. "Apa ini, Pah?" tanya Vanya penasaran.

"Ini ponsel buat kamu," terang Andika. "Waktu kamu dinyatakan hilang, ponsel, dompet dan semua barang - barang lainnya juga ikut menghilang."

Semua barang berharga hilang?

"Jadi, kamu bisa pakai ponsel ini untuk telpon Mamah ataupun Papah ya," sambung Andika, masih menjelaskan. "Ini sudah aktif dan ada nomor kami di dalamnya. Di dalam ponsel kamu, juga ada nomor Pak Diman, supir yang nanti bakalan antar jemput kamu dan nomor Bi Maya, asisten rumah tangga di sini."

Dahi Vanya pun berkerut. "Kita punya asisten rumah tangga? Kok aku nggak lihat siapa - siapa selain Mamah dan Papah?"

Lalu, Wina lah yang menimpali. "Bi Maya ambil cuti sejak seminggu yang lalu, tapi semalam Mamah udah telpon dan bilang kalau kamu udah pulang, Sayang. Jadi dia semangat banget dan bilang mau balik hari ini." Wanita dengan senyumnya yang tipis dan lembut itupun beranjak dari kursi. "Kamu sekarang abisin sarapan kamu dan naik ke atas buat mandi ya, biar Mamah yang siapin semuanya."

Vanya hanya bisa meneguk ludahnya dan mengangguk patuh pada wanita yang kini menjadi ibunya.

"Ayo makan yang banyak, Val," tambah Andika dengan maksud menyemangati.

Alih - alih menjadi semangat, Vanya justru merasa lututnya menjadi gemetaran. Ia harus menghadapi dunia dan hidup sebagai Valerie demi menyelamatkan dirinya sendiri dari Baron. Jika pada akhirnya Valerie kembali, bisakah gadis itu memaafkan Vanya karena memiliki wajah yang mirip dengannya dan hidup sebagai dirinya?

Ten Reasons Why She's GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang