BAB #4 : Merasa Aneh

19 8 3
                                    

Ten Reasons Why She's Gone.

M I S T E R I - F I K S I R E M A J A
N O V E L
Original story by :
N U R O H I M A

Follow me on my new social media :
Instagram - helloimaaaofficial
Dreame - imaofficial
Wattpad - helloimaaaofficial

S E L A M A T M E M B A C A

***

Vanya menarik napas dalam - dalam dan mengembuskannya dengan perlahan saat mobil yang dikendarai oleh Andika sudah terparkir dengan rapih di area parkir khusus tamu. Ia meremas ransel kecil berwarna biru langit - warna kesukaan Valerie - dengan gantungan boneka baymax pada resletingnya kuat - kuat saat Wina memintanya untuk ikut turun.

Jantungnya berdegup tak beraturan dan tampak jelas di wajahnya bahwa Vanya sedang gugup sekarang. Ia kemudian turun dari mobil dengan modal nekat dan doa yang terus dilamatkannya di dalam hati, meminta Tuhan yang diyakininya selama ini untuk membantunya melewati semua ini.

Gadis berusia 16 tahun itu kemudian berjalan tepat di belakang Andika dan Wina, memasuki sebuah sekolah elit dengan banyak bunga warna - warni menghiasi halaman utamanya.

Perasaannya yang sebelumnya gugup, cemas dan takut mendadak berubah menjadi heran dan penasaran karena semua orang yang melihatnya menunjukkan ekspresi yang aneh. Mereka seperti baru saja melihat hantu. Melihat mayat orang yang sudah jelas - jelas mati, tiba - tiba bangkit kembali.

Vanya bahkan menoleh dan memastikan mimik wajah murid - murid lain sekali lagi. Ya, ekspresi mereka tetap sama. Mereka tampak takut dan bingung saat mendapati Valerie datang kembali ke sekolah.

"Apa yang salah? Bukannya Valerie cuma menghilang?" batin Vanya.

Langkah Vanya pun berhenti begitu mereka bertiga sampai di sebuah ruangan besar dengan cat putih yang mendominasi dindingnya. Mata kecokelatan milik gadis muda itu berpendar ke sekeliling. Banyak piagam dan sertifikat penghargaan yang mengantung di dinding. Sementara bunga mawar merah yang terbuat dari plastik di dalam pot dan semangkuk kecil berisi permen cokelat menyambut Vanya dan kedua orang tuanya - orang tua Valerie - saat mereka duduk di depan sebuah meja kayu berbentuk persegi panjang.

Mereka duduk bersebelahan dengan posisi Vanya di tengah pada sebuah sofa panjang berwarna hitam yang mengelilingi meja.

"Yaampun, Valerie!" seru seorang wanita dari arah luar.

Wanita dengan jilbab merah mencolok itu masuk ke dalam ruangan dan langsung duduk di hadapan para tamunya. Wajahnya berekspresi antusias dan senang. Ia bahkan tidak bisa berhenti menurunkan senyum dari bibirnya yang dipoles lipstik berwarna merah muda. "Ibu senang sekali dengar kamu sudah kembali," katanya sumringah. "Tapi apa kamu baik - baik saja, Nak? Itu bagaimana ceritanya kamu bisa tidak pulang malam itu?"

Belum sempat berbicara, Vanya sudah dicecar pertanyaan yang membuat kepalanya pusing. Matanya menyipit, mencoba menilai sosok wanita dengan papan nama bertuliskan Lusiana C. yang bertengger di dada kanannya. Gadis itu terkikik sendiri dalam hati saat menebak bahwa huruf C yang berada di belakang nama Lusiana, pastilah cerewet. Karena belum sempat pertanyaan yang sebelumnya dijawab, Lusiana sudah kembali membuka suara.

"Terus itu wajahmu kenapa? Kok bisa matanya sampai bengkak begitu, Valerie?"

Andika dan Wina terlihat saling bertukar pandang sebelum akhirnya mereka berdua menjelaskan semua yang terjadi kepada putri sematawayangnya tersebut. Termasuk kondisi kesehatan dimana Valerie diduga 'kehilangan ingatan' nya. Andika dan Wina sedikit banyak meminta pengertian pihak sekolah apabila putri mereka tidak dapat mengikuti pelajaran seperti murid lain dan tertinggal pada materi pelajaran sebelumnya. Pasangan suami istri itu juga meminta agar informasi mengenai kondisi Vanya - Valerie - ini juga diberi tahu kepada guru yang lain dan teman - teman Valerie.

"Yaampun. Ibu cukup prihatin atas kondisi kamu," ujar Lusiana pada Vanya. Wajahnya tampak sedih, tapi pada detik selanjutnya ia kembali tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya. "Saya senang sekali akhirnya Valerie bisa ditemukan dan bergabung lagi dengan teman - temannya di sekolah. Saya akan memberikan informasi ini kepada semua pihak terkait agar Valerie merasa nyaman ya, Pak, Bu."

Andika mengangguk dan ikut membalas senyum sang kepala sekolah. "Terima kasih banyak atas pengertiannya ya, Bu."

"Kami sedikit banyak menitipkan Valerie selama ingatannya belum pulih," timpal Wina. "Semoga putri kami tidak mendapatkan perundungan karena kondisi kesehatannya ya, Bu."

Dan wanita bertubuh tambun dengan blus merah dan rok plisket hitamnya itu langsung mengangguk paham. "Bapak Andika dan Ibu Wina tidak perlu cemas. Saya pastikan Valerie diperlakukan baik oleh teman - temannya selama di sekolah."

Sedangkan Vanya yang duduk di antara mereka semua hanya semakin merasa bersalah. Kini, gadis itu tidak hanya membohongi dua orang tetapi seisi sekolah. Masalahnya, berapa lamakah Vanya bisa bertahan selama menjalani hidup sebagai Valerie?

Kemudian Andika dan Wina bangkit dari sofa. Membuat Vanya tersadar dari lamunannya sendiri. Ia lantas menyusul kedua orang tuanya untuk beranjak dan mulai memperhatikan ketiga lawan bicaranya bergantian. "Mamah sama Papah sekarang pulang dulu ya. Kamu baik - baik ya di sekolah," kata Wina.

Seriously?

Lusiana kemudian menyela, "Ayo, Valerie. Biar Ibu yang antar kamu ke kelas ya."

Tapi, mah ... pah ...

Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Vanya selain mengangguk patuh dan membuntuti wanita bertubuh gemuk di depannya setelah bersalaman dengan Andika dan Wina. Ia berjalan tepat di belakang Lusiana dan menarik atensi seluruh murid yang kebetulan di waktu - waktu itu sudah berada di sekolah karena bel masuk akan segera berbunyi lima menit lagi.

Anehnya, wajah murid - murid itu tidak terlihat senang ataupun lega karena mengetahui bahwa sosok Valerie, teman mereka, akhirnya selamat dan kembali. Vanya justru mendapati tatapan bingung bercampur aneh setiap kali matanya bertemu pandang dengan murid lain.

Ada yang nggak beres nih.

Pasalnya, jika Valerie memang murid berprestasi dan memiliki banyak teman di sekolah, kenapa tak ada satupun dari mereka yang langsung membaur dan mengajak gadis itu berpelukan atau sekadar memberikan sapaan karena kerinduan yang selama ini dipendam? Apakah semua yang dikatakan Wina pada Vanya hanya omong kosong saja? Apakah Valerie sebenarnya ... tidak sebaik yang dikatakan mamanya sendiri?

"Ini kelas kamu, Valerie."

Alih - alih merasa lebih baik, Vanya justru semakin merasa sesak saat seisi kelas memandangnya dengan ekspresi horror. Bayangkan saja, beberapa dari mereka bahkan langsung melotot dan menutup mulut mereka setelah melihat Valerie di dalam kelas.

Vanya tidak masalah jika mereka terkejut karena akhirnya Valerie kembali. Namun mimik wajah dari para murid yang berada di kelas yang sama justru menunjukkan sesuatu yang lain. Mereka seperti melihat mayat yang bangkit dari kuburnya. Mereka terlihat ketakutan dan ... tidak percaya dengan hadirnya Valerie di hadapan mereka.

Sebenarnya, apa yang terjadi pada Valerie?

Ten Reasons Why She's GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang