BAB #6 : Penasaran

15 7 1
                                    

Ten Reasons Why She's Gone.

M I S T E R I - F I K S I R E M A J A
N O V E L
Original story by :
N U R O H I M A

Follow me on my new social media :
Instagram - helloimaaaofficial
Dreame - imaofficial
Wattpad - helloimaaaofficial

S E L A M A T M E M B A C A

***

Vanya tidak pernah melakukan hal gila dalam hidupnya selain nekat memanjat pagar demi bisa keluar dari panti asuhan dan memilih tinggal bersama Baron sebagai anak buahnya. Namun mengungkap kebenaran di balik hilangnya Valerie tentu lain cerita.

Selain berisiko membuat Vanya dihukum oleh Wina dan Andika sebagai orang tua Valerie, juga karena Vanya pasti harus menghadapi kemarahan Baron setelah dirinya pergi selama berhari - hari. Ia tidak bisa membayangkan nasibnya jika suatu saat harus bertemu lagi dengan preman yang selama ini menguasai jalan di ibukota. Vanya pasti dihabisi tanpa ampun kali ini.

Namun memikirkan Valerie yang hilang, justru membuat dirinya semakin merasa bersalah. Pikiran seperti 'bagaimana jika Valerie dalam kesulitan dan membutuhkan bantuan seseorang' atau 'bagaimana jika kondisi Valerie tidak baik dan ingin segera ditemukan oleh siapapun' terbesit di kepala Vanya dan membuatnya tidak bisa berpikir jernih sampai bel istirahat berbunyi.

"Kamu mau ke kantin, Val?"

Suara nyaring milik seorang gadis memecahkan lamunan Vanya. Ia menoleh dan mendapati seseorang dengan papan nama bertuliskan Adinda Rain di dadanya tengah tersenyum lembut ke arahnya.

Rain? Apa dia ya Rain yang dimaksud Mamah dan Papah?

"Kok malah bengong, Val," tegur Rain lagi. "Kamu mau ke kantin nggak sekarang?"

Membuat lamunan Vanya buyar seketika. Ia pun tersenyum canggung dan berkata, "Kayaknya enggak. Gue masih harus selesaiin catatan dulu."

Gadis bertubuh pendek itu pun mengulum senyum yang lebih lebar dari sebelumnya. Sembari mengangguk dan mengibaskan rambutnya yang panjang ke punggung, Rain berujar, "Yaudah kalau gitu, aku ke kantin duluan ya." Namun belum sempat gadis itu beranjak, manik hitamnya yang bulat tiba - tiba tertuju pada pergelangan tangan kanan Vanya. Wajahnya berubah sendu, matanya mendadak terlihat sedih. "Val, kamu beneran lupa ingatan ya?"

Dan tidak ada jawaban lain yang dapat diberikan oleh Vanya selain anggukan persetujuan atas pertanyaan Rain barusan.

Kemudian gadis dengan tahi lalat di atas bibirnya yang mungil itu mengangkat tangan kanannya ke udara. Membiarkan netra cokelat Vanya mendapati sebuah gelang perak melingkari pergelangan tangan Rain. "Ini gelang persahabatan kita. Aku punya satu dan kamu punya satu. Tapi kayaknya ... kamu nggak ingat soal gelang itu ya, Val?"

Vanya panik bukan kepalang. Ia melihat tangan Rain, lalu ke tangannya bergantian. Gadis itu sadar tidak menggunakan gelang atau jam tangan di sana, sehingga buru - buru ia menarik tangannya dari atas meja. Mencoba menyembunyikan kedua tangannya dari gadis bernama Rain tersebut untuk kemudian tersenyum canggung. "Kayaknya ada di rumah. Nanti coba aku cari dulu ya," dalihnya.

Gimana kalau gelangnya nggak ada? Mati aku!

Rain lantas mengangkat kedua sudut bibirnya dan mengangguk lagi. "Kalau gitu, aku ke kantin dulu ya."

Dan tubuhnya langsung melesat cepat meninggalkan ruangan kelas seperti murid - murid yang lain setelah Vanya berkata iya. Kini tinggallah Vanya sendirian di dalam kelas. Mencoba menghindari kerumunan dan perhatian dari murid - murid yang lain.

Vanya benci menjadi pusat perhatian.

Gadis itu kemudian membalik buku catatan milik Valerie sampai halaman terakhir. Ia membuka tutup pulpen dan mulai menulis beberapa hal di sana.

Valerie Putri = hilang.

Pertanyaan : bagaimana bisa?

Kedua alis Vanya saling bertaut saat mencoba mengingat - ingat semua yang dikatakan oleh Wina malam itu.


"Mama juga nggak tahu kronologi pastinya, tapi yang jelas, kamu menghilang setelah datang ke pesta ulang tahun teman kamu, Val."

Oke. Ulang tahun.

Vanya kemudian kembali menuliskan kalimat di bawah tulisan yang sebelumnya.

Valerie Putri = hilang.

Pertanyaan : bagaimana bisa?

Clue : pesta ulang tahun teman.

Teman : ?

Setelahnya, Vanya memutuskan untuk mengambil sebuah langkah gila yang mungkin akan disesalinya dikemudian hari. Vanya akan mengungkap kebenaran dan menemukan keberadaan Valerie.

Persetan dengan Baron.

Vanya bahkan kini siap mati demi menemukan Valerie yang asli.

Bagaimana pun caranya, Vanya harus bisa mencari tahu siapakah teman yang dimaksud oleh Wina dan mengapa reaksi teman - teman terdekat Valerie justru menunjukkan bahwa mereka ketakutan.

Pasti mereka semua atau setidaknya salah satu di antara mereka mengetahui sesuatu. Sesuatu yang memang seharusnya tidak diketahui oleh siapapun.

Gadis dengan tinggi 167 cm itu pun beranjak, hendak pergi meninggalkan kelas, menuju ke kantin, menyusul Rain untuk menanyai beberapa hal. Namun langkahnya justru terhalang oleh kemunculan Dito dari arah belakang. Vanya bahkan tidak sadar jika Dito sejak pagi tadi tidur di dalam kelas dan berada di sana selama murid lain pergi ke kantin.

"Mau kemana lu, Val?"

Manik cokelat Vanya bergerak mengamati wajah Ardito. Dari semua murid yang ditemuinya, hanya laki - laki di hadapannyalah yang paling santai saat berbicara dengannya. Ia pun berdeham dan memberanikan diri membuka suara. "Apa benar gue sama lo tuh musuh bebuyutan?"

Ardito mendengus geli dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. "Gua tadi udah dengar kalo lu katanya lupa ingatan. Tapi masa iya lu lupa sama orang yang paling lu benci?"

"Gue benci sama lo?"

Ada gumamam yang terdengar keluar dari mulut Ardito sebelum akhirnya ia menempelkan punggung tangannya di dahi Vanya. Membuat gadis itu terkesiap, tapi tak memberikan gerakan perlawanan sama sekali. Vanya hanya diam sampai Ardito menurunkan tangannya. Laki - laki yang memiliki postur lebih tinggi dari Vanya pun berkata, "Kayaknya lu beneran insomnia ya, Val."

Dan Vanya memutar kedua bola matanya dengan malas. "Amnesia, bego!"

Kali ini, Ardito lah yang terperanjat kaget. Ia bahkan membulatkan matanya tak percaya dan menganga selebar yang ia bisa.

Membuat Vanya keheranan karena tingkah Ardito yang menyebalkan. "Apaan sih. Ngapain lo ngeliatin gue kaya gitu?" dengan suara yang sedikit meninggi. "Lo belum jawab pertanyaan gue barusan, Dit."

Ardito menelan ludah dan berusaha kembali ke alam sadarnya sendiri. "Kayaknya lo beneran lupa ingatan deh, Val." Kedua alis Vanya pun berkerut dalam. "Sejak kapan lo berani ngomong kasar gitu ke temen - temen lo?"

Lagi, Vanya dibuat panik dan cemas setengah mati karena kecerobohannya sendiri.

Ia tanpa sadar membulatkan matanya dan menelan ludah di sana sebelum akhirnya berlari, melewati tubuh Ardito yang masih termangu di tempatnya berdiri.

Mampus! Ardito tahu kesalahan gue.

Ten Reasons Why She's GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang