05. Origami Rasa

15 2 0
                                        

"Hanya sebuah sajak yang mampu ku tuliskan, hanya sebuah doa yang mampu ku lantunkan menunggu setiap jawaban atas semua harapan"

_Jihan Makaila Fakhirah_

***

Terkadang kita tak tahu, kemana rasa itu berlabuh, dan entah untuk siapa. Jihan, dengan segala tingkahnya kali ini mampu terdiam menyaksikan pemandangan yang cukup menampar hatinya. Sakit? itu pasti.

Tanpa sadar matanya kini mulai berkaca, kedua tangannya meremas roknya dengan perlahan. Setelah ia menyelesaikan urusannya, ia berencana akan pulang, tapi langkahnya seketika terhenti kala mendapati seseorang yang selalu ia sebut dalam sujud terkhirnya, kini memasuki mobil yang sama dengan seorang gadis yang sama yang mampu membuat Abil tertawa lepas meaki mereka bukan duduk bersebelahan, tapi tetap saja berdua dalam satu mobil.

Astagfirullohal'adzim! ia segera menyadarkan dirinya sendiri. Lagi pula apa haknya untuk cemburu, siapa dia? Ia sadar mencintai dan mengharapkan hambaNya itu akan berujung pada rasa sakit dan kekecewaan.

"Ya Allah, maafkan hamba yang telah menaruh harapan besar pada hambaMu yang telah menggetarkan hatiku lewat lantunan lafadz adzan yang ia kumandangkan," ucapnya dalam hati sembari menghapus cairan bening yang kini sudah menumpuk di pelupuk matanya.

***

Suasana jalanan ibu kota begitu lenggang sore ini, hingga tak membutuhkan waktu lama untuk Abil sampai ke rumahnya.

"Assalamualaikum Umi, Abil pulang!" serunya sembari membuka pintu rumahnya diikuti oleh gadis cantik di belakanganya.

Tak lama seorang wanita dengan setelan gamis syar'i biru dan khimar dengan warna senada berjalan menghampiri keberadaan sang putra, dan raut wajahnya berbinar kala mendapati seorang gadis yang berdiri di belakang sang putra.

"Waalaikumsalam, Rida! Ya Allah, Umi kangen banget sama kamu, kamu apa kabar Nak?" Bukannya menyapa sang putra, justru ibu dua anak itu menyambut kehadiran gadis yang datang bersama putranya ini. Abil yang melihat itu hanya mampu memutar bola matanya malas.

"Umi ini, anaknya siapa yang disapa siapa?" ucapnya malas, hingga membuat sang umi pun terkekeh pelan mendengar gerutuan sang putra.

"Kalo Abang mah, Umi udah bosen. Kan setiap hari ketemunya Abang terus," ujar Umi Salma pada anaknya, membuat sang anak mendelik kesal ke arahnya. Umi yang melihat itu, tak kuasa menahan tawanya.

"Jadi bosen sama Abang, yaudah! Abang ke kamar aja biar Umi nggak lihat wajah Abang," ucapnya kemudian menyalami sang  umi dan tak lupa kecupan singkat ia berikan di pipi kanan sang umi. Membuat Rida tersenyum hangat melihatnya.

Sesampainya di kamar, Abil merebahkan dirinya sejenak di atas kasur miliknya, matanya terpejam untuk menetralisir rasa lelah hari ini. Tiba-tiba ingatannya berputar pada selembar kertas yang tadi ia temukan di loker miliknya.

Dengan segera ia mencari keberadaan kertas tersebut dalam ranselnya, karena ia tadi terburu-buru memasukkan lipatan kertas tersebut. Tak lama matanya menangkap kertas lipat itu terselip di antara buku-bukunya dan dengan segera diambilnya.

Tangannya perlahan membuka lipatan demi lipatan surat tersebut, matanya meneliti siapa pemberi surat tersebut.

Hatiku kian berdebar tak menentu,
Ketika senyum, bahkan tawa mengiasi bibirmu, entah kau peruntukkan pada siap pun aku tak perduli. Bahkan, ketika ketika tanpa sengaja mata ini terpaku, kau tahu? jantungku berdetak dua kali lebih cepat. Aku tak tahu, apa yang kini tengah ku rasakan? benarkah aku telah jatuh cinta?
Ada rasa yang tiba-tiba menyelinap rongga dadaku, menyesakkan ketika kau berjarak dekat denganku, apalagi nanti saat kenyataan pahit menamparku di hari esok.
Tapi tenang saja, aku tak ingin berharap terlalu jauh padamu.
Hingga berujung pada titik kekecewaan.
Terimakasih sudah mau mengenalku, dan maaf telah lancang mencintaimu, bahkan mengirikan sepucuk surat untukmu.

My FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang