(Latar waktu sekarang)
Bunyi piring seng berdenting di atas sebuah meja kecil dan pendek berbentuk petak terbuat dari kayu coklat yang kelihatannya sudah mulai lapuk.
"Aku bosan tiap hari cuma makan nasi dan garam."
Anak laki-laki tertua keluarga itu menghempas piring di atas meja lalu ia hendak pergi begtu saja menuju kamar kecil sepetak miliknya yang hanya cukup untuk tidur, tapi kakak perempuannya menyela.
"Reno, kembali makan!"
Reno berlalu begitu saja dari meja makan keluarganya, meja yang berkursikan papan sebagai tempat duduknya, papan yang sedikit bagiannya terdapat lobang dan kondisinya sudah tidak baik lagi, saat berjalan di atasnya suara kaki dan lantai akan beradu. Sepasang suami istri itu saling bertatap lalu menundukkan pandangannya ke arah piring seng berisi nasi, garam, dan beberapa tetes minyak makan bekas.
"Lanjutkan makan kalian," ujar Kayla Lareina anak perempuan tertua keluarga itu pada dua orang adiknya yang lain.
"Ibu, Ayah, Reno memang begitu, nanti aku akan memberinya pelajaran," sambung Kayla yang berusaha meringankan beban kedua orang tuanya.
Makan malam selesai mereka kembali ke kamar masing-masing yang pengap, di rumah mereka ada tiga kamar yang kecil hanya sepetak tiap kamarnya juga dapur kecil yang di sana terdapat meja untuk sekalian makan, di pedalaman hutan rumah mereka berada. Jika ingin pergi sekolah atau belanja ke pasar harus melewati aliran sungai dan hutan terlebih dahulu kira-kira belasan menit untuk sampai ke sekolah dengan jalan kaki.
Jangkrik bersuara seolah mengenakan toa malam itu, sepasang suami istri sedang tidur di papan beralaskan kardus indomi dan berselimut kain putih tipis di sekujur tubuh mereka.
"Mas, pakaian sekolah kedua anak kita sudah robek, sudah berapa kali dijahit tetap saja begitu, sepertinya memang harus diganti." Wanita berambut lurus yang sudah memasuki separuh usia berbicara dengan suaminya.
Pria itu menarik sedikit selimut ke atas tubuhnya sampai ke dada lalu ia menghadap ke samping menjauhi istrinya sementara istrinya masih terlentang, menuggu jawaban suaminya.
"Mas!"
Sang wanita meninggikan nada suaranya karena merasa apa yang ia ucapkan terabaikan.
"Kalau begitu berhenti sekolah dan bantu kita menghidupi keluarga ini! Lihat Kayla pintar tapi setelah SMA tetap saja tak bisa melanjutkan karena yang ditanggung hanya biaya semester jika dia ke perguruan tinggi bukan biaya lainnya, pada akhirnya mereka semua akan bernasib sama seperti Kayla dan kita, luntang lantung mecari makan untuk hidup."
Suaminya membalas dengan nada yang lebih tiggi tanpa menatap wajah wanita yang ada di belakang tubuhnya, wanita itu diam tak mengeluarkan tanda-tanda ingin berbunyi. Suaminya perlahan menolehkan kepala. Di belakangnya sang istri mengeluarkan setitik air mata, membasahi bantal kepala mereka yang terbuat dari kasarnya karung goni, si suami lalu membalikan tubuhnya menghadap sang istri.
"Maaf sayang," ujarnya sembari menghapus air mata di sudut mata istrinya tak lupa pula ia mengelus lembut pipi istrinya.
"Aku akan mengusahakannya besok," sambung suaminya dengan tatapan murung.
Keesokan harinya sang suami nekat ingin mencuri bersama temannya di sebuah rumah kaya demi keluarganya tapi sungguh naas nasib kepala keluarga itu, ia ketahuan dan berakhir mati di keroyok masa, pihak kepolisian menyampaikan kabar duka itu ke rumah sederhana anak dan istrinya.
"Suamikuuuu...." Setelah polisi pergi sang istri terduduk lemah di lantai rumahnya begitu pula dengan empat anaknya yang ikut menangis dalam pelukan ibu mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Master Kill
ActionPertama kali nulis genre action, tidak pure action, banyak campuran genre, semoga suka:D kalau suka jangan lupa follow dan vote atau tinggalkan jejak biar author tau kalau kalian ada, gak kaya doi yg suka ngilang:( Asli cerita sendiri!!! Plagiat men...