Gita berdiri kaku, menatap lurus pria yang diduga Bara. Wajah itu tak pernah berubah meski sudah sembilan tahun lamanya tak berjumpa. Meski kini Bara terlihat lebih tampan dan maskulin, bahkan dari postur tubuhnya saja Gita yakin kalau Bara kembali menjadi laki-laki tergagah di ruangan ini.
Namun bukan tatapan takjub yang Gita berikan, melainkan pandangan ngeri, sorot matanya memancarkan ketakutan yang begitu dalam saat matanya bertemu dengan mata Bara yang juga tengah menatapnya. Ekspresi dingin itu, mengingatkan Gita akan kenangan masa lalunya yang kelam waktu SMA.
Bara, pria yang sangat Gita takuti. Bahkan ketika pria itu hanya menatap dirinya dengan ekspresi datar.
"Git."
"Gita!"
Suara Sandra terdengar menginterupsi, namun Gita masih bergeming di atas panggung. Menimbulkan pertanyaan di kalangan teman-temannya yang masih menjadikan Gita pusat perhatian. Mereka saling berbisik, heran melihat keterdiaman Gita. Beberapa anak tukang gibah sudah mulai menebar gosip-gosip tidak jelas asal muasalnya. Menggiring opini negatif tentang Gita.
"Gita!" Suara bass Arga berhasil menarik Gita kembali ke kenyataan. Gita menoleh ke Arga dan Sandra yang menatapnya penuh tanya. Seolah sorot mata keduanya berkata 'ada apa?'.
Gita hanya mengulas senyuman tipis, mengisyaratkan kalau dirinya baik-baik saja. Gita mengumpulkan seluruh keberaniannya, kembali menatap sekitar.
"Aku ingin mempersembahkan satu lagu untuk kalian semua. Sebagai ucapan terima kasih karena sudah mengundangku ke acara ini." Terdengar suara tepukan tangan bergema di dalam ruangan.
Gita tetap mengulas senyum manisnya, berusaha mengabaikan tatapan Bara yang masih tertuju ke arahnya. Gita pura-pura tak melihat, dia berjalan ke piano. Duduk manis dengan jemari yang sudah bersiap di atas tuts piano.
Gita memainkan tuts piano dengan sangat lincah, menghasilkan bunyian yang merdu. Ditambah suara Gita yang mengalun dengan lembut, menyanyikan lagu berjudul Claire de Lune.
Hampir seluruh orang terkesima melihat penampilan Gita yang menakjubkan. Banyak dari teman-temannya yang terpesona oleh kemahiran Gita memainkan piano. Suara manis Gita juga menyihir mereka sampai larut ke dalam lagu romantis yang dinyanyikan olehnya. Gita bethasil menghipnotis tatapan semua orang tertuju padanya.
Sementara di meja paling belakang, Sean tak berhenti berdecak menyaksikan permainan Gita yang mengagumkan.
"Gila, itu beneran Gita?" Sean masih belum percaya jika yang bermain piano itu Gita, Regita Safira. Gadis cupu yang dulu sering dia buli. "Sekarang cantik banget. Sarah lewat, Farah apalagi. Fix no debat, dia paling cantik di pesta ini," seru Sean, memuji kecantikan Gita.
"Setuju." Rehan ikut menimpali. Matanya tak berkedip memandang Gita. Terlihat jelas jika pancaran mata Rehan mengagumi kecantikan Gita yang tampak natural, berbeda dengan wanita lain yang lebih dominan dengan make up tebal.
"Gimana kalau dia yang jadi target selanjutnya," usul Leon.
Sontak saja Sean dan Rehan melemparkan tatapan kaget ke arahnya.
"Serius?"
"Dia?" Sean tertawa hambar. "Kamu gak ingat, dulu waktu kita SMA. Dia nolak kita habis-habisan, bahkan dia juga lebih milih dibuli dari pada harus milih diantara kita," ujar Sean, mengingatkan kembali akan kejadian waktu SMA.
"Bener," sahut Rehan. "Aku sampai mikir, apa mungkin dia gak suka sama terong?" Sean mengerutkan keningnya, mendengar penuturan ambigu Rehan. "Maksudku cowok? Aku pikir dia penyuka sesama semangka."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Ceo Crazy Game (Versi Lengkap Hanya Ada Di Dreame ButiranRinso)
RomanceSemua berawal saat Regita Safira menghadiri sebuah acara reuni untuk pertama kalinya setelah sembilan tahun menghilang. Siapa sangka jika hal itu menjadi awal mimpi buruknya, ketika Gita bertemu lagi dengan empat pria tampan dari masa lalunya. Merek...