Lima Belas

9.2K 467 7
                                    

Safna merebahkan badan diatas ranjang kamar hotel tempat ia dan Danu menginap. Dua hari yang lalu, setelah rencana Danu yang safna setujui, akhirnya mereka kini tiba ditempat tujuan. Cukup lama dalam perjalanan membuat seluruh badannya terasa pegal serta pantatnya terasa panas. Namun, kini terasa ringan saat badan itu bertemu dengan kasur.

"Dek, keluar yuk."

Baru saja mata Safna terpejam, suara Danu membangkitkannya kembali.

Safna memiringkan kepala menatap Danu yang sejak tadi duduk disampingnya. "Astaga!" Ucap Safna tak percaya. Padahal mereka baru tiba lima menit yang lalu dan sekarang Danu ingin mengajaknya keluar. "Kamu gak capek, Mas? Kita baru nyampek loh." Lanjutnya lagi.

"Loh, kenapa? Niatnya emang mau jalan-jalankan, dek."

"Salah! Niat pertama itu mau nyelesaikan pekerjaan yang katanya membutuhkan Mas disana." Jelas Safna.

Danu berdecak. "Yang salah itu kamu... Tujuan pertama Mas itu, ya jalan-jalan." Ucapnya. "Ah, bukan, tujuan pertama Mas itu bulan madu." Ulangnya mengoreksi.

Safna diam. Terlalu lelah untuk berpikir, terlalu lelah untuk mendengarkan, dan terlalu lelah untuk menjawab.

Badan Danu membungkuk, dengan jarak wajah sejengkal didepan Safna. "Kenapa?" Tanya Danu, karna Safna langsung diam sejak ucapan terakhir Danu "Oh, atau kamu mau sekarang." Ucapnya lalu melepas kancing bajunya.

Safna bangkit seraya mendorong dada Danu hingga mereka duduk bersebelahan. Sikap kekanakan Danu membuatnya semakin lelah. Bukannya tak ingin bercanda, hanya saja waktu untuk bercanda saat ini tidak tepat menurut Safna.

Dengan wajah datar Safna berkata. "Becandanya nanti aja ya, Mas. Biarin Safna istirahat dulu."

Danu diam sesaat. "Seharusnya Mas yang ngeluh capek, dek. Kan Mas yang nyetir." Ucapnya kemudian.

Kening Safna berkerut. "Mas gak ngerasain diposisiku sih." Kesalnya.

Danu menghela nafas. "Yaudah, pulangnya kamu yang nyetir ya. Biar Mas yang duduk di kursi penumpang." Ucapnya lalu bangkit dan berjalan menghampiri koper yang sejak sampai mereka letakkan disamping pintu.

Bibir Safna menipis, merasa kesal karna saat ini Danu seperti mempermainkannya.

"Mas kan tau kalau Safna gak bisa nyetir." Teriaknya pada Danu.

Danu berbalik seraya menepuk keningnya. "Oh, iya. Mas lupa kalau kamu gak bisa nyetir." Ucapnya mengulum senyum. "Jadi, gak salah Mas dong. Siapa suruh gak bisa nyetir." Lanjutnya lalu terkekeh.

Mata Safna menyipit memandang danu. Pintar sekali pria itu mempermainkannya. Safna lalu bangkit mengangkat kepalan tangan ingin melayangkan pukulan pada Danu. Namun belum sempat Safna lakukan, Danu sudah lebih dulu menahannya.

"Tunggu." Ucap Danu mengangkat telapak tangan. "Ada yang nelpon." Lanjutnya seraya merogoh saku celananya. "Halo." Ucap Danu sesaat setelah ia mengangkat penggilan. Danu mendengarkan sipenelpon bicara dari seberang sana. "Sekarang?" Tanyanya setelah mendengar sipenelpon bicara. "Yasudah. Saya berangkat sekarang." Ucapnya lagi lalu mematikan panggilan.

Danu memasukkan kembali ponselnya dalam saku celana. Lalu pandangannya beralih pada Safna yang sejak tadi memperhatikan.

"Mas pergi bentar ya. Kamu gak papa ditinggal sendiri?" Tanyanya lembut seraya memasang kancing bajunya satu persatu.

Safna menggeleng, lalu menahan Danu saat pria itu hendak melangkah. "Ada masalah, Mas? Mungkin Safna bisa bantu sedikit." Tawarnya.

Danu menggeleng. "Dengan menjaga diri kamu baik-baik sampai Mas pulang, itu udah bantuan yang cukup." Ucapnya, lalu mencium kening Safna. "Kamu hati-hati. Mas cuma bentar." Pesannya sebelum akhirnya melangkah pergi.

Istri Kedua (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang