Epilog

3K 77 1
                                    

Hanum menyambut hangat kedatangan Safna, Danu serta Azam. Bocah kecil itu sudah besar sekarang. Sangat tampan meski kulitnya tidak seputih dulu. Terlalu banyak bermain ditengah terik matahari membuat kulitnya kini tampak kecoklatan. Meskipun begitu warna kulit itu tidak mampu menutupi ketampanannya.

"Kok nggak bilang kalau mau datang?" tanya Hanum, mempersilahkan duduk.

Kedatangan Safna, Danu, dan Azam tentu memberikan kejutan tersendiri bagi Hanum. Setelah menemani dirinya melahirkan, hingga sekarang, barulah Safna dan Azam berkunjung kembali. Berbeda dengan Danu, pria itu sudah sering bolak-balik karna urusan pekerjaan. Tapi tetap sama saja. Berkunjung ke tempat tinggal Hanum masih sama jarangnya. Sebab Danu dan Fatih lebih sering bertemu diluar atau hanya nongkrong di apartemen Danu tinggal.

"Azam terlalu semangat, Mbak... padahal keberangkatannya masih satu minggu lagi... tapi Azam maksa buat berangkat lebih awal."

"Bagus dong... jadi kalian bisa lebih lama di sini," balas Hanum, tersenyum menatap Azam. "Kalian nginep disini, kan?" tanyanya menatap Safna dan Danu bergantian.

Safna menatap Danu sekilas lalu menggeleng. "Enggak, Mbak... kita tinggal di apartemen."

Begitu Hanum berniat membalas perkataan Safna. Suara dari luar menghentikan niatnya.

"Papa pulang!"

Hanum tersenyum penuh kemenangan. "Kalau Mas Fatih yang minta, aku yakin kalian nggak bakalan bisa menolak," ucapnya lalu bergegas keluar menyambut kehadiran Fatih.

"Loh, katanya berangkat seminggu lagi... kenapa tiba-tiba nongol disini?" tanya Fatih seolah bingung dengan kehadiran Danu dan Safna. Padahal Hanum sudah menceritakan tentang kedatang mereka.

Danu memutar bola mata. "Jadi ceritanya, lo nggak seneng gue disini?" sungutnya.

"Seneng, lah." Fatih terkekeh. "Jadi kita bisa lebih lama ngumpulnya."

Danu berniat membalas perkataan Fatih. Namun urung dilakukan sebab Fatih lebih dulu menyela.

"Seharusnya jangan datang kalau nggak mau tinggal," sindir Fatih keras lalu menghampiri Azam, menariknya dalam pelukan. "Uh, calon menantu, Papa... apa kabar, sayang?"

Danu dan Safna melongo menatap Fatih tak percaya. Sudah lima tahun lamanya pria itu tak pernah membahas kekonyolannya itu. Tapi begitu melihat Azam, bukan hanya membahas, pria itu juga mengungkapkannya langsung.

"Calon menantu itu Apa, Mah?" pertanyaan Azam membuat Safna menatapnya. Bukannya menjawab pertanyaan Fatih. Bocah itu malah bertanya pada Safna.

Safna menatap Danu, bingung mau menjawab apa. Mengapa Fatih harus mengatakan di depan Azam, bocah yang masih banyak ingin tau tentang sesuatu yang membuat ia penasaran.

"Hahaha." Fatih tertawa. "Biar Papa jelaskan... calon menantu itu..."

"Fatih!" seru Danu. "Anakku masih sangat polos, jangan kamu kotori pikirannya dengan pikiranmu itu."

Fatih menoleh. "Ih, takut!" ejeknya saat Danu mengubah cara bicaranya.

"Udahlah." Danu mengalah. Sulit bicara pada Fatih kalau sifat kekanakan pria itu yang keluar. "Aku lapar... apa nggak ada makanan yang bisa kami makan?" tanyanya menatap Hanum.

"Ada... sebentar aku siapkan." Hanum bergegas menuju dapur diikuti Safna yang berjalan di belakangnya.

***

Selesai menikmati makan malam. Dua keluarga itu berkumpul di ruang tamu, sedangkan Azam dan Putri Hanum duduk menonton di depan tv.

Hanum dan Safna tampak heboh membicarakan rencana apa yang akan  dilakukan selama mereka tinggal di sana. Jalan-jalan tentu menjadi tujuan utamanya. Lain dengan dua wanita itu, Danu dan Fatih sibuk membahas perkembangan bisnis yang mereka jalani. Hingga sesaat kemudian suasana menjadi senyap saat sebuah pertanyaan Azam lontarkan.

"Jadi kalau nanti Azam udah dewasa. Azam nikahnya sama Naura, kan?"

Danu, Safna, dan Hanum melongo mendengar pertanyaan Azam. Sedangkan Fatih tampak tenang, sama sekali tidak terganggu dengan pertanyaan bocah 9 tahun itu.

"Yang bilang begitu sama Azam siapa?" tanya Danu lembut pada putranya.

Azam menunjuk kearah Fatih. "Papa Fatih," jawabnya. Fatih mengedikkan bahu sebagai respon.

Danu menghela nafas. Menyadari betul jika yang terjadi memanglah ulah Fatih. Tapi bagaimana bisa pria itu menjelaskan pada Azam saat bocah itu selalu dalam pantauannya. Kembali menghela nafas. Mungkin semuanya terjadi saat Danu ke kamar mandi.

"Sudah kubilang anakku polos, Fatih," geram Danu. Lagi-lagi Fatih hanya mengedikkan bahu sebagai tanggapan.

"Nanti Naura nikahnya sama Mas Azam, ya."

Danu, Safna dan Hanum kembali melongo mendengar ucapan Azam. Bocah itu seolah meminta persetujuan Naura.

Naura menggeleng. "Naura masih kecil," ucapnya lalu menghitung jemarinya. "Masih lima tahun... belum boleh nikah."

Danu mendesah. Menatap Fatih geram. "Lo ngajarin anak gue buat deketin anak, lo... sedangkan anak lo, lo ajarin buat nolak anak gue?" tanyanya menatap geram Fatih. Ingin rasanya melayangkan tinju pada wajah pria menyebalkan yang ternyata sahabatnya itu.

Fatih mengedikkan bahu. "Biar anak lo tau bagaimana caranya berjuang," jawabnya enteng.

Danu tercengang dengan mulut sedikit terbuka. Sedangkan Safna dan Hanum hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah suami mereka.

Selesai...
_________

Hai hai... Sekalian deh, ya. Aku mau promosi ceritaku yang berjudul "Arumi".
Untuk 2 bab pertama kalian bisa baca di wattpad, dan untuk bab seterusnya kalian bisa baca di aplikasi fizzo, ya. Mumpung masih gratis 😁
Aku update tiap hari, loh(◍•ᴗ•◍)❤

Istri Kedua (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang